Seputar Adzan Yang Jarang Diketahui

Edisi 1825

Adzan merupakan panggilan dan seruan sebagai penanda telah masuknya waktu sholat (dekatnya ditegakkan sholat). Dahulu sebelum ada syariat adzan para sahabat saling memanggil untuk melaksanakan sholat berjamaah. Kemudian para sahabat saling mengusulkan pendapat agar ada tata cara untuk menandakan waktu sholat telah tiba. Diantara para sahabat ada yang memberikan pendapat untuk memukul lonceng seperti Nasrani atau meniup terompet seperti Yahudi. Maka Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam meminta bilal memanggil orang-orang untuk sholat (panggilan ini bukan adzan yang kita kenal saat ini).

Dari Ibnu Umar radiyallahu anhu, “Kaum muslimin dahulu ketika datang di Madinah, mereka berkumpul lalu memperkira-kirakan waktu sholat, tanpa ada yang menyerunya, lalu mereka berbincang-bincang pada satu hari tentang hal itu. Sebagian mereka berkata, gunakan saja lonceng seperti lonceng yang digunakan oleh Nashrani. Sebagian mereka menyatakan, gunakan saja terompet seperti terompet yang digunakan kaum Yahudi. Lalu ‘Umar berkata, “Bukankah lebih baik dengan mengumandangkan suara untuk memanggil orang shalat.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Wahai Bilal bangunlah dan panggillah orang-orang untuk sholat.”  (H.R. Bukhari no. 604 dan Muslim no. 377).

Adzan yang kita kenal saat ini berdasarkan mimpi Abdullah bin Zaid dan Umar bin Khattab yang dibenarkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam (Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud, no. 499; Ibnu Majah, no. 706; Ad Darimi (1/214-215); At Tirmidzi, no. 189; Ahmad dalam Musnad-nya (4/43))

Sekilas adalah sejarah disyariatkannya adzan, selanjutnya dalam buletin kali ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan adzan yang jarang diketahui oleh umat muslim.

 

Adzan Wajib atau Sunnah?

Para Ulama sepakat bahwa adzan dan iqomah merupakan dua hal yang disyariatkan berdasarkan dalil dan ijma’ . Secara ringkas Ulama berpeda pendapat, ada yang mengatakan sunnah muakadah, fardhu kifayah dan ada yang berpendapat wajib dan menjadi syarat sah sholat (Lihat Ahkamul Adzan wal Iqomah, karya Syaikh Al-Albani hal. 14).

Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Jika waktu shalat telah tiba, salah seorang di antara kalian hendaknya mengumandangkan azan untuk kalian. ” (H.R. Bukhari no. 631 dan Muslim no. 674).

Dalam sabda lain, “Tidaklah tiga orang di suatu desa, tidak mengumandangkan azan dan tidak didirikan salat berjamaah di lingkungan mereka, melainkan setan telah menguasai mereka.” (H.R. Abu Daud (547), an-Nasa’i (847) dan Ahmad (21710)).

Jika dilihat dari dalilnya maka hukumnya sunnah muakkadah, dan menjadi fardhu kifayah pada masjid yang didalamnya di tegakkan sholat maktubah (sholat lima waktu) (Amasail muhimmah fil adzan wal iqomah hal. 15)

 

Tambahan Lafadz Adzan

Tidak disyariatkan adanya tambahan dalam lafadz adzan kecuali pada dua keadaan, yaitu:

  1. Tambahan lafadz “as-sholatu khoirum minan naum“ dalam adzan pertama untuk sholat subuh.
  2. Tambahan lafadz adzan “ as-sholatu fi rihalikum/as- sholatu fi buyyutikumketika keadaan sangat dingin dan hujan yang deras, sehingga menyulitkan jamaah untuk pergi.

Ibnu Umar mengatakan, “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mu’adzin ketika keadaan malam itu dingin dan berhujan, untuk mengucapkan ‘Alaa shollu fir rihaal’ [hendaklah kalian shalat di rumah kalian.” (H.R. Muslim no. 1632)

 

Disyariatkan adzan bagi orang yang sholat sendiri

Disunnahkan untuk azan dan iqamah bagi orang yang salat sendirian atau tertinggal dari jamaah di masjid dan juga bagi wanita selama tidak ada laki-laki di sekitarnya.

Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika Engkau berada di tengah-tengah kambing gembalaanmu atau lembahmu, lalu Engkau hendak mengumandangkan azan untuk salat, maka keraskanlah suaramu. Sebab tidaklah jin, manusia, atau sesuatu yang mendengar suara muazin kecuali mereka akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat.”  (H.R. Bukhari No. 609).

Terdapat juga riwayat yang sahih dari praktik Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Dari Abi Usman, dia berkata, Anas bin Malik pernah bertemu kami di masjid Bani Tsa’labah. Beliau bertanya, ‘Apakah kalian sudah salat?’ Kami menjawab, ‘Sudah.’ Dan ketika itu (waktu) salat subuh. Lalu beliau menyuruh salah seorang untuk azan dan iqamah, kemudian beliau mengimami salat subuh bersama rombongannya.” (H.R. Abu Ya’la No. 4355)

Apabila azan yang dikumandangkan sebelumnya sudah cukup, tentu Anas radhiyallahu ‘anhu membiarkannya (tanpa menyuruh salah seorang untuk kembali mengumandangkan azan).

 

Menjawab adzan bagi yang mendengar dan berdoa setelahnya

Menjawab adzan ternyata bukan amal yang nilainya ringan. Sekalipun hanya mengucapkan seperti yang diucapkan muadzin, namun islam menghargainya sebagai amal besar. Ada banyak sekali keutamaan amalan sederhana ini, berikut diantaranya:

Dari Umar bin Khatab Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda, “Ketika muadzin mengumandangkan, Allahu akbar.. Allahu akbarLalu kalian menjawab: Allahu akbar.. Allahu akbar.. Kemudian muadzin mengumandangkan, Asyhadu anlaa ilaaha illallaah... Lalu kalian menjawab, Asyhadu anlaa ilaaha illallaah.. dst… hingga akhir adzan. Siapa yang mengucapkan itu (dengan yakin) dari dalam hatinya (ikhlas) maka akan masuk surga.” (H.R. Muslim No. 385)

Dalam sabda lain, “Ucapkan seperti yang diucapkan muadzin, jika kamu telah selesai, berdoalah maka kamu akan diijabahi (dikabulkan).” (H.R. Abu Daud 524, Ibn Hibban 1695 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)

 

Apakah Dianjurkan Menjawab iqomah?

Ketika mendengar iqomah maka di jawab sebagaimana jawaban ketika mendengar adzan, karena iqamah adalah adzan kedua, sehingga dijawab sebagaimana adzan. 

Diantara dalil jumhur ulama, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut iqamah dengan adzan, “Di semua antara dua adzan ada shalat sunah.” (Muttafaq alaih)

Makna dua adzan pada hadis di tersebut adalah adzan dan iqamah. Sehingga status iqamah sama dengan adzan.

Gaji untuk muadzin

Bagi seorang muadzin yang harus pertama kali ia niatkan adalah ikhlas karena Allah Taala, dan tidak menuntut gaji dalam adzannya, misal dengan mengatakan,” Saya akan adzan jika di gaji, dan tidak mau adzan jika tidak di gaji” maka ini tidak sepatutnya di lakukan oleh muadzin.

Dalam hadis dari Utsman bin Abil Ash radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan, “Ambilah muadzin yang tidak meminta upah untuk adzannya. (H.R. Ahmad No. 16270 dan An-Nasai No. 680, dishahihkan al-Arnauth)

Meskipun demikian, jika seandainya ia sudah ikhlas dalam mengumandangkan adzan, lau datang padanya rizki atau ada orang yang memberikan sesuatu tanpa diminta maka boleh diterima karena itu merupakan rizki dari Allah Ta’ala.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Mengenai upah untuk ibadah dalam hal ini dibedakan antara orang yang butuh upah dan selainnya. Itulah yang lebih tepat. Jika seseorang membutuhkan upah, ia tetap niatkan amalannya itu karena Allah, masih boleh baginya untuk mengambil upah dalam ibadah. Karena nafkah pada keluarga itu wajib dan boleh sesuatu yang wajib dibayarkan dengan upah ini. Sedangkan orang kaya tidaklah butuh pada upah ini karena nantinya ia termasuk orang yang beramal pada selain Allah.”  (Majmu’ah Al-Fatawa, 3:207)

 

Keutamaan Adzan

Ada banyak sekali keutamaan adzan dan iqomah. Disini kami cantumkan beberapa untuk menyemangati kaum muslimin agar senantiasa mengumandangkan adzan.

  1. Dari Abu said al khudri Radhiallahuanhubahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah ada sesuatu pun yang mendengar suara muazdin (jangkauannya) baik jin, manusia dan apapun (hewan, batu dll) kecuali akan menjadi saksi atasnya di hari kiamat (atas amalan sholihnya tersebut)“ (H.R. Bukhari)
  2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, Para muadzin mereka adalah orang yang paling panjang lehernya di hari kiamat “. (H.R. Muslim) Para ulama menjelaskan makna paling panjang lehernya beberpa pendapat, Orang yang paling banyak hiasanya di hari kiamat, karena banyaknya pahala; 2. Mereka adalah pimpinan kelak di hari kiamat, karena orang arab menyifati pemimpin dengan orang yang panjang lehernya; 3. Orang yang paling banyak amalanya; 4. Orang yang paling cepat masuk surga.

Demikian secara ringkas mengenai beberapa hal yang mungkin belum diketahui banyak orang. Semoga dapat menambah motivasi kita untuk menjadi muadzin. Wallahu a’lam.

 

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd. (Peraih ijazah sanad adzan dan juara 1 musabaqoh adzan tingkat Provinsi DIY tahun 2008)

 

Dimurajaah oleh Ustaz Abu Salman, B.I.S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *