Dasar-dasar Ilmu Waris

Edisi 1942

<<<>>>

  • Ilmu waris mulai dilupakan muslimin, padahal itu terkait kewajiban dari Allah. Pembagian warisan tidak bisa sekadar berdasarkan hasil musyawarah, karena ada hak milik orang lain yang harus ditunaikan
  • Allah mengancam orang yang melanggar ketentuannya, termasuk ketentuan waris
  • Warisan: harta peninggalan orang wafat yang berhak dimiliki oleh ahli waris
  • Warisan dibagikan setelah biaya pengurusan jenazah, hutang, dan wasiat ditunaikan
  • Syarat warisan: orang yang meninggalkan warisan telah wafat, ahli warisnya masih hidup, ada sebab waris 
  • Tidak semua kerabat termasuk ahli waris. Ahli waris dari kalangan laki-laki ada 10 jenis, dari wanita ada 7 jenis
  • Buletin ini hanyalah pemantik agar kita bersemangat memelajari lebih lanjut ilmu waris, karena cakupannya luas dan kompleks

<<<>>>

Ilmu waris adalah salah satu cabang ilmu fiqih yang sudah mulai asing di tengah masyarakat Islam sendiri. Jarang sekali kaum Muslimin yang tergerak hatinya mempelajari ilmu waris. Lebih sedikit lagi yang mengamalkannya. Padahal ilmu waris ini adalah ilmu dari Allah dan Rasul-Nya dan dipelajari serta diajarkan oleh para ulama Islam sejak dahulu hingga sekarang. Oleh karena itu, dalam tulisan ini kami sedikit ingin memberikan gambar umum kepada kaum Muslimin tentang ilmu waris.

Apa itu harta waris?

Harta waris adalah harta peninggalan orang yang telah wafat yang berhak dimiliki oleh orang-orang yang ia tinggalkan. Wajib bagi setiap Muslim untuk memberikan perhatian terhadap urusan warisan, agar harta waris tidak dibagikan kepada yang tidak berhak mendapatkannya dan agar tidak dibagikan dengan cara yang tidak sesuai dengan syari’at, karena aturan waris ini adalah aturan dari Allah Ta’ala dan terkait dengan hak sesama manusia. Jangan sampai ada orang yang memakan harta yang menjadi hak orang lain secara batil. Allah Ta’ala berfirman,

<{وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ}>

“Dan janganlah sebahagian kalian memakan harta sebahagian yang lain dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kalian dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kalian mengetahui.” (Q.S. Al Baqarah: 188).

Ancaman bagi yang tidak mengikuti hukum waris

Sangat disayangkan, di zaman ini sedikit sekali kaum Muslimin yang perhatian terhadap hukum waris dan banyak yang meninggalkan aturan syariat dalam pembagian harta warisan. Mereka menganggap pembagian warisan dengan hasil musyawarah atau berdasarkan aturan yang mereka buat sendiri adalah yang paling adil.

Padahal aturan waris ini merupakan ketetapan Allah, dan Allah ancam orang-orang yang melanggarnya. Allah Ta’ala berfirman setelah menjelaskan aturan-aturan waris,

<{تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ يُدْخِلْهُ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا ۚ وَذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ}>

<{وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدْخِلْهُ نَارًا خَٰلِدًا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٌ مُّهِينٌ}>

“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. An Nisa: 13-14).

Maka wajib bagi semua Muslim untuk kembali kepada aturan syariat dan menerapkannya dalam kehidupannya termasuk pembagian harta warisan.

Warisan dibagikan setelah hutang dan wasiat

Harta waris dibagikan kepada ahli waris setelah harta peninggalan mayit digunakan untuk pengurusan jenazah, pelunasan hutang, dan penunaian wasiat dari mayit. Karena Allah Ta’ala berfirman,

<{…مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ…}>

“(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.” (Q.S. An Nisa: 11).

Misalnya total harta peninggalan mayit adalah 500 juta rupiah. Sedangkan biaya pengurusan jenazah sebesar 5 juta rupiah, dan ia memiliki hutang sebesar 100 juta rupiah serta berwasiat mewakafkan uangnya untuk masjid sebesar 50 juta rupiah. Maka harta yang dibagikan kepada ahli waris adalah 500 – 5 – 100 – 50 = 345 juta rupiah.

Warisan hanya untuk orang yang hidup

Harta waris hanya dibagikan kepada ahli waris yang masih hidup. Adapun ahli waris yang telah meninggal mendahului mayit, maka tidak ada jatah waris untuknya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan, “Syarat terjadinya warisan ada 3:
[1] Wafatnya muwarrits (pemilik harta) baik secara hakiki atau secara hukmiy (semisal orang yang hilang di lautan, lalu dianggap telah mati)
[2] Hidupnya ahli waris, walau hanya sebentar, baik secara hakiki atau secara hukmiy (seperti janin yang baru lahir)
[3] Diketahui adanya sebab waris (hubungan kekerabatan atau wala’) 

Adapun syarat hidupnya ahli waris setelah wafatnya muwarrits (yaitu syarat yang kedua), ini dikarenakan Allah Ta’ala menyebutkan hak-hak ahli waris dalam ayat-ayat waris dengan menggunakan huruf lam, yang menunjukkan tamlik (hak kepemilikan). Dan hak kepemilikan itu hanya ada pada orang yang hidup.” (Tashilul Faraidh, 14).

Ahli waris

Tidak semua orang yang memiliki hubungan keluarga menjadi ahli waris. Dan ahli waris tidak hanya anak saja, sebagaimana anggapan sebagian orang awam. Namun orang-orang yang menjadi ahli waris adalah sebagaimana yang disebutkan di dalam Surat An Nisa ayat 11 sampai ayat 13, serta surat An Nisa ayat 176. Secara umum, ahli waris ada dua: ahli waris dari kalangan laki-laki dan ahli waris dari kalangan wanita.

Ahli waris dari kalangan laki-laki ada 10 : [1] anak laki-laki, [2] cucu laki-laki dan terus ke bawah, [3] ayah, [4] kakek dan terus ke atas, [5] saudara laki-laki, baik saudara kandung, atau saudara seayah atau seibu, [6] anak laki-laki dari saudara kandung atau sebapak, [7] saudara laki-laki kandung dari ayah (paman), [8] anak laki-laki dari paman, [9] suami, [10] laki-laki yang pernah membebaskannya dari perbudakan.

Ahli waris dari kalangan wanita ada 7 : [1] anak perempuan, [2] anak perempuan dari anak laki-laki dan terus ke bawah, [3] ibu, [4] nenek, [5] saudari perempuan, baik saudari kandung, atau saudari seayah atau seibu, [6] istri, [7] wanita yang pernah membebaskannya dari perbudakan.

(Al Fiqhul Muyassar, hal. 283 – 284).

Beberapa aturan jatah waris

Ilmu waris adalah ilmu yang luas dan kompleks. Maka dalam tulisan singkat ini, kami hanya ingin menyampaikan sebagian aturan pembagian waris yang mungkin bermanfaat bagi masyarakat umum.

  1. Jatah waris anak laki-laki
  • Anak laki-laki mendapat ashabah (semua harta waris), bila dia sendirian dan tidak ada ahli waris yang lain.
  • Jika ada lebih dari satu anak laki-laki dan tidak ada ahli waris lain, maka mereka mendapatkan ashabah dibagi rata sesuai jumlah anak laki-laki yang ada.
  • Bila ada ahli waris lainnya yang selain anak, maka anak laki-laki mendapatkan semua sisa harta yang ada setelah dibagikan kepada ahli waris yang lain, bersama dengan anak perempuan jika ada.
  1. Jatah waris suami
  • Suami mendapat ½, bila tidak ada anak atau dan tidak ada cucu dari anak laki-laki.
  • Ia mendapat ¼, bila ada anak atau ada cucu.
  1. Jatah waris anak perempuan
  • Anak perempuan mendapat ½, bila dia seorang diri dan tidak ada anak laki-laki.
  • Bila ada dua atau lebih anak perempuan dan tidak ada anak laki-laki, maka mereka mendapat ⅔ dibagi rata sesuai jumlah anak perempuan yang ada.
  • Jika ada ahli waris lainnya yang selain anak, serta ada anak laki-laki, maka anak perempuan bersama anak laki-laki mendapatkan harta sisa (ashabah), dengan perbandingan jatah laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
  1. Jatah waris istri
  • Istri mendapat ¼, bila tidak ada anak atau tidak ada cucu.
  • Istri mendapat ⅛, bila ada anak atau cucu.
  • Bagian ¼ atau ⅛ tersebut dibagi rata, bila istri lebih dari satu

Wallahu A’lam. Semoga paparan singkat ini menjadi pemicu bagi seluruh pembaca untuk bersemangat memelajari dan mengamalkan ilmu waris. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.Penulis : Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. (Alumnus Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Pemuroja’ah: Ustadz Abu Salman, B.I.S.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *