Pilar-Pilar Tegaknya Ibadah

Edisi 2012

  • Ibadah adalah melakukan segala sesuatu yang dicintai Allah,berupa perkataan atau perbuatan, lahir atau batin
  • Syarat diterimanya ibadah: ikhlas untuk Allah dan benar sesuai syariat
  • Keikhlasan akan terwujud dengan 3 pilar: rasa cinta, takut, harap
  • Cinta (mahabbah) adalah pokok ibadah, perlu dibuktikan dengan meneladani ibadah Rasulullah
  • Rasa harap (roja`) untuk dikaruniai berbagai kebaikan serta diterimanya amal kita, yang disertai perendahan diri dan ketundukan kepada Allah dengan sebenar-benarnya
  • Takut (khouf), yang mencegah dari maksiat dan memotivasi untuk beribadah dan berdakwah
  • Harapan yang terpuji dibuktikan dengan ketaatan kepada Allah di atas ilmu yang benar, berbeda dengan angan-angan kosong yang tercela yang ditandai dengan ingin diterimanya taubat namun terus melakukan dosa tersebut
  • Berharap surga dan takut neraka tak mengurangi keikhlasan, bahkan itulah yang diperintakan Rasulullah

<>

Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, satu-satunya Rabb yang berhak untuk diibadahi. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarganya, para shahabatnya, dan orang-orang yang selalu mengikuti mereka hingga hari akhir.

Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala, di antara tujuan diciptakannya kita ke dunia adalah agar kita senantiasa hanya beribadah kepada Allah Ta’ala sebagaimana firman-Nya,

<{وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ}>

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah hanya kepada-Ku” (Q.S. Adz Dzariyat : 56).

Oleh sebab itu, kita hendaknya benar-benar memperhatikan masalah ibadah dan unsur-unsur yang menjadikan ibadah kita menjadi baik dan benar.

Definisi ibadah

Secara bahasa, ibadah adalah merendahkan diri dan tunduk (Hushulul Ma’mul, hal. 42). Secara istilah, ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan, lahir maupun batin (Al ‘Ubudiyah, hal 38).

Ibadah mempunyai dua syarat agar diterima oleh Allah Ta’ala, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir rahimahullah di dalam tafsirnya, ”Dua hal ini merupakan dua syarat diterimanya amal ibadah : [1] haruslah berupa ibadah yang ikhlas untuk Allah dan [2] benar yaitu sesuai syari’at yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” (Shahih Tafsir Ibnu Katsir, 3/57).

Keikhlasan itu sendiri akan terwujud dengan sempurna apabila ditopang oleh pilar-pilar ibadah.

Pilar ibadah

Ibadah seorang hamba harus dibangun di atas tiga pilar, yang mana harus terkumpul seluruhnya pada setiap muslim. Ibadah seseorang tidak akan benar dan sempurna kecuali dengan adanya pilar-pilar tersebut. Bahkan sebagian ulama mengatakannya sebagai ‘rukun ibadah’.

Tiga hal itu adalah rasa cinta, takut dan harap. Seorang hamba harus menghadirkan ketiga pilar ini, yaitu cinta, harap, sekaligus takut, di dalam setiap ibadahnya. Jika hilang salah satunya, maka ibadahnya menjadi tidak sempurna.

Allah Ta’ala berfirman,

<{أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا}>

“Mereka (para nabi dan orang-orang shalih) yang diseru oleh orang-orang musyrik itu, mereka sendiri mencari washilah (jalan) kepada Rabb mereka, (saling berlomba) siapa di antara mereka yang paling dekat kepada-Nya. Mereka juga mengharapkan rahmat-Nya dan mereka juga takut akan adzab-Nya. Sungguh adzab Tuhanmu memang harus ditakuti.” (Q.S. Al Isra’ : 57).

Syaikh ‘Abdurrahman As Si’di rahimahullah menjelaskan ayat di atas, “Cinta, harap dan takut merupakan tiga karakter yang disifatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada diri orang-orang shalih yang dekat dengan-Nya. Tiga hal ini merupakan pondasi sekaligus inti dalam segala kebaikan. Apabila sempurna ketiganya, maka sempurna pula kebaikannya.” (Taisirul Karimir Rahman, hal. 435).

[1] Cinta (Mahabbah)

Bagi seorang hamba, cinta adalah pilar ibadah yang paling penting, karena cinta adalah pokok dari ibadah. Oleh karena itu, kecintaan yang paling agung dan mulia di dalam kehidupan kita ini adalah kecintaan kita kepada Allah Ta’ala.

<{وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ}>

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat besar cintanya kepada Allah” (Q.S. Al Baqarah : 165).

Kemudian cinta kita kepada Allah Ta’ala sebagai pilar ibadah haruslah kita buktikan. Salah satu bukti kecintaan kita kepada Allah Ta’ala adalah dengan meneladani ibadah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga meneladani beliau dalam setiap perkara.

<{قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ}>

Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.” (Q.S. Ali Imran: 31).

[2] Harap (Raja`)

Rasa harap yang dimaksud antara lain adalah harapan akan diterimanya amal kita, harapan kita agar dimasukkan ke dalam surga, berjumpa dengan Allah Ta’ala, dosa-dosa kita diampuni, dijauhkan dari neraka, diberikan kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat, dan lain sebagainya.

<{إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَاجَرُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أُو۟لَٰٓئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ ٱللَّهِ ۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ}>

Orang-orang yang beriman dan yang berhijrah serta berjihad di jalan Allah, merekalah orang-orang yang mengharap rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. Al Baqarah : 218).

Rasa harap ini (yakni yang bernilai ibadah -red) mengandung dua unsur, yaitu adanya perendahan diri (serendah-rendahnya) dan ketundukan (sepasrah-pasrahnya) kepada yang diharapkan. Maka rasa harap yang mengandung dua unsur tersebut hanya boleh diberikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga barangsiapa yang memiliki rasa harap yang seperti ini kepada selain Allah, maka ia telah terjatuh dalam kemusyrikan (Hushulul Ma’mul, hal. 81).

Perbedaan harapan yang terpuji dengan harapan yang tercela

Selain itu, hendaknya kita memperhatikan perbedaan rasa harap yang terpuji dengan angan-angan kosong yang tercela. Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan hafizhahullah menjelaskan, “Ketahuilah bahwa rasa harap terdiri dari dua jenis,

  1. Rasa harap yang tepuji, semisal rasa harap terhadap pahala dari Allah ketika seseorang melaksanakan ketaatan kepada Allah di atas ilmu/cahaya Allah. Demikian juga rasa harap akan diterimanya taubat yang ada pada orang yang bertaubat dari perbuatan dosa.
  2. Rasa harap yang tercela, semisal rasa harap akan diterimanya taubat dari sebuah dosa seseorang yang senantiasa melakukan dosa tersebut. Maka rasa harap yang demikian bukanlah rasa harap melainkan sebuah ketertipuan, angan-angan kosong, dan rasa harap yang palsu”

(lihat Hushulul Ma’mul, hal. 82).

[3] Takut (Khauf)

Dengan adanya rasa takut, seorang hamba akan termotivasi untuk rajin mencari ilmu, beribadah kepada Allah Ta’ala semata, serta berdakwah agar bebas dari murka dan adzab-Nya. Selain itu, rasa takut inilah yang juga dapat mencegah keinginan seseorang untuk berbuat maksiat.

<{ٱلَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُم بِٱلْغَيْبِ وَهُم مِّنَ ٱلسَّاعَةِ مُشْفِقُونَ}>

“(Yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat.” (Q.S. Al Anbiya : 49).

Berharap surga dan takut akan neraka tidaklah mengurangi keikhlasan

Sebagian kaum muslimin berpandangan bahwa mengharap surga dan pahala serta takut akan dosa dan masuk neraka akan mengurangi keikhlasan. Bahkan di antara mereka ada yang berkeyakinan bahwa orang yang tidak takut akan siksa neraka serta tidak mengharap surga dalam setiap ibadahnya merupakan tanda semakin ikhlasnya hati dan semakin tingginya kedudukan. Keyakinan yang demikian adalah keyakinan yang tidak tepat. Hal ini bisa ditinjau dari dua sisi :

  1. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallammemerintahkan kita untuk meminta surga yang tertinggi sebagaimana dalam hadits shahih, “Apabila kalian meminta (berdoa) kepada Allah, maka mintalah Firdaus yang tertinggi. Sesungguhnya ia adalah surga yang paling tengah dan paling tinggi” (R. Bukhari no. 7873).
  2. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan manusia paling bertaqwa, manusia yang paling tinggi tingkatannya, pun berdo’a kepada Allah, “Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu surga dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka” (R. Abu Dawud).

Dan juga hadits, “Sesungguhnya do’a yang sering diucapkan Nabi adalah, Rabbanaa aatinaa fiddun-yaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaaban naar“ (Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka) (H.R. Bukhari no. 6389).

Maka yang benar adalah rasa harap akan surga dan takut akan neraka tidaklah mengurangi keikhlasan seseorang, bahkan hal itu yang merupakan perkara yang dituntunkan oleh syari’at dan di cintai oleh Allah Ta’ala serta menjadi penyempurna dalam setiap ibadah dan doa kita.

Demikianlah penjelasan tentang pilar ibadah yang kita lakukan. Hendaknya ibadah kita dilandasi dengan pilar-pilar yang benar, yakni dengan rasa cinta, harap, dan takut, yang kesemuanya harus ada dalam diri setiap kita agar kita bisa menjadi seorang mukmin yang sempurna. Wallahu A’lam.

Penulis : Nizamul Adli Wibisono, A.Md (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Murajaah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *