Agar Safar Lebih Bermakna

Edisi 1736

Pendahuluan

Sebagaimana yang telah kita ketahui, di masa pandemi seperti ini, pemerintah telah menganjurkan kepada masyarakatnya untuk beraktivitas dari rumah dan tidak banyak bepergian. Pemerintah pun telah mengeluarkan peraturan larangan mudik kepada masyarakat untuk menghindari terjadinya kerumunan dan untuk menghindari situasi pandemi yang semakin parah. Akan tetapi, mungkin sebagian dari kita memiliki udzur yang mendesak (seperti berobat, bekerja, dan lainnya) sehingga harus bepergian jauh (safar). Oleh karena itu, supaya perjalanan yang kita lakukan diberkahi dan dirahmati oleh Allah Ta’ala dan selamat sampai tujuan, kita dapat mengambil beberapa sebab, salah satunya dengan memperhatikan beberapa adab dan sunnah bepergian jauh (safar), serta tidak lupa untuk berdoa. Dengan mengambil beberapa sebab tersebut, InsyaAllah safar kita dapat lebih diberkahi oleh Allah Ta’ala, bahkan bisa bernilai Ibadah.

 

Penjelasan Singkat Mengenai Safar

Safar artinya pergi keluar dari tempat tinggalnya untuk melakukan perjalanan yang jauh. Orang yang melakukannya disebut musafir. Namun para ulama berselisih pendapat mengenai batasan seberapa jauh suatu perjalanan disebut sebagai safar. Batasan safar menurut jumhur ulama yaitu dikembalikan kepada ‘urf atau kebiasaan penduduk setempat. Artinya, jarak yang dianggap oleh penduduk setempat sebagai safar, maka itulah yang disebut sebagai batasan safar.

Safar yang dilakukan seseorang tergantung dari tujuan dan maksudnya. Safar dapat bernilai wajib apabila safar tersebut dilakukan untuk menempuh suatu kewajiban. Safar dapat bernilai haram apabila safar tersebut dilakukan untuk melakukan perkara yang diharamkan. Safar dapat bernilai mubah apabila safar tersebut dilakukan untuk melakukan hal hal yang mubah. Safar yang bernilai mubah pun dapat bernilai ibadah apabila saat safar diisi dengan amalan shalih seperti zikir, doa, menuntut ilmu agama, dan lain lain.

Safar merupakan perkara yang membuat diri kita sulit. Hal ini sesuai dengan perkataan Abu Hurairoh radhiyallaahu ‘anhu yang sanadnya marfu’  hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bepergian (safar) itu bagian dari siksaan yang menghalangi (membuat sulit) seseorang di antara kalian dari makan, minum dan tidurnya. Jika salah seorang dari kalian telah menyelesaikan keperluannya, hendaklah ia segera kembali kepada keluarganya.” (Muttafaqun ‘alaih).

Maksud perkataan “bepergian itu bagian dari siksaan” di dalam hadits tersebut ialah safar akan menimbulkan kelelahan serta penderitaan akibat dari melakukan perjalanan jauh, baik dengan kendaraan atau berjalan kaki. Seseorang yang safar dapat mengalami kesulitan berupa menahan panas dan dingin, khawatir dan takut untuk berpisah dengan keluarga dan sahabatnya, tidak bisa mengonsumsi makanan dan minuman seperti biasanya, dan tidurnya pun tidak sempurna.

Meskipun safar merupakan perkara yang membuat diri sulit, ternyata waktu-waktu saat safar merupakan waktu dikabulkannya doa. Hal ini disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Ada tiga doa yang dikabulkan tanpa ada keraguan padanya : doanya orang yang terzhalimi, doanya seorang musafir, dan doa orang tua pada anaknya.(H.R. Ahmad 12/479 no. 7510, At Tirmidzi 4/314 no. 1905, Ibnu Majah 2/1270 no. 3862. Imam At-Tirmidzi mengatakan : hadits hasan).

Oleh karena itu, saat safar dianjurkan untuk memperbanyak doa, karena merupakan waktu yang mustajab untuk dikabulkannya doa. Mintalah kepada Allah Ta’ala kebaikan urusan akhirat dan kebaikan untuk diri, keluarga, dan saudara muslim lainnya. Jangan engkau sia-siakan waktu safarmu, karena pada waktu itu merupakan waktu dikabulkannya doa.

 

Adab-adab sebelum safar

  1. Melakukan shalat sunnah dua rakaat ketika hendak pergi, kemudian berdoa dengan doa istikharah untuk meminta petunjuk mengenai hal-hal yang berkaitan dengan safar. Adapun bacaan doanya ialah sebagai berikut :

Alloohumma innii astakhiiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudrotika, wa as-aluka min fadhlikal ‘azhiim, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyuub.

Alloohumma in kunta ta’lamu anna hadzal amro (menyebutkan persoalannya) khoirun lii fii diinii wa ma’aasyii wa ‘aaqibati amrii (aw ‘aajilihi wa aajilih) faqdurhu lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi.

Wa in kunta ta’lamu anna hadzal amro syarrun lii fii diini wa ma’aasyii wa ‘aqibati amrii (aw ‘aajilihi wa aajilih) fash-rifhu ‘annii wash-rifnii ‘anhu, waqdur liyal khoiro haitsu kaana tsumma ardhinii bih.”

 

  1. Banyak beristighfar dan bertaubat kepada Allah atas segala kemaksiatan. Karena seseorang tidak akan mengetahui apa yang terjadi setelah safar.

 

  1. Menyelesaikan berbagai persengketaan, baik utang-piutang, hak dan kewajiban saudaranya, dan lain-lain. Tak lupa untuk meninggalkan nafkah yang cukup untuk keluarganya selama dia safar.

 

  1. Menyiapkan perbekalan dan keperluan untuk safar.

 

  1. Hendaknya tidak safar sendirian, namun carilah teman safar yang baik. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Andaikan orang-orang mengetahui akibat dari bersafar sendirian sebagaimana yang aku ketahui, maka mereka tidak akan bersafar di malam hari sendirian.” (R. Bukhari).

 

  1. Mengangkat pemimpin dalam safar yang memiliki akhlak yang baik. Perintah ini sesuai dengan hadits,“Jika ada tiga orang keluar untuk bersafar, maka hendaklah mereka mengangkat salah satu di antaranya sebagai ketua rombongan.”  (R Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

 

  1. Dianjurkan untuk melakukan safar pada hari kamis untuk mencocoki kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadits disebutkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila bepergian senantiasa melakukannya pada hari Kamis.” (R. Al-Bukhari).

 

  1. Berpamitan kepada keluarga, teman dan kerabat yang ditinggalkan

Doa yang biasa diucapkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang bersafar yaitu : 

Astawdi’ullooha diinaka, wa amaanataka, wa khowaatiima ‘amalik (Aku menitipkan agamamu, amanahmu, dan perbuatan terakhirmu kepada Allah)”. (H.R. Ahmad II/7, 25, 38, at-Tirmidzi no. 3443, Ibnu Hibban no. 2376, al-Hakim II/97, dishahihkan dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi).

 

Apabila ingin memberikan wasiat kepada orang yang hendak bersafar, dapat mengucapkan doa berikut,

Zawwadakalloohut taqwaa wa ghofaro dzanbaka wa yassaro lakal khoiro haitsumaa kunta” (Semoga Allah membekalimu ketakwaan, mengampuni dosamu, dan memudahkan kebaikan untukmu di mana pun kamu berada) (H.R. Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

 

Adapun bagi yang hendak bersafar mengatakan doa ini kepada orang yang ditinggalkan,

Astawdi’ukalloohalladzii laa tadhii’u wa daa-i’uhu” (Aku menitipkan kalian pada Allah yang tidak mungkin menyia-nyiakan titipannya) (H.R. Abu Dawud, Syaikh Al Albani menshahihkannya).

 

Adab-adab saat safar dan doa yang terkait dengannya

  1. Ketika keluar rumah dapat membaca doa :

Bismillaahi tawakkaltu ‘alalloohi laa hawla wa laa quwwata illaa billaah” (Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada-Nya, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan-Nya).

 

Atau dapat membaca doa ini:

Alloohumma innii a’uudzu bika an adhilla aw udholla, aw azilla aw uzalla, aw azhlima aw uzhlama, aw ajhala aw yujhala ‘alayya” (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan diriku atau disesatkan orang lain, dari ketergelinciran diriku atau digelincirkan orang lain, dari menzholimi diriku atau dizholimi orang lain, dari kebodohan diriku atau dijahili orang lain).

 

  1. Bertakbir ketika hendak menaiki kendaraan, yaitu mengucapkan“Alloohu Akbar”  sebanyak 3 kali kemudian berdoa :

Subhaanalladzii sakhkhoro lanaa hadzaa maa kunnaa lahuu muqriniin. Wa innaa ilaa robbinaa lamunqolibuun.

Alloohumma innaa nas’aluka fii safarinaa haadzal birro wat taqwaa wa minal ‘amali ma tardhoo.

Alloohumma hawwin ‘alainaa safaronaa haadzaa, wathwi ‘annaa bu’dahu.

Alloohumma antash shoohibu fis safar, wal kholiifatu fil ahli.

Alloohumma innii a’uudzubika min wa’tsaa-is safari wa ka-aabatil manzhori wa suu-il munqolabi fil maali wal ahli” (H.R. Muslim).

 

Ketika hendak ingin pulang ditambahkan :

Aayibuuna taa-ibuuna ‘aabiduuna lirobbinaa haamiduuna” (Kami kembali, dalam keadaan bertaubat dan menyembah kepada Rabb kami, dan memuji-Nya).

 

  1. Bertakbir ketika jalanan menanjakdan bertasbih (“subhanallaah”) ketika menurun.
  2. Memperbanyak doa di tengahperjalanan, karena waktu safar merupakan waktu dikabulkannya doa.
  3. Beristirahat dalamperjalanan
  4. Hendaknyamenaati aturan pemerintah saat sedang melakukan safar, seperti aturan tata tertib lalu lintas dan lain-lain
  5. Saat di masa pandemi seperti ini, saat melakukan safar selalu mengikuti protokol kesehatan
  6. Dianjurkan mengqashar sholat ketika di tengah safar
  7. Boleh menjamaksholat, akan tetapi lebih utama untuk tidak menjamak shalat
  8. Shalat fardhu 5 waktu harus dilakukan di darat jika masih memungkinkan, tidak boleh di atas kendaraan.
  9. Segera pulang jika urusan telah
  10. Sepulang dari safar, hendaknya memberitahu keluarganya dan melakukan shalat sunnah dua rakaat di masjid sesuai dengan hadits, “Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam jika beliau pulang dari safar, beliau mendahulukan masuk masjid kemudian salat dua rakaat di masjid kemudian duduk.” (Muttafaqun Alaih).

 

Demikian beberapa kiat yang hendaknya diperhatikan saat kita bersafar. InsyaAllah dengan melakukan kiat-kiat tersebut, safar kita akan lebih bermakna dan berkah.

Penulis : David Erlangga C.  (Alumnus Ma’had Al ‘Ilmi)

Referensi : https://almanhaj.or.id/4007-adab-adab-safar.html

https://muslim.or.id/44853-adab-adab-safar-bepergian-jauh.html

https://rumaysho.com/1890-persiapan-sebelum-safar.html

Di murajaah oleh Ustaz Abu Salman, B.I.S.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *