Malam-Malam Terbaik Dalam Setahun

Edisi 1737

Terang purnama bulan Ramadhan sudah melewati puncaknya. Kini sabit rembulan di akhir Ramadhan akan segera hadir, mengantarkan bulan Ramadhan menuju penghabisannya. Dalam hitungan hari, Syawwal akan segera menyapa. Selamat jalan Ramadhan, selamat datang Syawwal.

Malam-malam terakhir bulan Ramadhan akan segera tiba, mencurahkan kebahagiaan sekaligus kesedihan bagi orang-orang yang beriman. Malam-malam yang amat dirindukan, malam-malam terbaik dalam sepenuh tahun kehidupan.

Mereka bahagia, karena Allah masih memberikan kesempatan untuk bertemu malam-malam akhir yang mulia. Musim-musim amal telah tiba pada puncaknya, ketika pahala semakin bernilai berlipat ganda.

Akan tetapi kesedihan pun bergelayut juga memenuhi hati, karena kesempatan beramal di bulan penuh keberkahan sudah sampai diujungnya, sedang pundi amal kebaikan masih jauh dari yang diharapkan.

Kegundahan pun mengisi ruang hati, ketika Ramadhan tahun ini akan segera paripurna meninggalkan kita, tanpa ada jaminan apakah setahun kedepan kita dapat kembali menjumpainya.

Menyambut 10 hari terakhir bulan ramadhan

Apa yang akan kita lakukan ketika kita mendengar pesta diskon di sebuah pameran yang kita sukai akan segera berakhir? Dan panitia memberikan diskon terbesar di hari-hari terakhir pameran? Tentu kita akan bersemangat  mendatanginya, memborong barang-barang yang bisa kita beli.

Maka demikianlah Ramadhan, malam-malam terakhirnya adalah sebaik-baik malam di kehidupan dunia. Ketika menafsirkan surat Al-Fajr ayat 2, sebagian ulama menjelaskan bahwa “dan demi malam yang sepuluh” pada surat Al Fajr, yang dimaksud adalah 10 malam terakhir di bulan Ramadhan (lihat Tafsir Juz ‘Amma Karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).

Hal ini menunjukkan betapa agungnya kedudukan malam-malam terakhir di bulan Ramadhan, sampai Allah menggunakannya sebagai kata sumpah yang diabadikan di dalam Al Quran.

Tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali harus bersemangat menyambut hari-hari dan malam-malam terakhir di bulan Ramadhan. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang yang sudah terampuni dosa-dosanya, pun tetap begitu bersemangat beribadah di malam-malam tersebut.

Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menggambarkan betapa semangatnya Nabi Muhammad pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh beribadah di 10 hari terakhir bulan Ramadhan lebih dari kesungguhan di hari-hari yang lainnya.” (H.R Muslim).

Ibunda Aisyah juga berkata “Apabila sudah memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah menghidupkan malam-malamnya, membangunkan keluarganya, serta mengencangkan ikat pinggangnya (begitu bersemangat beribadah –pen)” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Jika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu bersemangat padahal beliau sudah memegang kunci surga, maka tentu kita pun harus lebih bersemangat lagi.

Berlari di sepuluh hari bulan Ramadhan

Teruntuk orang yang sudah giat beramal sejak awal Ramadhan, ketahuilah bahwa garis finish itu semakin dekat. Tidak ada waktu untuk berleha-leha dan merasa sudah sukses mencapai target ibadah.

Adapun untuk kita yang terlalai di awal dan tengah Ramadhan, yang banyak menyia-nyiakan waktu dan membuang kesempatan, ketahuilah waktu itu masih ada. Masih ada 10 hari terakhir bulan Ramadhan yang bisa kita kejar.

Bukankah sesuatu itu dinilai dari akhirnya? Meskipun terlambat memulai, kita bisa berlari di waktu yang tersisa. Esok ketika garis finish sudah terlewati, mungkin capaian poin pahala kita tidak seberapa dibanding saudara-saudara kita, tapi setidaknya kita berhenti di atas niat dan kesungguhan yang sama; bersungguh-sungguh memperbaiki diri di hari-hari yang tersisa.

Lantas apa saja yang bisa kita lakukan di akhir Ramadhan?

Memperbanyak ibadah dan menghindari segala bentuk dosa

Secara umum, kita perlu memperbanyak ibadah di akhir Ramadhan, dan lebih bersemangat menghindari perbuatan dosa. Perbanyak shalat Sunnah,  membaca Al Quran, berdzikir, bersedekah, dan semua bentuk ketaatan lainnya.

Menghidupkan malam dengan shalat malam

Kurangi waktu tidur secara signifikan, kurangi waktu bermain handphone. Bangun dan dirikan salat malam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni” (H.R. Bukhari).

Selain itu penuhilah malam dengan bacaan Al Quran dan dzikir-dzikir. Bangun dan jauhilah tempat tidur kita. Bukankah kita bisa berjam-jam terjaga untuk menonton film-film di layar televisi kita? Atau bercengkerama hingga dini hari bersama teman dan saudara? Lantas mengapa untuk berlezat beribadah kepada Allah kita tak pernah sanggup?

Mengejar lailatul Qodar

Salah satu keistimewaan terbesar 10 hari terakhir Ramadhan adalah hadirnya lailatul Qadar. Sebuah malam yang lebih baik daripada 1000 bulan.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar” (Q.S. Al Qadr : 1-5).

Di malam itu, satu halaman alquran yang kita baca, seolah-olah kita membaca satu halaman setiap hari selama 1000 bulan atau sekitar 83 tahun. Sedekah Rp 10.000 yang kita infaq-kan, seolah kita terus berinfaq 10 ribu setiap malam selama 83 tahun lamanya. Sungguh kebaikan yang berlipat ganda.

Namun begitupun juga dengan dosa yang dilakukan. Melakukan kemaksiatan di malam lailatul qadar, nilainya juga jauh berlipat ganda dosa dan keburukannya. Sebuah ancaman dahsyat yang harus kita waspadai.

Surat perpisahan dengan Ramadhan

Kita tidak tahu apakah kita masih bertemu dengan Ramadhan pada tahun depan. Siapa yang tahu jika perpisahan tahun ini adalah perpisahan selama-lamanya?

Mungkin hanya tersisa sepuluh malam lagi waktu kita untuk memandang rembulan di bulan Ramadhan, karena mungkin setelah ini, indahnya rembulan tak bisa kita saksikan, karena sudah terhalang gundukan tanah tempat jasad kita dikuburkan.

Kesempatan terakhir ini, janganlah kita sia-siakan. Waktu terus berjalan, umur semakin berkurang; dan kita mesti berbekal untuk perjalanan panjang di negeri keabadian.

Imam Ibnu Rajab Al-Hanbaly rahimahullah pernah menuliskan rangkaian kata-kata perpisahan dengan Ramadhan,


Wahai hamba Allah, bulan Ramadhan telah bersiap-siap untuk berangkat.

Tidak ada lagi yang tersisa kecuali saat-saat yang singkat.

Sesiapa yang telah melakukan kebaikan selama ini, hendaklah ia menyempurnakannya.

Sesiapa yang justru sebaliknya, hendaklah ia memperbaikinya dalam waktu yang masih tersisa. Karena ingatlah, amalan itu dinilai dari akhirnya.

Manfaatkanlah malam-malam dan hari-hari Ramadhan yang masih tersisa,

Serta titipkanlah amalan sholih yang dapat memberi kesaksian kepadamu nantinya di hadapan Al Malikul ‘Alam (Sang Penguasa Hari Pembalasan).

Lepaskanlah kepergian (bulan Ramadhan) dengan ucapan salam yang terbaik:

“Salam dari Ar-Rahman (Allah) pada setiap zaman.

Atas sebaik-baik bulan yang hendak berlalu.

Salam atas bulan di mana puasa dilakukan.

Sungguh ia adalah bulan yang penuh rasa aman dari Ar-Rahman.

Jika hari-hari berlalu tak terasakan.

Sungguh kesedihan hati untuk tak pernah hilang.”

 

Ibnu Rajab berkata pula:

Di mana kepedihan (dan kesedihan) orang-orang yang bersungguh-sungguh di siang hari Ramadhan? Di manakah duka orang-orang yang shalat pada waktu malam?

Jika demikian keadaan orang-orang yang telah mendapatkan keuntungan selama Ramadhan, bagaimanakah keadaan orang-orang yang telah merugi pada siang dan malam?

Apakah bermanfaat tangisan mereka yang melalaikan bulan Ramadhan ini, sementara musibah yang akan menimpanya demikian besar?

Betapa banyak nasihat telah diberikan kepada orang yang malang, namun tidak juga memberikan manfaat untuknya.

Betapa banyak ia telah diajak untuk melakukan perbaikan, namun ia tidak juga menyambutnya.

Betapa sering ia menyaksikan orang-orang yang mendekatkan diri kepada-Nya, namun ia sendiri malah semakin jauh dari-Nya.

Alangkah seringnya berlalu dihadapannya rombongan orang-orang yang menuju kepada-Nya, sedangkan dia hanya duduk berpangku tangan (malas beribadah).

Hingga setelah waktu menyempit dan kemurkaan-Nya telah membayang,

Ia pun menyesali kelalaiannya pada saat penyesalan tidak lagi bermanfaat dan kesempatan untuk memperbaiki keadaan telah menghilang.

 

Ditulis oleh Wildan Salsabila, S.Farm., Apt. (Alumnus Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Referensi : https://buletin.muslim.or.id/selamat-jalan-ramadhan-renungan-menjelang-iedul-fitri/ oleh Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc.

Murajaah Ustaz Abu Umair B.A., S.Pd., M.Pd.I.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *