Mendulang Hikmah dari Perjalanan Penuh Berkah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengalami satu persitiwa luar biasa yang tidak pernah dialami oleh siapapun jua. Itulah peristiwa Isra Mi’raj, diperjalankannya Rasulullah dari Mekkah ke Masjidil Aqsha di Palestina, kemudian Allah angkat ke sidratul muntaha, dan Allah kembalikan lagi beliau ke Mekkah. Semuanya, hanya dalam 1 malam! Allah pun mengabadikan persitiwa ini dalam firman-Nya (yang artinya), “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Q.S. Al Israa : 1)

Cerita Isra’ Dan Mi’raj

Hadits-hadits mengenai Isra Mi’raj, sebagaimana dikatakan para ulama adalah hadits yang mutawatir, diriwayatkan oleh banyak sahabat. Berikut kami ringkas carita Isra Mi’raj dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu.

Rasulullah bersabda, “Jibril datang kepadaku bersama Buraq, hewan putih yang tinggi, lebih tinggi dari keledai dan lebih pendek dari kuda, dapat melangkah sejauh pandangannya. Maka aku menaikinya hingga sampailah aku di Baitul Maqdis, lalu aku turun dan mengikatnya dengan tali yang biasa dipakai oleh para Nabi. Kemudian aku masuk ke masjid al-Aqsha dan aku shalat dua raka’at di sana, lalu aku keluar. Kemudian Jibril ‘alaihis salam membawakan untukku satu wadah khamr dan satu gelas susu, maka aku memilih susu, lalu Jibril berkata kepadaku, “Engkau telah memilih fitrah (kesucian)

Kemudian Buraq tersebut naik bersama Rasulullah ke langit, Jibril pun meminta agar dibukakan pintu langit, lalu ia ditanya, “Siapa engkau?”. Jibril menjawab, “Jibril”. Jibril ditanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”. Jibril menjawab, “Muhammad”. Jibril ditanya lagi, “Apakah dia telah diutus?”. Ia menjawab, “Dia telah diutus”.

Kami pun dibukakan pintu, lalu aku (Nabi-red) bertemu Adam ‘alaihis salam. Beliau menyambutku dan mendo’akan kebaikan untukku.

Begitu pula Rasulullah, Jibril dan Buraq naik ke langit ke-2 dan bertemu Nabi Isa dan Nabi Yahya. Kemudia naik ke langit ke-3 bersama Buraq lalu beliau bertemu Nabi Yusuf ‘alaihis salam. Kemudian di langit ke-4 beliau bertemu Nabi Idris alaihissalam, di langit ke-5 beliau bertemu dengan Nabi Harun. Kemudian ke langit ke-6 bertemu dengan Nabi Musa. Semua mendoakan kebaikan untuk beliau.

Lalu naik ke langit ke-7 dan beliau bertemu dengan Nabi Ibrahim yang sedang menyandarkan punggungnya di Baitul Makmur, di mana tempat itu setiap harinya dimasuki oleh 70.000 Malaikat dan mereka tidak kembali lagi sesudahnya.

Kemudian Nabi pergi ke sidratul muntaha yang dedaunannya seperti telinga gajah dan buah-buahnya seperti tempayan besar. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tatkala perintah Allah memenuhi sidratul muntaha, maka sidratul muntaha berubah dan tidak ada seorang pun dari makhluk Allah yang bisa menjelaskan sifat-sifat sidratul muntaha karena keindahannya. Maka, Allah Ta’ala memberiku wahyu dan mewajibkan kepadaku shalat 50 kali dalam sehari semalam”

Kemudian beliau turun dan bertemu Musa ‘alaihis salam, lalu ia bertanya, “Apa yang diwajibkan Rabb-mu terhadap ummatmu?”. Aku menjawab, “Shalat 50 kali”. Dia berkata, “Kembalilah kepada Rabb-mu dan mintalah keringanan, karena sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu melakukan hal itu. Sesungguhnya aku telah menguji bani Israil dan aku telah mengetahui bagaimana kenyataan mereka

Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Aku akan kembali kepada Rabb-ku”. Lalu aku memohon, “Ya Rabb, berilah keringanan kepada ummatku”. Maka aku diberi keringanan shalat 5 waktu. Lalu aku kembali kepada Musa ‘alaihis salam kemudian aku berkata padanya, “Allah telah memberiku keringanan (dengan hanya shalat) lima kali.” Musa mengatakan, “Sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu melakukan hal itu, maka kembalilah kepada Rabb-mu dan minta-lah keringanan”.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku terus bolak-balik antara Rabb-ku dengan Musa ‘alaihis salam sehingga Rabb-ku mengatakan, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya kewajiban shalat itu 5 kali dalam sehari semalam, setiap shalat mendapat pahala 10 lipat, maka lima kali shalat sama dengan 50 kali shalat. Barangsiapa berniat melakukan satu kebaikan, lalu ia tidak melaksanakannya, maka dicatat untuknya satu kebaikan, dan jika ia melaksanakannya, maka dicatat untuknya sepuluh kebaikan. Barangsiapa berniat melakukan satu kejelekan namun ia tidak melaksanakannya, maka kejelekan tersebut tidak dicatat sama sekali, dan jika ia melakukannya maka hanya dicatat sebagai satu kejelekan”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Kemudian aku turun hingga bertemu Musa, lalu aku beritahukan kepadanya, maka ia mengatakan, “Kembalilah kepada Rabb-mu dan mintalah keringanan lagi”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku telah berulang kali kembali kepada Rabb-ku hingga aku merasa malu kepada-Nya

 

Beberapa Hikmah

Pertama, Isra Mi’raj menunjukkan akidah yang benar tentang Allah, bahwa Allah itu tinggi ber-istiwa di atas langit. Hal itu terbukti dengan di –mi’raj– kannya Rasulullah untuk bertemu Allah ke langit. Kalau Allah tidak di langit, siapa yang memberi perintah shalat kepada Rasulullah?!

Kedua, mengambil sebab itu perlu. Lihat bagaimana Rasulullah mengikat Buraqnya, padahal kalau dipikir-pikir, siapa juga yang mau mengambil Buraq, kalau diambil pun, apa bisa ditunggangi?! Namun demikian Rasulullah tetap mengikatnya.

Ketiga, pelajaran tentang adab dan sopan santun. Lihat bagaimana Jibril, malaikat yang paling mulia, membawa Muhammad, manusia yang paling mulia. Namun kemulian mereka tidak membuat mereka sok, petantang-petenteng. Mereka tetap meminta izin kepada malaikat penjaga masing-masing langit untuk masuk.

Keempat, kemurahan Allah kepada umat Islam. Lihat bagaimana Allah menjadikan kita hanya dibebani 5 waktu shalat, namun pahalanya sama seperti 50 waktu shalatnya Bani Israil. Tak terbayang kalau kita dibebani shalat 50 waktu, shalat 5 waktu saja masih banyak yang bolong-bolong.

Kelima, agungnya perintah shalat, dan ini hikmah terbesar dari persitiwa Isra dan Mi’raj, diwajibkannya shalat kepada umat Islam, bahkan ia menjadi rukun ke-2 dalam agama ini setelah syahadat.

Catatan

Para ulama kaum muslimin berbeda pendapat tentang waktu terjadinya peristiwa Isra dan Mi’raj, apakah terjadi pada bulan Rajab?

Ringkasnya, tidak ada dalil Al Qur’an dan As Sunnah yang menyatakan bahwa Isra dan Mi’raj terjadi di bulan Rajab. Berikut nukilan dua ulama dari madzhab Syafi’i dan Hanbali.

Abu Syamah Asy Syafi’i mengatakan, “Sebagian pembuat cerita mengatakan bahwa peristiwa Isra terjadi pada bulan Rajab. Namun pendapat tersebut tidak benar dikalangan ulama hadits

Ibnu Rajab Al Hanbali mengatakan, “Diriwayatkan bahwa di bulan Rajab telah terjadi sebuah peristiwa penting (Isra dan Mi’raj –pen), tetapi tidak ada satu pun riwayat yang shahih tentang hal tersebut” (Al Bida’ Al Hauliyah, hal. 274 –red)

Masih banyak pelajaran tentang Isra Mi’raj yang bisa kita kaji. Semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat.

 

Penulis : Ustadz Amrullah Akadhinta, S.T. (Alumnus Ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)

Pemuraja’ah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *