Memprioritaskan Amalan Penting

Edisi 1920

  • Bukan masalah umur kita berapa, permasalahannya adalah bekal apayang sudah kita siapkan untuk berjumpa dengan Allah.
  • Ada hal-hal yang harus kita prioritaskandalam masalah beramal sha
  1. Dahulukan amalan wajib daripada amalan-amalan sunnah
  2. Dahulukan amalan-amalan sunnah rawatibdibandingkan sunnah mutlak
  3. Mendahulukan amalan yang memang keadaan dan waktunya tepat untuk diamalkan
  4. Mendahulukan amalan yang berhubungan langsung dengan ibadah dibandingkan dengan melakukan amalan yang hanya berhubungan dengan waktu dan tempat ibadah
  5. Dahulukan amalan-amalan yang memiliki manfaat meluas daripada amalan yang manfaatnya hanya terbatas

 

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati” (Q.S. Ali Imran: 185). Kematian adalah keniscayaan yang harus dihadapi setiap manusia. Apapun jabatannya, berapapun hartanya, bagaimanapun keelokannya, bersembunyi di tempat paling aman di dunia, apapun itu pasti ia akan jumpai kematian. “Di mana saja kamu berada, kematian akan menghampiri kamu, meskipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (Q.S. An Nisaa: 78).

Bukan masalah umur kita berapa, permasalahannya adalah bekal apa yang sudah kita siapkan untuk berjumpa dengan Allah Ta’ala. Allah sudah menegur kita semua agar kita berbekal, “Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (Q.S. Al Baqarah: 197).

Jauhi dosa semaksimal mungkin

Kita telah mengetahui bahwa umur kita terbatas, amalan kita juga mungkin tak maksimal. Kita tak pernah tau amalan kita diterima ataukah ditolak di sisi Allah Ta’ala. Dengan demikian, menjauhi dosa besar maupun dosa kecil adalah salah satu jalan orang-orang yang bertakwa kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman di dalam Al Quran (yang artinya), “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami akan masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (Q.S. An-Nisaa: 31)

Syaikh Sa’di rahimmahullah dalam kitab Tafsirnya Taisir Karimir Rahman menjelaskan bahwa di antara karunia Allah Ta’ala siapa saja yang menjauhi dosa-dosa besar yang dilarang maka Allah akan menghapus seluruh dosa-dosa dan kesalahan-kesalahannya.

Terdapat kaidah yang ringkas tentang bagaimana membedakan antara dosa besar dan dosa kecil. Syaikh bin Baz rahimmahullah menjelaskan secara makna bahwa terdapat perbedaan pandangan para ulama terhadap kaidah tentang dosa kecil. Secara ringkas mayoritas ulama berpandangan bahwa jika perbuatan dosa tersebut di dalamnya terdapat hukuman di dunia dan di akhirat maka perbuatan tersebut termasuk dosa besar seperti berzina, membunuh, mencuri, dan meminum khamr. Namun, jika perbuatan tersebut hanya terdapat ancaman di dunia dan di akhirat maka perbuatan tersebut termasuk dosa kecil seperti ghibah (bergosip), namimah (adu domba).

Bagaimanapun bentuknya, sudah sepatutnya seorang mukmin menjaga dari dua dosa tersebut.

Amalan-amalan yang Prioritas untuk dilakukan

Kita mengetahui bahwa amalan-amalan dalam islam itu sangatlah banyak dan juga bertingkat-tingkat sesuai keutamaannya. Amalan yang wajib sudah pasti lebih utama dibandingkan amalan yang sunnah.  Sebagaimana diketahui dari sebuah hadits, “Apabila iqamah sudah dikumandangkan, maka tidak ada shalat selain shalat wajib.” (H.R. Muslim no. 710).

Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam juga menjelaskan bahwa islam itu bertingkat-tingkat amalannya, “Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih, atau enam puluh cabang lebih. Yang paling utama yaitu perkataan laa ilaaha illallah, dan yang paling ringan yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu itu termasuk bagian dari iman” (H.R. Muslim no. 35).

Dari sini kita paham bahwa ada hal-hal yang harus kita prioritaskan dalam masalah beramal shalih. Mana amalan yang hendaknya kita kerjakan terlebih dahulu dan mana amalan yang harus kita tinggalkan. Sekali lagi karena umur kita terbatas dan kita perlu memilih amalan-amalan yang terbaik dari yang amalan-amalan baik lainnya. Agar kita maksimal memanfaatkan umur kita.

Syaikh As Sa’diy rahimmahullah menjelaskan pada bait syairnya di dalam buku Al Qawaid Wal Ushul Al Jami’ahApabila ada amalan-amalan shalih (bermanfaat) yang saling bertabrakan, dahulukan amalan yang paling besar manfaat. Dahulukan amalan yang wajib daripada amalan yang sunnah. Dahulukan amalan yang lebih besar dan jelas manfaatnya daripada amalan yang sedikit manfaatnya.

Kaidah Penting Seputar Prioritas Ibadah

Berikut kaidah penting yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari yang saya ringkas dari makalah ilmiah Asy Syaikh Dr. Asyraf Abdurrahman berjudul Qawaid Tafadhul A’mal dengan sedikit perubahan untuk mempermudah memahaminya dan tidak mengubah esensi tulisan.

  1. Dahulukan amalan wajib daripada amalan-amalan sunnah

Jika ada amalan yang berbenturan antara wajib dan sunnah maka kita amalkan yang wajib terlebih dahulu karena amalan wajib merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah.

Contoh penerapan kaidah: Mempelajari hal-hal yang sifatnya fardhu ‘ain seperti mengenali apa-apa yang Allah perintahkan dan Allah larang lebih didahulukan daripada menghafalkan Al Qur’an. Karena mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan fardhu ‘ain itu wajib daripada menghafalkan Al Qur’an yang sifatnya sunnah.

Mendahulukan wajibnya memberikan nafkah kepada keluarga daripada bersedekah yang sifatnya mustahab.

Lalu bagaimana jika ada dua hal wajib bertabrakan dan tidak bisa dikerjakan kedua-duanya?

Syaikh As Sa’diy rahimmahullah menjelaskan bahwa amalan wajib yang lebih tinggi derajatnya didahulukan daripada yang lebih rendah. Contohnya adalah seorang istri mendahulukan ketaatan suami daripada ketaatan terhadap bapaknya. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya lebih didahulukan daripada yang lain. Oleh karena itu, tidak boleh taat kepada orang tua yang menyuruh untuk berbuat kemusyrikan atau melarang ibadah. (Qawaid Wal Ushul Al Jami’ah, As Sa’di)

  1. Dahulukan amalan-amalan sunnah rawatibdibandingkan sunnah mutlak

Penerapa kaidah ini bisa dijumpai ketika seseorang hendak melaksanakan sholat sunnah. Jika ia harus memilih antara sholat mutlak atau rawatib (sholat sunnah yang mengiringi sholat fardhu) sedangkan waktunya hanya cukup untuk menjalankan sholat rawatib seperti sholat sunnah ba’diyyah magrib maka ia memilih shalat rawatib.

Contoh lainnya adalah ketika seseorang dihadapkan ia belum sholat ba’diyyah magrib sedangkan pengajian sudah mulai maka ia dahulukan shalat rawatib dulu setelah itu ia duduk di majelis ilmu.

  1. Mendahulukan amalan yang memang keadaan dan waktunya tepat untuk diamalkan

Contoh penerapan kaidah: Ketika waktunya jihad maka ibadah yang paling utama adalah berjihad di jalan Allah. Ia bisa saja meninggalkan ibadah-ibadah sunnah yang lain seperti puasa, sholat malam dan lainnya demi mengutamakan jihadnya. Ketika tamu hadir maka amalan yang paling mulia ialah memuliakan tamu dengan menjamunya dengan hal-hal yang membahagiakan si tamu, memberikan hak-hak tamu sesuai syariat. Ketika adzan maka amalan yang paling utama adalah menjawab adzan dan meninggalkan amalan lainnya. Ketika waktu sahur maka ia sibukkan dirinya dengan istighfar, berdoa, dan sholat. 

Dan contoh-contoh lainnya yang mana amalan tersebut memang tepat momennya untuk diamalkan karena ada nash dari syariat yang menjelaskannya

  1. Mendahulukan amalan yang berhubungan langsung dengan ibadah dibandingkan dengan melakukan amalan yang hanya berhubungan dengan waktu dan tempat ibadah

Untuk mempermudah memahami kaidah tersebut kita dapat berikan contoh:

Apakah lebih baik shalat di shaf pertama namun tidak bisa mendengarkan bacaan imam karena shalat di ujung jauh ataukah sholat di shaf kedua namun dapat mendengarkan imam dengan jelas?

Berdasarkan kaidah di atas hal yang berhubungan langsung dengan ibadah ialah mendengarkan bacaan imam sedangkan perkara shaf ialah perkara yang berkaitan dengan tempat. Dengan demikian memilih shaf kedua namun bisa mendengarkan imam lebih didahulukan daripada memilih shaf pertama yang mana ia harus berada di ujung dan ia tidak bisa mendengarkan bacaan imam.

Seseorang yang lapar dan hidangan sudah tersedia kemudian waktu shalat tiba. Jika seandainya dia makan terlebih dahulu maka ia tidak sholat di awal waktu. Pada kasus tersebut manakah yang harus didahulukan? Apakah sholat ataukah makan?

Jawaban berdasarkan kaidah tersebut adalah ia makan dahulu agar ia dapat menghilangkan laparnya ketika shalat sehingga shalatnya bisa khusyuk. Khusyuk dalam shalat merupakan amalan yang berkaitan langsung dengan ibadah sedangkan menunda shalat tidak di awal waktu adalah amalan yang berkaitan dengan waktu. Dengan demikian seyogyanya ia dahulukan untuk makan terlebih dahulu.

Seseorang mendirikan shalat berjamaah di masjid yang dekat namun ia tak bisa berkonsentrasi dengan baik dikarenakan bacaan imam yang mungkin kurang bagus dari segi tajwid atau kondisi masjid yang kotor. Namun, ada masjid yang cukup jauh, ketika ia shalat di sana ia menjadi lebih konsentrasi karena banyak faktor yang mendukung. Pada kasus tersebut memilih masjid yang cukup jauh dari rumah didahulukan daripada masjid yang dekat dengan rumahnya.

Saat shalat berjamaah shaf pertama ada yang kosong namun ia tahu bahwa jamaah yang di sampingnya beraroma tidak sedap. Apakah ia harus mengisi shaf tersebut atau memilih shaf kedua agar ia lebih bisa sempurna ketika menjalankan sholat?

Dari kaidah tersebut lebih utama ia shalat di shaf kedua karena bau tersebut dapat mengganggu kenyamanan shalat sehingga ia tidak bisa berkonsentrasi.

  1. Dahulukan amalan-amalan yang memiliki manfaat meluas daripada amalan yang manfaatnya hanya terbatas

Apabila seseorang dihadapkan ia harus mengajar TPA ataukah ia harus dzikir sore dan tidak bisa dikerjakan secara bersamaan maka ia dahulukan amalan mengajar TPA. Manfaat mengajar TPA lebih luas dibandingkan dzikir sore yang manfaatnya terbatas untuk diri sendiri.

Begitupun amalan semacam mengurus jenazah, membesuk orang sakit dan lainnya lebih didahulukan daripada amalan-amalan yang manfaatnya hanya kembali pada si pelaku.

Demikian sedikit tulisan dari kami. Semoga Allah Ta’ala mudahkan kita dalam memprioritaskan amalan yang lebih penting dalam hidup yang singkat ini.

Ditulis : Herbi Yuliantoro, S.Si. (Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)

Dimurajaah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *