Edisi 2129
—-
Q.S. Al Isra` : 1
سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami”.
- Isra dan mikraj adalah salah satu peristiwa agung dalam perjalanan hidup nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Isra dan mikraj merupakan hiburan dari Allah untuk nabi-Nya di tengah segala kesulitan yang beliau alami.
- Para ulama berselisih pendapat mengenai waktu terjadinya isra dan mikraj.
- Tidak ada amalan khusus untuk memperingati peristiwa isra dan mikraj.
- Seorang muslim harus dapat mengambil hikmah dari peristiwa isra dan mikraj
—-
Isra dan mikraj adalah peristiwa yang telah Allah Ta’ala abadikan di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman,
سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha” (Q.S. Al Isra` : 1).
Peristiwa isra dan mikraj terjadi semasa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam masih belum berhijrah ke Madinah. Peristiwa tersebut merupakan nikmat yang diberikan Allah Ta’ala sebagai pelipur lara kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam karena di masa tersebut beliau mengalami ujian yang sangat berat, seperti meninggalnya dua orang paling berharga dalam kehidupan beliau, yaitu paman beliau Abu Thalib dan istri beliau Khadijah, dua orang yang selalu melindungi dan menjaga beliau dari gangguan dan ancaman kaum kafir Quraisy di Makkah.
Di masa tersebut, beliau mengalami berbagai penolakan dakwah yang sangat besar dari masyarakat Makkah. Begitu juga saat beliau berhijrah dan meminta pertolongan kepada masyarakat Thaif, beliau malah dilempari batu sampai kaki beliau terluka dan akhirnya beliau berlindung di sebuah kebun kurma.
Pengertian Isra dan Mikraj
Isra secara bahasa adalah perjalanan di malam hari, dan secara istilah adalah perjalanan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Malaikat Jibril ‘alaihissalam dari Makkah menuju Baitul Maqdis.
Mikraj secara bahasa adalah alat yang dipakai untuk naik, dan secara istilah adalah tangga khusus yang digunakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk naik dari bumi ke atas langit.
Oleh sebab itu, Isra dan mikraj adalah peristiwa perjalanan malam hari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Malaikat Jibril ‘alaihissalam dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha, dan kemudian diangkat ke langit ke tujuh.
Waktu Terjadinya Isra dan Mikraj
Sebagian besar kaum muslimin meyakini bahwa peristiwa isra dan mikraj terjadi pada tanggal 27 Rajab, namun ulama seperti Ibnu Katsir dan Ibnu Rajab melemahkan pendapat tersebut. Ibnu Rajab mengatakan,
“Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab terdapat kejadian-kejadian yang luar biasa. Namun sebenarnya riwayat tentang hal tersebut tidak ada satupun yang shahih. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada awal malam bulan tersebut. Ada pula yang menyatakan bahwa beliau diutus pada 27 Rajab. Ada pula yang mengatakan bahwa itu terjadi pada 25 Rajab. Namun itu semua tidaklah sahih” (Al Bida’ Al Hawliyah hal. 274).
Perbedaan pendapat dari para ulama dalam menetapkan waktu terjadi peristiwa isra dan mikraj menunjukkan bahwa mengetahui hal tersebut bukan menjadi suatu yang penting bagi kaum muslimin dan tidak terdapat faedah keagamaan dengan mengetahuinya, karena seandainya terdapat faedah dalam hal tersebut, maka Allah Ta’ala pasti akan menjelaskan kepada kaum muslimin.
Sikap Seorang Muslim Terhadap Peristiwa Isra dan Mikraj
Peristiwa isra dan mikraj yang dialami Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah peristiwa yang ghaib, seperti perginya beliau bersama Malaikat Jibril dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis dan ke langit ke tujuh dalam satu malam, kemudian berjumpa dan mengimami shalat para nabi, dan mendapatkan perintah shalat dari Allah Ta’ala secara langsung. Sebagai seorang muslim, kita wajib meyakini berita tersebut sebagaimana telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berikut merupakan kaidah ahlussunnah wal jama’ah dalam menanggapi berita yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
- Menerima berita tersebut.
- Mengimani tentang kebenaran berita tersebut.
- Tidak menolak atau mengubah berita tersebut.
Kewajiban seorang muslim adalah beriman kepada berita ghaib yang telah dikabarkan oleh Allah Ta’ala di dalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam haditsnya. Sebagaimana Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ketika beliau ditanya mengenai peristiwa isra dan mikraj, maka beliau menjawab “Jika memang beliau yang mengucapkan, maka sungguh berita tersebut benar sesuai yang beliau ucapkan karena sesungguhnya beliau adalah orang yang jujur”.
Amalan Khusus dalam Memperingati Isra dan Mikraj
Para ulama menjelaskan bahwa tidak ada riwayat yang shahih dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perayaan malam isra dan mikraj. Demikian juga tidak ada keterangan dari para sahabat bahwa mereka merayakan peristiwa isra dan mikraj. Tidak pula dari generasi tabi’in, dan tidak pula dari Imam mazhab yang empat.
Sebagaimana Ibnul Haaj mengatakan,
“Di antara ajaran yang tidak ada tuntunan yang diada-adakan di bulan Rajab adalah perayaan malam Isro’ Mi’roj pada tanggal 27 Rajab” (Al Bida’ Al Hawliyah hal. 275).
Meskipun demikian, kaum muslimin tetap dianjurkan untuk memperbanyak amalan seperti puasa dan shalat, tanpa mengkhususkan malam atau hari tertentu, karena Bulan Rajab termasuk ke dalam salah satu bulan haram yang memiliki keutamaan beramal di dalamnya.
Hikmah Peristiwa Isra dan Mikraj
Beberapa hikmah yang dapat dijadikan pelajaran bagi kaum muslimin dari peristiwa isra dan mikraj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, antara lain:
- Penetapan akan ketinggian Allah Ta’aladengan ketinggian zat-Nya sesuai dengan keagungan Allah, yaitu Allah berada di atas langit ketujuh, di atas ‘arsy-Nya yang agung. Keyakinan ini merupakan akidah kaum muslimin seluruhnya dari zaman dahulu hingga sekarang.
- Bukti mukjizat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi ujian keimanan kaum muslimin. Sebagai seorang muslim, kita wajib meyakini berita yang disampaikan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu ketika beliau ditanya tentang peristiwa ini oleh Kaum Kafir Quraisy, beliau menjawab, “Kalau memang ia mengatakannya, ia benar-benar jujur dalam perkataannya” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/14).
- Keutamaan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallamdibandingkan nabi yang lain. Beliau memiliki keutamaan di atas nabi-nabi yang lain karena beliau berjumpa dengan para nabi dan menjadi imam shalat bagi mereka, beliau juga seorang yang langsung diajak bicara oleh Allah Ta’ala.
Pentingnya Sholat Lima Waktu
Sholat adalah satu-satunya ibadah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terima langsung dari Allah Ta’ala ketika beliau diangkat ke langit ke tujuh dalam peristiwa isra dan mikraj. Oleh sebab itu, shalat memiliki kedudukan yang sangat penting dalam agama Islam. Berikut beberapa hal yang menunjukkan pentingnya shalat:
- Shalat adalah tiang agama
Jika tiang itu rusak, maka semua bangunan di dalamnya juga akan rusak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ
“Inti segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat” (HR. At-Tirmidzi).
- Shalat adalah amalan pertama yang akan dihisab pada hari kiamat
Sehingga jika shalatnya baik, maka amalan yang lain akan mengikuti kebaikannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ
“Perkara yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya pun baik. Apabila shalatnya buruk maka seluruh amalnya pun akan buruk.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’I. Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash- Shahihah, no.1358)
- Shalat adalah pembeda antara muslim dan kafir
Sehingga meninggalkan shalat secara sengaja dapat menyebabkan seorang muslim keluar dari agama Islam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat” (HR. Muslim).
- Meninggalkan shalat termasuk ke dalam dosa besar
Bahkan dosanya lebih besar dari dosa berzina, mencuri, mabuk, dan dosa lainnya. Ibnul Qayyim mengatakan,
“Ulama kaum muslimin tidak berbeda pendapat bahwa meninggalkan shalat wajib dengan sengaja termasuk dosa besar yang terbesar. Dosanya di sisi Allah lebih besar dari dosa membunuh jiwa, mengambil harta tanpa hak, berzina, mencuri dan minum khamar. Pelakunya diancam dengan hukuman Allah, kemurkaan-Nya dan kehinaan dari-Nya di dunia dan akhirat” (Ash-Shalatu wa Ahkamu Tarikiha hal. 31).
Penulis : Muhammad Luthfi (Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)
Pemurajaah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.