Muslim Sejati Sepanjang Masa

Edisi 2022

Menjadi muslim yang baik memerlukan modal ilmu yang benar sebagai landasan, diikuti dengan amalan dan pengamalan ilmu tersebut

Ilmu agama adalah cahaya yang menerangi jalan seseorang, membimbing dalam beribadah dan muamalah, mengetahui yang halal dan haram, serta menjauhi perbuatan dosa terbesar, yaitu syirik

Pentingnya mengamalkan ilmu yang didapat, karena ilmu yang tidak diamalkan dapat menjadi bumerang di hari kiamat

Adapun setelah memperoleh ilmu adalah menyampaikannya kepada manusia, menyebarkan ilmu yang dimiliki agar bermanfaat bagi orang lain. Proses ini harus dilakukan dengan adab dan akhlak yang baik

Seorang muslim harus mengisi waktunya dengan hal-hal yang bermanfaat dan menjauhi yang tidak berguna. Lingkungan yang positif dan teman yang saleh  juga membantu dalam mencapai tujuan kebaikan

Menjadi seorang muslim yang saleh adalah cita-cita dan dambaan setiap insan yang masih memiliki fitrah yang bersih. Apalagi dalam kehidupan di zaman sekarang yang serba modern, segala macam informasi dan akses terbuka lebar dan bisa digapai oleh siapa saja. Tentu saja hal ini diibaratkan pisau bermata dua. Satu sisi bisa mendukung cita-cita menjadi muslim yang saleh, satu sisi bisa menghalangi bahkan bisa menjerumuskan seseorang, menjauhkannya dari cita-cita mulia dan mencampakkannya ke dalam jurang kehancuran.

Tentu menjadi seorang muslim yang baik butuh modal, diawali dengan ilmu yang benar, yang akan menuntun ia ke jalan yang lurus, kemudian mengamalkan ilmu tersebut. Berdakwah (menyampaikan ilmu yang diperoleh) termasuk dalam pengamalan ilmu dan sebagai bentuk menjaga ilmu yang telah Allah ajarkan padanya. Dalam melaksanakan itu semua, tentunya dihiasi dengan adab dan akhlak yang baik. Hal yang terpenting dalam melaksanakan itu semua harus dengan ikhlas, hanya mengharapkan balasan dari Allah semata.

Mempelajari Ilmu Agama

Orang yang memiliki ilmu agama memiliki kedudukan dan kemuliaan lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak memiliki ilmu. Hal ini Allah tegaskan dalam firman-Nya,

 ”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Q.S. Al-Mujadilah : 11).

Allah mengangkat derajat orang yang berilmu di dunia dengan kemuliaan dan di akhirat dengan pahala yang Allah lebihkan daripada yang lainnya (Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar). Ilmu agama ibaratkan cahaya yang menerangi jalan seseorang. Tidak mungkin kita bisa tahu cara beribadah yang benar seperti salat, puasa, umrah, haji, kalau bukan dengan Ilmu yang Allah ta’ala ajarkan kepada kita melalui bimbingan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tidak mungkin bisa tahu mana yang halal dan haram kalau bukan dengan ilmu. Tidak mungkin bisa memiliki tauhid dan menjauhi perbuatan syirik kalau bukan dengan ilmu. Oleh karenanya ilmu itu penting dan lebih utama sebelum seseorang beramal.

Allah Ta’ala berfirman : “Maka ilmuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan yang berhak disembah) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan.” (Q.S. Muhammad : 19). Berdasarkan ayat ini, Imam Bukhari dalam Shahihnya membuat bab berjudul “Ilmu sebelum perkataan dan amal”. Hal ini karena Allah memulai ayat-Nya dengan ilmu (ketahuilah) sebelum perintah yang lainnya. (Taqribul Wushul ilaa Tsalatsatil Ushul, Syaikh Dr. Mansur As-Shaq’ub, hal. 43).

Mengamalkan Ilmu

Buah dari ilmu adalah amal. Tujuan utama dari mempelajari ilmu adalah dengan mengamalkannya. Ilmu yang diamalkan akan menjadi hiasan dan keindahan bagi pemiliknya. Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Ilmu semakin kuat di benak jika diamalkan. Jika tidak, ilmu itu lambat laun akan hilang.

Ilmu yang diamalkan akan menjadi pembela di hari kiamat kelak, sementara ilmu yang tidak diamalkan akan menjadi penuntut yang akan menyudutkannya. Seseorang yang tidak mengamalkan ilmu terancam dengan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut,

 “Ada seseorang yang didatangkan pada hari kiamat lantas ia dilemparkan dalam neraka. Usus-ususnya pun terburai di dalam neraka. Lalu dia berputar-putar seperti keledai memutari penggilingannya. Lantas penghuni neraka berkumpul di sekitarnya lalu mereka bertanya, “Wahai fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu dahulu yang memerintahkan kami kepada kebaikan dan yang melarang kami dari kemungkaran?” Dia menjawab, “Memang betul, aku dulu memerintahkan kalian kepada kebaikan tetapi aku sendiri tidak mengerjakannya. Dan aku dulu melarang kalian dari kemungkaran tapi aku sendiri yang mengerjakannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Mendakwahi Manusia Menuju Allah

Ketika seseorang telah mengetahui kebenaran dan telah berhasil mengamalkannya, maka ada kewajiban yang harus ia lakukan, yaitu mendakwahi manusia kepada ilmu yang telah ia raih tersebut. Hal ini karena ilmu itu ibarat kebaikan dan cahaya. Tidak sepatutnya ia tahan hanya untuk dirinya dan tidak disampaikan kepada orang lain. Bukankah ilmu yang telah sampai kepadanya itu juga melalui dakwah, ada orang yang mengajak dan mengajarkan padanya? Bukankah ilmu Agama ini sampai kepada kita karena para shahabat berdakwah, dilanjutkan oleh Tabi’in, Tabiut Tabi’in dan seterusnya hingga guru yang mengajarkan?

Sebaik-baik manusia adalah orang yang belajar, memiliki ilmu, kemudian mengamalkannya, lalu mendakwahkannya. Allah Ta’ala berfirman,

 “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Q.S. Fusshilat : 33).

Berdakwah tidak harus selalu melalui lisan apalagi harus di podium saja, tetapi bisa dengan perbuatan, menjadi teladan yang baik, atau menggunakan sarana apa pun yang baik. Tidak lupa juga, dalam berdakwah juga menggunakan strategi prioritas, mendahulukan yang paling penting, baru kemudian ke level di bawahnya, dan seterusnya (Taqribul Wushul ilaa Tsalatsatil Ushul, Syaikh Dr. Mansur As-Shaq’ub, hal. 33-35)

Adab Yang Baik Dan Akhlak Yang Mulia

Dalam belajar, beramal, dan dakwah terutama, membutuhkan adab dan akhlak yang baik. Hal ini termasuk keindahan Islam yang memperhatikan kemuliaan akhlak dalam interaksi dengan manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

“Sesungguhnya aku hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang luhur.” (H.R. Bukhari dan Ahmad).

Makna paling ringkas tentang akhlak yang mulia adalah 3 poin; (1) tidak menyakiti orang lain, (2) berbuat baik pada orang lain, dan (3) bersabar ketika disakiti saat berinteraksi. Sebagian ulama menambahkan poin keempat, yaitu wajah yang ceria. (Syarh Arba’in Nawawiyyah, Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin, 234). Dengan menerapkan adab dan akhlak yang mulia, seseorang akan menyempurnakan proses ia belajar, beramal, dan berdakwah.

Sukseskan dengan Manajemen waktu yang baik dan lingkungan yang mendukung

Prinsip seorang muslim yang baik adalah selalu mengisi waktunya dengan hal yang bermanfaat, baik manfaat itu di dunia, apalagi di akhirat kelak. Ia adalah orang yang sangat pelit dengan waktunya dan tidak akan dihabiskan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara (tanda) kebaikan Islam seseorang adalah (dia) meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Lingkungan yang mendukung juga sangat membantu hal ini, karena teman yang baik akan menjadi motivasi dan contoh buat dia juga ingin melakukan hal yang baik, dan sebaliknya, teman yang buruk akan menyeret dia perlahan menuju keburukan juga. Itu semua telah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingatkan dalam sabdanya,

 “Seseorang akan mengikuti kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (H.R. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad).

Terlebih khusus di Yogyakarta, ada beberapa yayasan yang menaungi wisma muslim/muslimah dan dibekali dengan kurikulum yang baik seperti hafalan Al-Quran dan Hadits. Ada juga beberapa Ma’had yang mengajarkan Tahsin Al-Quran, Bahasa Arab dasar, dan Ilmu Agama dasar. Tinggal kita memohon taufik dan hidayah dari Allah ta’ala agar memudahkan kita mengikuti dan memanfaatkannya.

Ditulis : dr. Agung Panji Widiyanto, M.Med.Sc., Sp.PK (Alumnus Ma’had Al Ilmi)

Dimurajaah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *