Ketahui 9 Jenis Pemberian

<> 

  • Beberapa hukum & aturan terkait pemberian dalam Islam:

Jenis

Ringkasan Penjelasan

Infaq

Semua pembelanjaan harta dalam kebaikan (wajib / sunnah / mubah)

Sedekah

Umumnya : harta yang diberikan kepada orang lain karena mengharap pahala; khususnya : zakat

Nafkah

Pengeluaran harta kepada tanggungan secara ma’ruf dan mencukupi untuk keperluan makanan pokok, pakaian, dan tempat tinggal beserta turunannya (wajib)

Zakat

Sejumlah harta tertentu yang diberikan kepada golongan tertentu (wajib)

Hadiah

Pemberian untuk memupuk rasa sayang dan cinta (sunnah)

Hibah

Pemberian agar penerimanya mendapat manfaat, tanpa melihat adanya pahala maupun maksud memunculkan kasih sayang (sunnah)

Wakaf

Menahan pokok barang untuk dimanfaatkan dengan niat ibadah / sedekah jariyah yang pahalanya dapat mengalir walau pemberinya telah wafat (sunnah)

Wasiat

Perintah seseorang kepada selain ahli waris untuk bermuamalah/berbuat baik dengan hartanya setelah ia wafat

Waris

Harta peninggalan mayit yang menjadi hak ahli waris (wajib)

 

<> 

Ada beberapa pemberian dalam Islam, hendaknya setiap muslim mengetahui hukum dan aturannya seluruhnya.

Infaq

Infaq berasal dari kata anfaqa – yunfiqu, maknanya adalah membelanjakan harta. Dalam istilah syar’i, infaq dimaknai dengan pembelanjaan harta pada hal kebaikan saja (Mu’jamul Wasith). Oleh karena itu, infaq mencakup sedekah, nafkah, zakat, hibah, hadiah dan semua bentuk pengeluaran harta yang baik, mencakup yang wajib, sunnah, maupun yang mubah.

Sedekah

Sedekah secara umum maknanya adalah harta yang diberikan kepada orang lain karena mengharap pahala, mencakup sedekah yang wajib seperti zakat dan nafkah untuk istri serta yang sunnah. Secara khusus, sedekah sering dimaknai sebagai zakat. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah (23/226)).

Allah berfirman,

<{…خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ}>

(artinya:) “Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka...” (Q.S. At Taubah: 103).

Nafkah

Nafkah secara bahasa sama dengan infaq, yang pada dasarnya bermakna mengeluarkan harta dalam hal kebaikan (Al Fiqhul Muyassar (1/337)).

Secara istilah, An Nafaqah atau nafkah berarti pengeluaran harta kepada tanggungan seseorang secara ma’ruf dan mencukupi untuk keperluan makanan pokok, pakaian, dan tempat tinggal, beserta turunannya. (Al Fiqhul Muyassar (1/337)).

Nafkah hukumnya wajib atas para suami kepada keluarganya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Allah Ta’ala berfirman,

<{ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ…}>

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (Q.S. An Nisa: 34).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan potongan ayat “dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka” yaitu berupa mahar, nafkah, dan tanggungan yang Allah wajibkan kepada para lelaki untuk ditunaikan terhadap istri mereka. (Tafsir Ibnu Katsir, 2/292).

Zakat

Zakat secara bahasa artinya An Nama’ (pertumbuhan) atau Ath Thaharah (mensucikan). Secara istilah, zakat adalah bentuk ibadah kepada Allah dengan mengeluarkan sebagian harta yang wajib dikeluarkan, dengan jenis harta tertentu dan diberikan kepada golongan tertentu (Asy Syarhul Mumthi’, 6/13).

Zakat hukumnya wajib dalam Islam. Allah Ta’ala berfirman,

<{…  وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ…}>

 “… Dirikanlah shalat dan bayarlah zakat(Q.S. Al Muzammil: 20).

Harta yang dikenai zakat hanya sebatas yang terdapat dalilnya bahwa ia dikenai zakat setelah memenuhi seluruh syarat dan rukunnya, bukan semua harta. Yaitu [1] emas, perak, dan termasuk semua alat pembayaran (salah satunya uang); [2] hewan ternak; [3] hasil pertanian dan perkebunan; [4] barang dagangan; [5] barang tambang; [6] harta “karun”.

Hadiah

Hadiah adalah pemberian yang mengharapkan timbulnya rasa sayang dan cinta (Al Qawaidul Ushulul Jami’ah), seperti hadiah dari anak kepada orang tuanya dan semisalnya. Memberikan hadiah hukumnya mustahab (dianjurkan).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya kalian saling memberi hadiah, sehingga kalian akan saling mencintai.” (H.R. Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad, no. 594.).

Dianjurkan pula untuk menerima hadiah jika ada yang memberinya. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam senantiasa menerima hadiah dan membalasnya.” (H.R. Bukhari no. 2585).

Hibah

Hibah secara bahasa artinya pemberian. Hibah adalah pemberian yang bertujuan untuk memberikan suatu manfaat bagi yang diberikan, tanpa melihat adanya pahala atau tidak, dan tanpa mengharapkan timbulnya rasa sayang dan cinta (Syarah Al Qawaid wal Ushul Al Jami’ah lil Hazimi, 5/18). Contohnya adalah hibah atasan kepada karyawannya, dan semisalnya. Hibah hukumnya sunnah dan berpahala jika diniatkan untuk mencari ridha Allah.

Orang yang memberi sedekah, hibah, atau hadiah, tidak boleh meminta kembali pemberiannya tersebut setelah diberikan, kecuali bagi orang tua kepada anaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal seseorang memberikan pemberian kemudian ia memintanya kembali, kecuali orang tua terhadap pemberian yang ia berikan kepada anaknya.” (H.R. Tirmidzi no. 2132, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Wakaf

Wakaf atau waqf secara bahasa artinya menahan. Secara istilah, wakaf artinya menahan suatu barang yang bisa bermanfaat bagi manusia, namun dengan tetap mempertahankan pokok barangnya, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah (Al Fiqhul Muyassar, hal. 267). Wakaf hukumnya sunnah dan wakaf inilah yang sering disebut sebagai sedekah jariyah, yang pahalanya terus mengalir walau ia telah wafat.

Contoh wakaf selain wakaf tanah masjid adalah wakaf sawah untuk warga kampung. Pokok sawahnya dipertahankan tidak boleh dipindahtangankan atau diperjualbelikan, namun hasil panennya dibagikan kepada warga kampung untuk mereka makan.

Wakaf tidak identik dengan tanah. Semua barang yang bisa bertahan lama pokok barangnya dan bertahan lama manfaatnya bisa diwakafkan. Semisal wakaf kendaraan untuk operasional pesantren, dan lainnya.

Wasiat

Wasiat atau al washiyyah adalah perintah dari seseorang untuk melakukan suatu bentuk tasharruf (muamalah) atau suatu bentuk tabarru’ (perbuatan baik) dengan hartanya setelah dia wafat (Lihat Al-Mughni karya Ibnu Qudamah, 1: 10).

Wasiat di sini bisa berupa 2 bentuk:

(1) Tasharruf (muamalah), seperti pesan “Jika saya meninggal, tolong lunasi hutang-hutang saya, dan kuburkan saya di sebelah makam istri saya”, atau semisalnya.

(2) Tabarru’ (perbuatan baik) dengan harta, semisal pesan “Jika saya meninggal, tanah milik saya di tempat A saya wakafkan untuk masjid” atau semisalnya.

Wasiat hanya boleh diberikan maksimal 1/3 dari total harta mayit, tidak boleh seluruhnya kecuali atas izin semua ahli waris. Sebagaimana dalam hadits dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ’anhu, saat beliau mengajukan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam agar diizinkan memberi wasiat kepada orang lain sebesar 2/3 hartanya. Namun hanya diizinkan maksimal 1/3 dan itu sudah cukup banyak. (H.R. Bukhari no. 5659).

Waris

Warisan adalah harta yang ditinggalkan mayit yang telah berpindah tangan menjadi haknya para ahli waris (Al Fiqhul Muyassar, hal. 281). Waris dan wasiat sama-sama dibagi setelah mayit meninggal. Perbedaannya, wasiat tidak boleh ditujukan untuk ahli waris, dan waris hanya diterima oleh ahli waris. Adapun jika dibagikan sebelum mayit meninggal, maka itu disebut hibah. Hibah harus bersifat adil.

Dari Abu Umamah Al Bahili radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberikan hak setiap orang yang berhak mendapatkannya. Maka tidak boleh ada harta wasiat bagi ahli waris” (H.R. Abu Daud no. 2853, At Tirmidzi no. 2203, dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Harta waris dibagikan setelah hutang mayit terlunasi, keperluan pemakaman terselesaikan, dan wasiat telah dibagikan. Allah Ta’ala berfirman,

<{… مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ…}>

“… (warisan dibagikan) setelah menunaikan wasiat yang diwasiatkan oleh mayit atau setelah melunasi hutang (mayit)…” (Q.S. An Nisa: 11).

Pembagian warisan memiliki aturan dan kadar yang berbeda untuk masing-masing ahli waris, yang dibahas dalam ilmu faraidh atau ilmu mawarits.

Demikian penjelasan ringkas mengenai beberapa jenis pemberian dalam Islam. Semoga bermanfaat.

<> 

Penulis : Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.

Pemuroja’ah    : Ustadz Abu Salman, B.I.S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *