KEITIMEWAAN 4 BULAN HARAM

Edisi 1944

  • Umat Islam dianugerahi nikmat kemudahan dalam melaksanakan tuntunan agama.
  • Dengan kemudahan tersebut, kita berkesempatan untuk beribadah dengan ganjanran pahala seperti umat-umat terdahulu, atau bahkan lebih besar.
  • Seperti malam Lailatul Qadaryang lebih baik daripada seribu bulan, puasa 6 hari di bulan Syawwal yang pahalanya seperti puasa setahun, atau amalan-amalan dalam “bulan haram” yang kita tengah menjalaninya sekarang.
  • Melakukan kemaksiatan di bulan harammaka dosa di dalamnya lebih besar (dari bulan lainnya) dan pahala dari amalan shalih (di dalamnya) lebih besar (pula).
  • Amalan bulan haram tidak terbatas pada amalan tertentu. Adapun puasa dan umrah lebih ditekankan.

>>الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسوله النبي الأمين، وعلى آله وأصحابه أجمعين، ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين. أما بعد.<<

Salah satu nikmat yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada umat Islam adalah nikmat kemudahan dalam melaksanakan tuntunan agama. Yang mana dengan kemudahan tersebut, umat Islam berkesempatan untuk beribadah dengan ganjaran pahala seperti umat-umat terdahulu, atau bahkan lebih besar dari mereka. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari hadis Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

>>مَثَلُكُمْ وَمَثَلُ أَهْلِ الْكِتَابَيْنِ ، كَمَثَلِ رَجُلٍ اسْتَأْجَرَ أُجَرَاءَ ، فَقَالَ : مَنْ يَعْمَلُ لِي مِنْ غُدْوَةٍ إِلَى نِصْفِ النَّهَارِ عَلَى قِيرَاطٍ ؟ فَعَمِلَتِ الْيَهُودُ ، ثُمَّ قَالَ : مَنْ يَعْمَلُ لِي مِنْ نِصْفِ النَّهَارِ إِلَى صَلَاةِ الْعَصْرِ عَلَى قِيرَاطٍ ؟ فَعَمِلَتِ النَّصَارَى ، ثُمَّ قَالَ : مَنْ يَعْمَلُ لِي مِنَ الْعَصْرِ إِلَى أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ عَلَى قِيرَاطَيْنِ ؟ فَأَنْتُمْ هُمْ ، فَغَضِبَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى ، فَقَالُوا : مَا لَنَا ، أَكْثَرَ عَمَلًا وَأَقَلَّ عَطَاءً ؟ قَالَ : هَلْ نَقَصْتُكُمْ مِنْ حَقِّكُمْ ؟ قَالُوا : لَا ، قَالَ : فَذَلِكَ فَضْلِي أُوتِيهِ مَنْ أَشَاءُ<<

“Perumpamaan kalian (umat Islam) dengan kaum ahlu kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah seperti seorang yang mengupah beberapa pekerja, kemudian dikatakan kepada mereka:

Siapa yang bekerja dari pagi hingga tengah hari dengan upah satu qirath? Maka bekerjalah kaum Yahudi.

Kemudian dikatakan: Siapa yang bekerja dari tengah hari hingga Ashar dengan upah satu qirath? Maka bekerjalah kaum Nasrani.

Kemudian dikatakan: Siapa yang bekerja dari Ashar hingga petang dengan upah dua qirath? Maka kalianlah (umat Islam) yang bekerja.

Maka kaum Yahudi dan Nasrani pun marah dan berkata: Mengapa kami bekerja lebih banyak dengan upah yang lebih sedikit? Maka Allah katakan kepada mereka: Apakah Aku mengurangi hak (yang dijanjikan bagi) kalian? Mereka menjawab: Tidak. Maka Allah menjawab: Itulah keutamaan-Ku yang Kuberikan kepada siapa yang Aku kehendaki”.

Karena hal tersebut, Allah telah menentukan beberapa ibadah beserta waktunya yang di mana seorang muslim akan dilipatgandakan baginya pahalanya jika ia mengerjakan ibadah di dalamnya. Seperti malam Lailatul Qadar  yang lebih baik daripada seribu bulan, puasa 6 hari di bulan Syawwal yang pahalanya seperti puasa setahun, atau amalan-amalan dalam “bulan haram” yang kita tengah menjalaninya sekarang.

Apa itu Bulan Haram dan Keutamannya

“Bulan haram” adalah nama yang diberikan bagi 4 bulan dalam kalender Islam; bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

>>إنَّ الزَّمانَ قَدِ اسْتَدارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّمَواتِ والأرْضَ، السَّنَةُ اثْنا عَشَرَ شَهْرًا، مِنها أرْبَعَةٌ حُرُمٌ، ثَلاثَةٌ مُتَوالِياتٌ: ذُو القَعْدَةِ، وذُو الحِجَّةِ، والمُحَرَّمُ، ورَجَبٌ شَهْرُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمادى وشَعْبانَ<<

“Sesungguhnya zaman telah berputar sebagaimana keadaannya di hari Allah ciptakan langit dan bumi. (Dalam) setahun ada dua belas bulan, empat di antaranya adalah bulan haram, (yaitu) tiga bulan yang berturut-turut: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, (serta) bulan Rajab Mudhar (yang terletak) di antara Jumadal (Akhir) dan Sya’ban”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

Adapun sebab penyebutan 4 bulan tersebut dengan “haram” adalah karena Allah mengharamkan untuk diadakan peperangan dalam bulan-bulan tersebut. Bulan Dzulqa’dah sendiri -yang sekarang kita di dalamnya- diambil dari kata dalam bahasa Arab “qu’ud” yang berarti duduk atau berhenti. Karena mulai dari bulan Dzulqa’dah, kabilah Arab (yang dahulu mereka sering melakukan peperangan) “duduk” dan “berhenti” dari peperangan mereka guna mempersiapkan dan menyambut ibadah Haji. (lihat: Tafsir Ibnu Katsir: 4/147 dan Lathaif Ma’arif: hal. 456).

Dan ada sebab lain dari penyebutan bulan-bulan tersebut dengan “bulan haram”, yaitu karena kehormatan bulan-bulan tersebut sangat besar, dan larangan mengerjakan perbuatan haram di dalamnya lebih ditekankan dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

>>إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ<<

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah (adalah) dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian mendzalimi diri kalian (dengan bermaksiat) dalam bulan-bulan itu”. (Q.S. At Taubah: 36).

Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhumaa menjelaskan ayat ini: “(Allah) mengkhususkan (dari 12 bulan) 4 bulan, dan Dia menjadikan kehormatannya sangat besar, dan (Dia juga) menjadikan dosa di dalamnya lebih besar (dari bulan lainnya) dan pahala dari amalan shalih (di dalamnya) lebih besar (pula)”. (lihat: Jami’ul Bayan -tafsir Thabari-: 11/444).

Amalan-amalan dalam bulan Haram

Seorang muslim yang mengetahui keutamaan bulan-bulan haram, besarnya kehormatannya, serta tahu bahwa dosa di dalamnya sangat besar sebagaimana pahala di dalamnya juga dilipatgandakan, sudah semestinya baginya untuk menjaga dirinya dari bermaksiat dan fokus untuk memperbanyak amalan ketaatan di dalamnya. Karena mengagungkan syiar-syiar Allah -yang termasuk di dalamnya: menghormati bulan haram- adalah salah satu tolak ukur ketakwaan seorang hamba. Apalagi Allah sudah janjikan baginya dengan kebaikan yang banyak dan pahala yang besar:

>>ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ حُرُمَٰتِ ٱللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ عِندَ رَبِّهِ<<

“Dan barangsiapa yang mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya” (Q.S. al Hajj: 30).

Dan berkata Ka’ab al Ahbar: “Allah telah memilih zaman, dan zaman yang paling disukai Allah adalah bulan-bulan haram” (Syu’abul Iman: 5/302).

Lantas apakah amalan yang dilakukan untuk menggapai keutamaan di bulan-bulan ini? Jawabannya adalah bahwa amalan bulan haram tidak terbatas pada amalan tertentu. Maka seluruh amalan ketaatan -mulai dari shalat, sedekah, puasa, dan yang lainnya- memiliki keutamaan yang besar dalam bulan-bulan ini. Namun ada beberapa ulama yang menekankan pada dua amalan; yaitu puasa dan umrah bagi yang mampu.

Adapun puasa, beberapa ulama menekankannya berdasarkan hadis -dengan sanad yang lemah- yang diriwayatkan dari nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

>>صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وثَلاثَةَ أيّامٍ بَعْدَهُ، وصُمْ أشْهُرَ الحُرُمِ<<

“Berpuasalah pada bulan kesabaran (Ramadhan), dan 3 hari setelahnya, dan berpuasalah pada bulan-bulan haram” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah, dengan lafadz Ibnu Majah).

Adapun umrah, beberapa ulama menekankannya dalam bulan Dzulqa’dah agar sesuai dengan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang beliau tidaklah melaksanakan umrah kecuali di bulan Dzulqa’dah. Sebagaimana diriwayatkan dari sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu:

>>اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أرْبَعَ عُمَرٍ، كُلَّهُنَّ فِي ذِي القَعْدَةِ، إلّا الَّتِي كانَتْ مَعَ حَجَّتِهِ: عُمْرَةً مِنَ الحُدَيْبِيَةِ فِي ذِي القَعْدَةِ، وعُمْرَةً مِنَ العامِ المُقْبِلِ فِي ذِي القَعْدَةِ، وعُمْرَةً مِنَ الجِعْرانَةِ، حَيْثُ قَسَمَ غَنائِمَ حُنَيْنٍ فِي ذِي القَعْدَةِ، وعُمْرَةً مَعَ حَجَّتِهِ<<

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berumrah sebanyak 4 kali, semuanya pada bulan Dzulqa’dah, kecuali umrah yang (digabungkan) bersama hajinya” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Tentunya hal tersebut diperuntukkan bagi yang mampu untuk melaksanakannya. Adapun yang belum mampu, maka tidaklah mengapa baginya untuk melaksanakan ibadah yang lain yang dia sanggupi.

الحمد لله رب العالمين، وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين

Ditulis : Naufal Fuady Lc. (Alumnus Universitas Islam Madinah, sedang menempuh s-2 disana)

Dimurajaah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *