HARTA HARAM: PENGERTIAN, DAMPAK, SUMBER, DAN CARA BERTAUBAT DARINYA

Edisi 2014

  • Harta haram adalah harta yang dilarang oleh syariat Islam, baik karena sifat (zat)(misalnya barang najis) atau cara mendapatkannya (misalnya riba, zalim, gharar)
  • Dampakharta haram termasuk mendurhakai Allah, berkurang semangat beramal saleh, sulitnya doa dikabulkan, musibah terjadi, dan kaum muslimin menjadi mundur (hina)
  • Bertaubat dari harta harammeliputi menghentikan perbuatan dosa, menyesali, dan bertekad meninggalkan perbuatan itu
  • Jika berkaitan dengan hak orang lain, perlu mengembalikanharta tersebut
  • Apabila tidak diketahui pemiliknya, harta harus disedekahkan. Jika diketahui, maka harus menggantinyaatau memberi ganti rugi

Harta haram adalah segala harta yang dilarang oleh syariat untuk dimiliki atau digunakan, baik keharamannya itu karena mengandung mudharat seperti bangkai dan minuman keras, atau diharamkan karena hal lain, seperti tidak benarnya cara mendapatkan harta tersebut. Misalnya mengambil hak milik orang lain tanpa izin, seperti harta curian. Atau mencari harta dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syari’at Islam, seperti riba dan menyuap.

Orang yang memperoleh harta yang diharamkan syariat tidaklah berhak memiliki harta tersebut meskipun sudah lama diperolehnya. Maka berdasarkan definisi ini, harta haram dapat kita bagi menjadi dua bagian: (1) haram karena sifat atau zatnya, (2) haram karena pekerjaan atau usahanya (Tuasikal, 2021)

Dampak Harta Haram

Dampak harta haram ini dapat kita bagi menjadi 2: (1) dampak terhadap diri sendiri (pribadi), (2) dampak terhadap umat secara umum.

  1. Dampak terhadap diri sendiri

Ada beberapa dampak yang ditimbulkan oleh harta haram kepada pribadi pelakunya:

  1. Memakan harta haram berarti mendurhakai Allah dan mengikuti langkah setan.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (QS. Al-Baqarah: 168)

  1. Akan membuat kurang semangat dalam beramal saleh

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang thayyib (yang baik), dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Mu’minun: 51).

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengisyaratkan bahwa ada hubungan yang erat antara makanan yang halal dan amal saleh. Maka jangan harap badan bisa ringan mengerjakan ibadah kepada Allah apabila makanan yang ia konsumsi adalah makanan yang haram. Makanan haram di sini mencakup makanan yang dibeli/didapatkan dari harta yang haram. (Lihat Harta Haram Muamalat Kontemporer, Dr. Erwandi Tarmizi, 2020).

  1. Doa sulit dikabulkan

Dalam salah satu hadits Riwayat Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita tentang orang yang terkumpul padanya sebab-sebab terkabulnya doa yaitu melakukan perjalanan panjang (bersafar), berpenampilan lusuh, berdoa dengan tangan yang diangkat ke langit, dan ia berdoa dengan berulang kali memanggil nama Allah. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan doa orang tersebut tidak dikabulkan,

وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌوَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَه

“…Sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim, no. 1015) (Lihat Tujuh Dampak Harta Haram, M. Abduh Tuasikal 2019)

  1. Dampak terhadap mayarakat secara umum
  2. Karena harta haram banyak musibah dan bencanaterjadi

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ

“Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al-Hakim. Lihat Shahih At-Targhib wa Tarhib, no. 1859)

  1. Harta haram membuat kaum muslimin jadi mundur dan hina

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah (salah satu transaksi riba), mengikuti ekor sapi (maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan bercocok tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad (yang saat itu fardhu ‘ain), maka Allah akan berikan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud, no. 3462.  Lihat ‘Aunul Ma’bud, 9:242)

SUMBER HARTA HARAM

  1. Haram karena dzat/sifatnya

Harta haram jenis pertama ini diharamkan karena dzat/sifat benda tersebut. Benda yang dijadikan objek transaksi adalah benda yang diharamkan oleh syariat. Hasil transaksi dari benda ini dihukumi sebagai harta haram, seperti menjual benda najis (kotoran, bangkai, darah, dsb), benda yang dapat memabukkan/menghilangkan akal, dan benda lainnya yang dihukumi haram oleh syariat (Lihat Barang yang Haram Diperdagangkan, M. Abduh Tuasikal, 2012).

  1. Haram karena pekerjaan atau usaha mendapatkannya

Harta haram jenis kedua ini dihukumi haram karena cara mendapatkannya yang melanggar syariat. Maka bisa saja benda yang menjadi objek transaksi adalah sesuatu yang halal, namun cara mendapatkan barang tersebut mengandung perkara yang diharamkan oleh syariat. Harta haram jenis kedua ini ada 3 macamnya: (1) zalim, (2) riba, dan (3) gharar (M. Abduh Tuasikal, 2020).

  1. Zalim

Secara bahasa zalim maknanya adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Secara istilah, zalim adalah mengerjakan larangan serta meninggalkan perinah Allah. Diantara bentuk kezaliman dalam muamalat adalah menjual barang/jasa yang diharamkan, monopoli, korupsi, kolusi, penipuan, pemalsuan merek dagang, dan lain sebagainya.

  1. Riba

Riba secara Bahasa adalah bertambah. Maka segala sesuatu yang bertambah dinamakan riba. Secara istilah, ada dua hal yang masuk dalam pengertian riba,

  • Ribadayn

Pemberi hutang mensyaratkan kepada peminjam untuk mengembalikan hutang ditambah dengan bunga, atau adanya denda dalam keterlambatan pembayaran transaksi tidak tunai (kredit), baik denda ini disyaratkan oleh penjual, atau disyaratkan oleh pembeli dengan mengatakan (missal) “beri saya waktu lebih, akan saya bayar dengan harga yang lebih besar”. Riba dayn hukumhya haram walaupun kecil.

  • Riba ba’i

Riba jenis ini terjadi dalam akad jual beli untuk 6 barang ribawi yaitu emas, perak, gandum kasar, gandum halus, kurma, dan garam. Riba ba’i terjadi apabila melakukan transaksi pada barang-barang tersebut dengan ukuran yang berbeda atau dengan cara yang tidak tunai.

  1. Gharar

Gharar secara Bahasa artinya adalah risiko, tipuan, dan menjatuhkan diri atau harta ke jurang kebinasaan. Secara istilah gharar berarti jual beli yang tidak jelas kesudahannya, atau jual beli yang tidak jelas konsekuensinya. Misal seorang penjual menjual barang dalam sebuah kotak yang tidak diketahui pembeli isinya dengan harga Rp100.000, si penjual tidak menjelaskan sama sekali sifat barang yang ada di dalam kotak kepada pembeli. Maka dalam akad seperti ini terdapat gharar. Bisa saja barang yang di dalam kotak bernilai lebih dari Rp100.000, atau kurang dari jumlah tersebut, sehingga dapat menimbulkan kerugian untuk salah satu pihak (Dr. Erwandi Tarmizi, 2020).

BERTAUBAT DARI HARTA HARAM

Berdasarkan uraian di atas, bisa jadi harta yang kita miliki adalah harta haram yang disebabkan oleh ketidaktahuan kita terhadap transaksi yang diharamkan oleh syariat. Secara umum, cara bertaubat dari suatu maksiat syaratnya ada 3:

  1. Berhenti saat itu juga dari dosa yang ia lakukan
  2. Menyesali perbuatannya
  3. Bertekad kuat untuk meninggalkan perbuatan maksiatnya.

Bila salah satu dari 3 syarat di atas tidak terpenuhi, maka taubatnya tidak sah. 3 syarat taubat di atas cukup apabila maksiat yang dilakukan tidak berkaitan dengan hak manusia lainnya. Apabila maksiatnya berkaitan dengan hak manusia lainnya, ia wajib mengembalikan hak tersebut.

BERTAUBAT DARI HARTA HARAM YANG TIDAK SALING RIDHA

Cara bertaubat dari harta haram jenis ini adalah wajib mengembalikannya. Maka harta hasil korupsi wajib dikembalikan kepada yang dirugikan, hasil penipuan wajib dikembalikan kerugiannya, dan begitu juga untuk jual beli atas dasar paksaan. Hal ini dilakukan apabila hartanya masih ada dan pihak yang dirugikan diketahui keberadaannya.

Apabila hartanya sudah tidak ada sama sekali, wajib menggantinya atau minta kerelaan kepada pihak yang dirugikan. Apabila terjadi perubahan pada harta tersebut,

  1. Jika nilainya berkurang maka hendaknyamengembalikan harta tersebut apa adanya dan memberikan ganti rugi atas kekurangan nilainya
  2. Jika nilainya bertambah, seperti uang yang dikorupsikan sudah diputar menjadi usaha, dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama berpendapat modal (uang) dikembalikan kepada pemilik sahnya, kemudian keuntungan dari usaha dibagi dua antara pemilik sah dan pengembang. Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi menilai pendapat ini lebih adil

Apabila pemilik harta tidak diketahui keberadannya. Maka harta tersebut disedekahkan atas nama pemiliknya. Jika dikemudian hari pemilik harta diketahui keberadaannya, hendaknya memberikan pilihan kepada pemilik harta untuk rela terhadap harta yang disedekahkan atau minta ganti. Apabila ia minta ganti, sedekah yang dilakukan sebelumnya mejadi atas nama pemilik harta haram

BERTAUBAT DARI HARTA HARAM YANG SALING RIDHA

Untuk orang yang tidak tahu transaksi yang ia lakukan haram. Ia wajib berhenti saat mengetahui keharamannya, dan hasil transaksi haram sebelumnya menjadi milik dia, dia tidak berdosa dalam hal ini karena tidak mengetahui hukumnya. Semoga Allah ampuni kelalaiannya.

Apabila ia tahu bahwa transaksi yang dilakukan adalah haram dan sengaja ia langar. Ia tidak boleh mengambil harta dari lawan transaksinya setelah ini (berhenti transaksi). Untuk harta sebelumnya yang ia dapatkan dari transaksi haram, maka wajib ia perkirakan berapa jumlah harta tersebut kemudian ia sedekahkan kepada fakir miskin atau untuk pembangunan fasilitas umum (Dr. Erwandi Tarmizi, 2020).

Walllahua’lam

Ditulis : Mochammad Wibisono, S.M. (Alumni Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)

Dimurajaah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *