Ini Pembahasan Singkat Tentang Isra` dan Mi’raj

  • Isra` : Perjalanan malam Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Jibril dari Masjidil Haram ke Masjid Al Aqsha di Palestina.
  • Mi’raj : Naiknya Nabi dari Masjid Al Aqsha hingga ke Sidratul Muntaha.
  • Ulama bersepakat bahwa Isra`-Mi’raj benar-benar terjadi, namun berselisih tentang waktu pastinya. Hikmahnya, kita hendaknya memfokuskan diri pada hal yang lebih penting, yaitu beramal.
  • Tiada riwayat shahih terkait amalan khusus di malam tersebut. Namun, muslimin dianjurkan untuk beramal secara umum di bulan Rajab yang mulia.
  • Di antara rentetan peristiwanya: Nabi dibersihkan dadanya oleh Jibril, menuju ke Masjidil Aqsha dengan Buuraq dan shalat di dalamnya, naik hingga langit ketujuh dan bertemu para Nabi lainnya, menuju ke Sidratul Muntaha dan diberi perintah shalat 5 waktu.
  • Di antara hikmahnya:
    • Bukti mukjizat dan keutamaan Nabi
    • Ujian keimanan kita
    • Keutamaan Masjidil Aqsha
    • Agungnya ibadah shalat

<>

Allah telah memperlihatkan kepada kita tanda-tanda-Nya yang beragam, mulai dari alam untuk kita tadabburi, hingga para utusan-Nya untuk kita amalkan dan imani. Salah satu tanda-Nya adalah peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Berikut sedikit pembahasan dan pelajaran dari Isra` dan Mi’raj.

Arti secara bahasa

Isra’ dalam bahasa Arab berarti “perjalanan malam” (Maqayis Lughah: 3/154), sementara Mi’raj berarti berarti “naik/meninggi” (Tahdzib Lughah: 1/229). Dinamakan peristiwa tersebut karena Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan perjalanan malam -bersama malaikat Jibril- dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjid Al Aqsha (Baitul Maqdis) di Palestina (Syam). Selanjutnya, beliau naik hingga ke Sidratul Muntaha, sebuah pohon di tempat tertinggi dari langit ketujuh.

Terkait Isra`, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami…” (Q.S. Al Isra` : 1).

Adapun terkait Mi’raj, Allah berfirman (yang artinya),

Dan ia (Muhammad) telah melihatnya (Jibril) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika sidrah itu diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatan (Muhammad kala itu) tidak berpaling dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya ia (Muhammad) telah melihat sebagian tanda-tanda Rabbnya yang paling besar.” (Q.S. An Najm: 13-18).

Waktu terjadinya

Para ulama bersepakat tentang terjadinya peristiwa Isra` dan Mi’raj, namun mereka berselisih terkait waktu pastinya, karena tidak ada riwayat shahih dan jelas tentangnya. Pendapat yang masyhur di negara-negara Islam saat ini adalah tanggal 27 Rajab. Namun pendapat ini pun lemah dan dikritik oleh beberapa ulama, di antaranya oleh Ibnu Katsir dan Ibnu Rajab.

Allahu A’lam, di antara hikmah tidak diketahuinya waktu pastinya adalah agar kita lebih fokus kepada hal yang penting, yaitu mentadabburi dan mengambil hikmah darinya. Semoga Allah selalu menyibukkan kita dengan hal-hal yang bermanfaat.

Amalan khusus

Tidak ada riwayat yang shahih dari Nabi atau tuntunan dari para sahabat beliau mengenai amalan maupun keutamaan khusus pada malam tersebut. Maka hikmah lain dari tidak diketahuinya waktu pasti Isra` dan Mi’raj adalah isyarat bahwa kaum muslimin dari masa lampau tidak pernah mengkhususkan suatu amalan pada malam Isra’. Jika memang ada, tentu mereka telah menyepakati dan mengabarkannya kepada kita, sebagaimana kejelasan penentuan waktu untuk puasa Ramadhan dan Haji.

Namun, kaum muslimin tetap dianjurkan memperbanyak amalan secara mutlak (umum), seperti puasa atau shalat malam, tanpa mengkhususkan malam atau hari tertentu. Terlebih lagi, Bulan Rajab adalah salah satu bulan haram yang memiliki keutamaan beramal di dalamnya. Semoga Allah selalu memberikan taufik-Nya pada kita semua.

Rentetan peristiwanya

Banyak sekali penjelasan dan riwayat terkait rentetan peristiwa Isra`-Mi’raj. Berikut kami sarikan beberapa di antara yang masyhur dari Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa ke sumur zamzam oleh 3 orang, kemudian Jibril membelah dada dan perut beliau, lalu mencucinya dengan air zamzam. Setelah itu, dada Rasulullah diisi penuh dengan iman dan hikmah dari suatu wadah emas, kemudian ditutup.

Selanjutnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki Buuraq (hewan putih panjang berukuran di antara keledai dan bagal/bighaal) dengan ditemani oleh Jibril hingga sampai ke Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha). Setelah mengikat Buuraq di tempat yang digunakan untuk mengikat tunggangan para nabi terdahulu, beliau masuk ke dalam masjid dan menjadi imam shalat dari para nabi, -di antaranya Nabi Musa, Isa, Ibrahim, dan nabi-nabi lainnya ‘alaihimussalam-.

Kemudian beliau naik bersama Jibril ke langit pertama (langit dunia) dan disambut gembira oleh para penduduk langit. Beliau juga bertemu dan disambut oleh Nabi Adam ‘alaihissalam.

Lalu Rasulullah bersama Jibril naik ke tingkatan-tingkatan langit selanjutnya dan bertemu para Nabi lainnya ‘alaihimush shalaatu was salaam. Di langit kedua beliau disambut oleh Nabi Yahya dan ‘Isa. Di langit ketiga, beliau disambut Nabi Yusuf. Di langit keempat, beliau disambut Nabi Idris. Di langit kelima, beliau disambut Nabi Harun. Di langit keenam, beliau disambut Nabi Musa. Di langit ketujuh, Rasulullah disambut Nabi Ibrahim.

Akhirnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Sidratul Muntaha, pohon besar yang menandai tempat batas makhluk di langit ketujuh, buah-buahannya sebesar kendi, daun-daunnya sebesar telinga gajah, dari akarnya mengalir empat macam sungai. Jibril kemudian menampakkan wujud aslinya, yaitu dengan 600 sayap. Rasulullah mendengar suara qalam para malaikat yang sedang menulis takdir Allah. 

Kemudian, Rasulullah mendapatkan perintah langsung dari Allah untuk melaksanakan shalat fardhu sebanyak 50 kali setiap harinya. Saat hendak kembali, Nabi Musa memerintahkan beliau untuk meminta keringanan kepada Allah terkait jumlah shalat tersebut, karena jumlah tersebut masih dirasa terlalu banyak untuk umat Rasulullah. Maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengikuti saran Nabi Musa ‘alaihissalaam dan jumlah shalat tersebut dikurangi 5 shalat. Saat hendak kembali, Nabi Musa kembali memerintahkan beliau untuk mengajukan keringanan. Demikian seterusnya hingga jumlah shalat fardhu menjadi 5 dalam sehari.

Allah kemudian berfirman, “Sesungguhnya ini 5 shalat, seperti 50 shalat (pahalanya), dan keputusan-Ku ini tidak dapat diganti”. Ketika Rasulullah kembali kepada Nabi Musa dan diberi saran untuk meminta keringanan lagi, Rasulullah malu kepada Allah.

Beberapa peran dan hikmah penting darinya

1) Bukti mukjizat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan salah satu ujian keimanan -bahkan bagi umat saat ini-. Kaum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendengar berita ini menjadi ramai dan terbagi menjadi dua golongan, yaitu yang mendustakan dan yang mengimani.

Di antara yang beriman adalah Abu Bakar, sehingga beliau digelari “Ash-Shiddiq” (yang membenarkan). Adapun kaum Musyrikin, mereka mendatangi Abu Bakar dan mempertanyakan kejadian tersebut kepada beliau.

Maka Abu Bakar tanpa berargumen panjang menjawab mereka dengan penuh keyakinan, “Kalau memang ia mengatakannya, ia benar-benar jujur dalam perkataannya”. (Tafsir Ibnu Katsir (5/14), Mustadrak milik Hakim (3/81), dan lainnya).

Maka kita sebagai umat muslim juga harus meyakini sebagaimana yang diyakini oleh Abu Bakar –radhiyallahu ‘anhu-. Kisah ini bukanlah suatu yang mustahil. Sebagai analogi, kita sekarang dapat bertransportasi jarak jauh dengan kendaraan cepat seperti pesawat, namun bagi orang terdahulu itu tampak mustahil. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

2) Keutamaan Masjidil Aqsha. Semoga Allah segera membebaskannya dari tangan para musuh-musuh Islam.

3) Tingginya derajat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

4) Agungnya ibadah shalat, karena merupakan perintah langsung dari Allah. Shalat merupakan tiang agama, amalan yang pertama kali dihisab di akhirat, serta pembeda antara kaum muslimin dan kuffar.

Penutup

Semoga kita selalu diberikan taufik dari Allah untuk bisa beriman dan mengambil pelajaran darinya, sebagaimana para shahabat nabi. Wa shallallahu ‘alaa nabiyyina Muhammad, wa ‘alaa aalihi wa ashaabihi ajma’iin.

<>

Penulis : Naufal Fuadi, Lc. (Alumnus Universitas Islam Madinah)

Pemurojaah : Ustadz Abu Salman, B.I.S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *