Keutamaan Menuntut Ilmu Agama

Edisi 1805 

Seorang muslim tidaklah cukup hanya dengan menyatakan keislamannya tanpa berusaha untuk memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam. Dan untuk melaksanakan konsekuensi-konsekuensi dari pengakuan bahwa kita sudah berislam, itu membutuhkan ilmu.

Menuntut Ilmu Itu Wajib

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (H.R. Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir no. 3913).

Menuntut ilmu itu wajib bagi muslim maupun muslimah. Ketika sudah turun perintah Allah yang mewajibkan suatu hal, sebagai muslim yang harus kita lakukan adalah “sami’na wa atha’na”, yaitu kami dengar dan kami taat. Sesuai dengan firman Allah Ta‘ala (yang artinya),

“Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman apabila diajak untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya, agar Rasul itu memberikan keputusan hukum di antara mereka, hanyalah dengan mengatakan, ‘Kami mendengar dan kami taat’. Dan hanya merekalah orang-orang yang berbahagia.” (Q.S. An-Nuur : 51).

Sebagaimana kita meluangkan waktu kita untuk shalat. Ketika waktu sudah menunjukkan waktu shalat pasti kita akan meluangkan waktu untuk shalat walaupun misal kita sedang bekerja dan pekerjaan kita masih banyak. Kita akan tetap meninggalkan aktivitas kita dan segera mengerjakan shalat. Maka begitupun sebaiknya yang harus kita lakukan dengan menuntut ilmu.

Ilmu Itu Apa?

Ilmu adalah kunci segala kebaikan. Ilmu merupakan sarana untuk menunaikan apa yang Allah wajibkan pada kita. Tak sempurna keimanan dan tak sempurna pula amal kecuali dengan ilmu. Dengan ilmu Allah disembah, dengannya hak Allah ditunaikan, dan dengan ilmu pula agama-Nya disebarkan.

Kebutuhan seseorang pada ilmu lebih besar dibandingkan kebutuhannya pada makanan dan minuman, sebab kelestarian urusan agama dan dunia bergantung pada ilmu. Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, “Manusia lebih memerlukan ilmu daripada makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dua atau tiga kali sehari, sedangkan ilmu diperlukan di setiap waktu.

Jika kita ingin menyandang kehormatan luhur, kemuliaan yang tak terkikis oleh perjalanan malam dan siang, tak lekang oleh pergantian masa dan tahun, kewibawaan tanpa kekuasaan, kekayaan tanpa harta, kedigdayaan tanpa senjata, kebangsawanan tanpa keluarga besar, para pendukung tanpa upah, pasukan tanpa gaji, maka kita mesti berilmu.

Namun, yang dimaksud dengan kata ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf (orang yang dikenai kewajiban) mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan” (Fathul Baari, 1/92).

Dari penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah di atas, jelaslah bahwa ketika hanya disebutkan kata “ilmu” saja, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Oleh karena itu, merupakan sebuah kesalahan sebagian orang yang membawakan dalil-dalil tentang kewajiban dan keutamaan menuntut ilmu dari Al Qur’an dan As-Sunnah, tetapi yang mereka maksud adalah untuk memotivasi belajar ilmu duniawi. Meskipun demikian, bukan berarti kita mengingkari manfaat belajar ilmu duniawi. Karena hukum mempelajari ilmu duniawi itu tergantung pada tujuannya. Apabila digunakan dalam kebaikan, maka baik. Dan apabila digunakan dalam keburukan, maka buruk. (Lihat Kitaabul ‘Ilmi, hal. 14).

Keutamaan-Keutamaan Ilmu Dan Pemilik Ilmu

Hal yang disayangkan adalah ketika beberapa majelis ilmu sudah tidak memiliki daya magnet yang bisa memikat umat Islam untuk duduk di sana, bersimpuh di hadapan Allah untuk meluangkan waktu mengkaji firman-firman-Nya, dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita lebih senang menyia-nyiakan waktu bersama teman-teman, menghabiskan waktu di berbagai media sosial, daripada duduk di majelis ilmu.

Ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Salah satunya adalah karena umat Islam belum mengetahui keutamaan dan keuntungan memelajari ilmu agama. Kita belum mengetahui untungnya duduk berjam-jam di majelis ilmu mengkaji ayat-ayat Allah. Kalau kita tidak mengetahuinya, kita tidak akan duduk di majelis ilmu. Karena fitrah manusia memang bertindak sesuai asas keuntungan.

Faktanya, kalau kita tidak mengetahui keuntungan atau manfaat suatu hal maka kita tidak akan melakukan hal itu. Begitu juga dengan ibadah. Maka dari itu, semakin kita belajar dan mengetahui keuntungan-keuntungan salat, puasa, zakat, maka kita akan semakin semangat menjalaninya. Ini yang seharusnya kita sadari. Oleh karena itu, kita harus mengetahui keutamaan dan keuntungan menuntut ilmu.

Terdapat banyak dalil dari kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya terkait keutamaan ilmu dan pemilik ilmu. Di antaranya :

  1. Ilmu menyebabkan dimudahkannya jalan menuju surga

Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu (agama), Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (H.R. Muslim).

  1. Ilmu adalah warisan para nabi

Hal ini sebagaimana dinyatakan pada hadits berikut, “Para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, tetapi mewariskan ilmu. Maka dari itu, barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang cukup.” (H.R. Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah; dinyatakan shahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6297). 

  1. Ilmu akan kekal dan bermanfaat bagi pemiliknya walaupun telah wafat

Disebutkan dalam hadits,

“Jika seorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa untuknya.” (H.R. Muslim).

  1. Allah tidak memerintahkan Nabi-Nya meminta tambahan apa pun selain ilmu

 Allah berfirman (yang artinya):

“Dan katakanlah, ‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’.” (Q.S. Thaaha : 114). Ini dalil tegas diwajibkannya menuntut ilmu. 

  1. Orang yang dipahamkan agama adalah orang yang dikehendaki kebaikan

Dari Mu’awiyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (H.R. Bukhari no. 71 dan Muslim No. 1037).

Yang dimaksud faqih dalam hadits bukanlah hanya mengetahui hukum syar’i, tetapi lebih dari itu. Dikatakan faqih jika seseorang memahami tauhid dan pokok Islam, serta yang berkaitan dengan syariat Allah. (Kitabul ‘Ilmi hal. 21). 

  1. Yang paling takut pada Allah adalah orang yang berilmu

Hal ini bisa direnungkan dalam Al Quran (yang artinya),

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (Q.S. Fathir: 28).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling takut pada Allah dengan takut yang sebenarnya adalah para ulama (orang yang berilmu). Karena semakin seseorang mengenal Allah Yang Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Dia disifati dengan sifat dan nama yang sempurna dan baik, lalu ia mengenal Allah lebih sempurna, maka ia akan lebih memiliki sifat takut dan akan terus bertambah sifat takutnya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6: 308).

Para ulama berkata, “Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada Allah”. 

  1. Orang yang berilmu akan Allah angkat derajatnya

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (Q.S. Al-Mujadilah : 11).

Allah telah memberikan banyak kenikmatan, jika tidak kita gunakan untuk mempelajari firman-firman-Nya, maka kita akan menjadi salah satu orang Allah abadikan dalam surat Al-Mulk (yang artinya),

“Dan mereka berkata, ‘Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala’.” (Q.S. Al-Mulk : 10).

Semoga Allah memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kita untuk bisa menuntut ilmu dan mengamalkannya sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘ wa sallam. Aamiin.

Disarikan dari https://muslimah.or.id/10472-keutamaan-menuntut-ilmu-agama.html

Muroja’ah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *