Bukan “Muhrim”!

  • Muhrim tidak sama dengan mahram.
    • Muhrim: orang yang sedang ihram.
    • Mahram: orang yang haram dinikahi karena sebab tertentu, dengan sejumlah konsekuensi.
  • Sebab mahram: kekerabatan, pernikahan, persusuan.
  • Jangka waktu mahram: abadi (selamanya), sementara (bisa menjadi non mahram pada keadaan tertentu).
  • Yang sering dianggap mahram padahal bukan: ipar, sepupu, suami bibi/istri paman.
  • Terdapat ancaman keras agar tidak bersentuhan lawan jenis yang bukan mahramnya.
Konsekuensi mahramMahram AbadiMahram Sementara
ContohnyaIbu mertuaIpar
Menikahi✘, selamanya ✘, di kondisi tertentu
Bersalaman
Berdua-duaan✔, selama aman dari fitnah
Membuka hijab

<>

Bukan muhrim!”, begitu kita sering mendengarnya dalam keseharian. Apa sebenarnya makna muhrim? Apa bedanya dengan mahram? Semoga tulisan ini bisa membantu menjawabnya.

Beda muhrim dan mahram

Kalimat “bukan muhrim” di Indonesia sering digunakan untuk mengingatkan seseorang tentang terlarangnya bersentuhan kulit dengan lawan jenisnya. Dalam bentuk lainnya, kalimat tersebut bisa dibahasakan sebagai berikut, “Karena ia bukan muhrim Anda, Anda tidak boleh bersentuhan dengannya. Kalau dia muhrim Anda, maka tidak mengapa Anda menyentuhnya.”

Berdasarkan penjelasan tersebut, kita bisa memahami istilah muhrim yang digunakan oleh banyak masyakarat Indonesia sebenarnya adalah mahram dalam istilah Islam. Di dalam Islam, istilah mahram bermakna orang yang haram untuk dinikahi karena sebab-sebab tertentu. Konsekuensi jika seseorang itu merupakan mahram (haram dinikahi) ada banyak, salah satunya adalah boleh bersentuhan kulit dengannya. Jika bukan mahram, maka tidak boleh bersentuhan kulit.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memang disebutkan bahwa kata “muhrim” merupakan bentuk tidak baku dari kata “mahram”. Di dalam bahasa aslinya (Bahasa Arab) istilah muhrim sebenarnya digunakan untuk menyebutkan orang yang sedang ihram ketika haji atau umroh. Definisi ini juga sejalan dengan apa yang disebutkan di dalam KBBI, bahwa “muhrim” adalah “orang yang sedang mengerjakan ihram”.

Untuk definisi mahram sendiri di dalam KBBI disebutkan, “orang yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antara mereka”. 

Ringkasnya, muhrim yang dimaksud oleh banyak masyarakat Indonesia sebenarnya adalah mahram dalam istilah Islam.

Mahram itu siapa saja?

Jika ditinjau dari sebabnya, mahram bisa dikelompokkan menjadi tiga: mahram karena (1) hubungan kekerabatan, (2) pernikahan, dan (3) persusuan.

Mahram karena hubungan kekerabatan ada tujuh golongan, yaitu:

  1. Ibu, nenek, buyut perempuan dan seterusnya ke atas.
  2. Anak perempuan, cucu perempuan, dan garis keturunan seterusnya ke bawah.
  3. Saudara perempuan, baik saudara perempuan kandung sebapak-seibu, atau sebapak saja, atau seibu saja.
  4. Anak perempuan dari saudara perempuan (keponakan) beserta garis keturunannya ke bawah.
  5. Anak perempuan dari saudara laki-laki (keponakan) beserta garis keturunannya ke bawah.
  6. Saudara perempuan bapak (bibi jalur bapak).
  7. Saudara perempuan ibu (bibi jalur ibu).

Mahram karena pernikahan ada empat golongan, yaitu:

  1. Ibu istri (ibu mertua), nenek istri dan garis keturunan seterusnya ke atas.
  2. Anak perempuan istri (anak tiri) dan garis keturunannya ke bawah.
  3. Istri bapak (ibu tiri), istri kakek (nenek tiri), dan garis keturunan seterusnya ke atas.
  4. Istri anak (menantu perempuan), istri cucu, dan seterusnya ke bawah.

Total mahram dari dua kelompok di atas ada 11 golongan.

Selain sebab nasab dan pernikahan, ada pula sebab persusuan. Seseorang yang disusui oleh ibu susu, maka ibu tersebut menjadi mahram baginya dan begitu juga beberapa orang lainnya dari apa yang telah disebutkan di atas. Namun hukum persusuan ini membutuhkan pembahasan lebih lanjut secara terpisah.

Mahram abadi dan mahram sementara

Selain itu, jika ditinjau dari sisi keabadiannya, ada mahram yang merupakan mahram abadi (muabbad) dan ada pula mahram sementara (muaqqat).

Mahram abadi adalah mahram yang akan tetap berstatus sebagai mahram selamanya, sedangkan mahram sementara adalah mahram yang pada kasus tertentu bisa berubah statusnya menjadi non mahram. Sebelas golongan mahram yang disebutkan di atas seluruhnya mahram abadi.

Ada pun mahram sementara jumlahnya ada banyak, sehingga membutuhkan pembahasan lebih lanjut secara terpisah. Salah satu contoh mahram sementara adalah ipar. Ipar merupakan mahram yang haram dinikahi selama seseorang masih menikah dengan saudarinya. Jika seorang suami telah menceraikan istrinya -artinya status pernikahannya sudah tidak berlaku- maka ipar tidak lagi berstatus sebagai mahram dan ia boleh menikahi ipar tersebut.

Konsekuensi dari mahram

  1. Terkait pernikahan

Ini merupakan konsekuensi utama dari mahram, yaitu haramnya menikahi orang-orang yang termasuk mahram kita. Larangan menikahi mahram ini berlaku untuk seluruh mahram, baik itu mahram abadi atau mahram sementara.

Ipar misalnya, haram untuk dinikahi oleh seorang lelaki selama lelaki tersebut masih berstatus sebagai suami dari saudarinya. Jika lelaki tersebut bukan lagi suami dari saudarinya, maka status mahram sementara menjadi terhapus dan si ipar ini menjadi orang biasa yang boleh dinikahi oleh si lelaki. Adapun untuk mahram abadi yang jumlahnya sebelas di atas, maka selama-lamanya akan tetap haram untuk dinikahi.

  1. Bersalaman

Seorang lelaki diperbolehkan bersalaman dengan mahram abadi yang jumlahnya sebelas di atas. Misal seorang lelaki boleh bersentuhan tangan dengan bibi dan ibu mertuanya. Adapun untuk selain mahram abadi yang sebelas, baik itu mahram sementara (semisal ipar) atau pun orang lain yang sama sekali bukan mahram, maka tidak boleh bersentuhan tangan.

  1. Berdua-duaan

Seorang lelaki diperbolehkan berdua-duaan dengan mahram abadi yang jumlahnya sebelas di atas selama tidak menimbulkan fitnah. Misal seorang lelaki boleh berboncengan motor dengan menantu perempuannya atau ibu tirinya. Adapun untuk selain mahram abadi yang sebelas, baik itu mahram sementara (semisal ipar) atau pun orang lain yang sama sekali bukan mahram, maka tidak boleh berdua-duaan.

  1. Melepas hijab

Seorang perempuan diperbolehkan melepas hijab di hadapan lelaki yang merupakan mahram abadinya. Begitu juga dengan seorang lelaki, diperbolehkan melihat seorang perempuan yang merupakan mahram abadinya. Adapun untuk selain mahram abadi yang sebelas, baik itu mahram sementara (semisal ipar) atau pun orang lain yang sama sekali bukan mahram, maka tidak boleh melihat auratnya.

Kesimpulan penjelasan di atas bisa dilihat pada tabel di bawah ini.

Mahram AbadiMahram Sementara
ContohnyaIbu MertuaIpar
MenikahiTidak boleh selamanyaTidak boleh dalam kondisi tertentu
BersalamanBolehTidak boleh
Berdua-duaanBoleh selama aman dari fitnahTidak boleh
Membuka hijabBolehTidak boleh

Yang sering dianggap mahram, padahal bukan:

  1. Ipar 

Ipar dianggap oleh banyak orang sebagai mahram, sehingga banyak orang yang seakan-akan tidak ada batasan dengan iparnya, seperti bebas bersalaman dan berdua-duaan.

Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memeringatkan tentang bahayanya seorang ipar pada sabda beliau, “Saudara ipar adalah kematian.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Maksudnya, interaksi yang tidak benar dengan ipar bisa menjadi sebab timbulnya maksiat dan kehancuran. 

  1. Sepupu

Sepupu bukanlah mahram abadi bukan pula mahram sementara. Tidak boleh seseorang bersalaman, berduaan, dan menampakkan aurotnya di hadapan sepupunya. Sebaliknya, seseorang diperbolehkan menikah dengan sepupunya.

  1. Istri paman atau suami bibi

Yang menjadi mahram abadi adalah paman atau bibi yang merupakan saudara langsung dari orang tua. Jika paman atau bibi tersebut memiliki pasangan, maka pasangan tersebut bukanlah mahram. Tidak diperkenankan seseorang bersalaman, berduaan, dan menampakkan aurotnya dengan istri dari pamannya atau suami dari bibinya. 

Penutup

Masih banyak masyarakat kita yang belum paham tentang siapa saja mahramnya. Perlu diingat, seseorang yang merupakan bagian dari keluarga (kerabat) tidak otomatis menjadikannya sebagai mahram. Di antara fenomena yang kita sayangkan adalah ketika momen kumpul keluarga, seperti ketika lebaran, banyak orang yang melanggar aturan-aturan terkait mahram ini, semacam bebas bersentuhan tangan. Wallahu A’lam.

Tambahan: larangan bersentuhan kulit dengan non mahram

Rasulullaah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh jika kepala seorang laki-laki ditusuk dengan jarum besi lebih baik baginya daripada dia menyentuh seorang perempuan yang tak halal baginya.” (H.R. Ath Thabarani, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani). Referensi: muslim.or.id/27058-larangan-menyentuh-wanita-yang-bukan-mahram.html

<>

Penulis : Ustadz Muhammad Rezki Hr., S.T., M.Eng., Ph.D. (Alumnus Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Pemuroja’ah : Ustadz Abu Salman, B.I.S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *