Tak Sekedar Tawakkal

2007

  • Inti tawakkal terdiri dari penyandaran hati kepada Allah, disertai menempuh usaha yang syar’i (halal), serta ridha kepada keputusanAllah
  • Tawakkal tanpa usaha adalah kemalasan, usaha tanpa tawakkal adalah kesombongan
  • Nabi pun menempuh usaha dalam tawakkal, misalnya mengenakan dua lapis baju besi saat perang Uhud
  • Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.(R. Ahmad)
  • Tawakkal lebih luas dari isti’anah, karena mencakup di luar perkara ibadah

<>

Tawakkal merupakan salah satu ibadah hati mulia yang diperintahkan Allah Ta’ala. Tawakkal mencakup kumpulan (himpunan) dari keimanan, dan seluruh urusan hamba itu berkaitan dengan tawakkal.

Allah Ta’ala berfirman,

<{ وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ}>

“Dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al Anfal: 61)/

Dalam firman-Nya yang lain,

<{وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ}>

“Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar orang yang beriman. (QS. Al Maidah: 23)

Bahkan, para pelaku maksiat dan kemungkaran terkadang juga bertawakkal kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Seperti halnya ketika seseorang melakukan syirik kecil dengan menggunakan tamimah (jimat), yang mana ia bertawakkal kepada Allah Ta’ala tetapi berkeyakinan memakai jimat tersebut sebagai sebab atau perantaranya. Padahal Allah Ta’ala telah memperingatkan agar jangan bertawakkal kepada selain Allah maupun menjadikan selain Allah Ta’ala sebagai penolong sebagaimana firman-Nya,

<{أَلَّا تَتَّخِذُوا۟ مِن دُونِى وَكِيلً}>

“Janganlah kalian mengambil penolong selain Aku (Q.S. Al Isra’: 2).

Tawakkal butuh aksi

Tawakkal bukan berarti tidak melakukan apa-apa. Inti dari tawakkal adalah penyandaran hati kepada Allah Ta’ala bersamaan dengan melakukan sebab (ikhtiar atau usaha) dan ridho kepada keputusan yang Allah Ta’ala tetapkan. Jika usaha yang dilakukan gagal, maka hal tersebut tidak mempengaruhi tawakkalnya kepada Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

<{يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ خُذُوا۟ حِذْرَكُمْ}>

“Hai orang-orang yang beriman, ambillah sikap waspada.” (Q.S. An Nisa: 71).

Allah Ta’ala juga berfirman,

<{فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ}>

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung.” (Q.S. Al Jumuah: 10).

Dalam firman-Nya yang lain,

<{قَالَ رَجُلَانِ مِنَ ٱلَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِمَا ٱدْخُلُوا۟ عَلَيْهِمُ ٱلْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَٰلِبُونَ ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ}>

Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya, ‘Serbulah mereka melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kalian memasukinya niscaya kalian akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar orang yang beriman’. (Q.S. Al Maidah: 23).

Dari beberapa ayat di atas dapat kita pahami bahwa selain bertawakkal, Allah Ta’ala juga memerintahkan kita untuk berusaha. Tawakkal tanpa usaha termasuk kemalasan, sedang usaha saja tanpa tawakkal termasuk kesombongan.

Nabi pun mengambil sebab

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan manusia yang paling bertawakkal dan beliau pun menempuh usaha dalam melakukan tawakkal sebagaimana hadits berikut.

Dari Zubair bin ‘Awwam raḍiyallahu ‘anhu ia menuturkan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai dua (lapis) baju besi ketika perang Uhud, lalu beliau bangkit hendak naik ke atas batu besar, namun tidak bisa. Lantas beliau memerintah Thalhah duduk di bawahnya dan beliau naik di atasnya hingga berdiri tegak di atas batu besar tersebut.” (H.R. Tirmidzi, hasan).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

Allah menjadikan rezekiku di bawah bayangan tombakku.(H.R. Ahmad, dari Ibnu ‘Umar. Lihat Shahih Al Jaami no. 2831).

Burung juga menempuh usaha

Dalam suatu hadits, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mencontohkan bagaimana tawakkalnya seekor burung dengan menempuh usaha.

Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang. (H.R. Ahmad, lihat Silsilah Ash Shohihah no. 310).

Hadis di atas menunjukkan bahwa burung yang telah Allah Ta’ala jamin rezekinya tidak berdiam diri di sangkar, tetapi ia keluar di pagi hari yang dingin dalam kondisi lapar untuk mencari rezeki yang telah Allah tetapkan dan ia pun pulang kembali ke dalam sangkarnya dalam kondisi kenyang.

Tempuh cara yang halal

Seorang muslim tatkala melakukan tawakkal dengan menempuh sebab (usaha) haruslah sesuai dengan syariat. Jika melanggar syariat maka itu bertolak belakang dengan makna tawakkal. Sebagaimana menyogok untuk mendapatkan pekerjaan atau menyontek saat ujian. Hal demikian tidak teranggap sebagai tawakkal.

Beda tawakkal dengan isti’anah

Isti’anah adalah khusus terkait dengan amalan-amalan yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala, seperti salat, umrah, dan semisalnya. Adapun tawakkal maka lebih luas cakupannya, yakni meminta pertolongan Allah dalam berbagai aspek termasuk didalamnya isti’anah.

Allah Ta’ala berfirman,

<{إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ}>

Hanya kepada Engkaulah kami beribadah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (Q.S. Al Fatihah: 5).

Ayat di atas menunjukkan bahwa isti’anah hanya terkhusus pada hal ibadah. Dan isti’anah merupakan bagian dari ibadah, sehingga ketika melakukan suatu ibadah kita memerlukan pertolongan dari Allah Ta’ala. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Mu’adz, Demi Allah, aku sungguh mencintaimu. Aku wasiatkan padamu, janganlah engkau lupa untuk mengucapkan pada akhir shalat (sebelum salam):

اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

(Allahumma ainni ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadatik)

“Ya Allah, tolonglah aku agar selalu berdzikir/mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan memperbagus ibadah pada-Mu. (H.R. Ahmad dan Abu Dawud, shahih).

<>

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd. Disalin dari https://muslim.or.id/86816-tak-sekedar-tawakal.html

Pemuroja’ah: Ustadz Abu Salman, B.I.S.

Ziyadah

Ada Apa dengan Rebo Wekasan?

Rebo wekasan diambil dari bahasa jawa. Rebo artinya hari rabu dan wekasan artinya terakhir.

Adapun yang dimaksud di sini adalah acara ritual yang biasa dilakukan sebagian masyarakat pada hari rabu akhir bulan Safar karena menurut persepsi mereka saat itu adalah saat petaka.

Acaranya adalah salat empat rakaat, setiap rakaat membaca surat al-Fatihah satu kali, surat al-Kautsar tujuh belas kali, surat al-Ikhlas lima belas kali, surat al-Falaq dan an-Nas dua kali kemudian membaca doa yang tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ada doa yang berisi kesyirikan dan kesesatan.

Hendaknya kita bertawakal yakni menyerahkan segala urusan sepenuhnya kepada Allah, karena salah satu hikmah di balik peniadaan Nabi terhadap khurafat-khurafat jahiliyah adalah agar seorang muslim benar-benar bertawakal bulat kepada Allah tanpa melirik kepada selain-Nya.

Kalau sekirannya dia bimbang dalam melangkah, maka hendaknya dia melakukan shalat istikharah, berdoa kepada Allah dan bermusyawarah kepada orang-orang yang berpengalaman. Dengan demikian insyallah dia akan melangkah dengan penuh optimis diri.
Sumber: https://muslim.or.id/34316-ada-apa-dengan-acara-rebo-wekasan.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *