Akad-Akad Muamalah

Edisi 1840

Para pembaca yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Ta’ala. Dalam kehidupan sehari-hari kita tentunya tidak terlepas dari interaksi dengan orang lain. Karena manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Dan dalam interaksi dengan sesama manusia, tidak terlepas dari adanya akad-akad muamalah, baik disadari ataupun tidak. Oleh karena ini kita perlu memahami akad-akad apa saja yang ada dalam fikih Islam.

Definisi akad

Akad berasal dari kata al ‘aqdu yang artinya: ikatan. Secara istilah, akad memiliki makna umum dan makna khusus. Dalam makna umum, akad artinya seseorang berkomitmen untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu demi kemaslahatan orang lain. Sedangkan makna akad secara khusus adalah: terjadinya ijab dan qabul antara dua orang, atau yang semakna dengannya (Diringkas dari Al ‘Uqud Al Mudhafah ila Mitsliha, hal. 18). Contoh akad di antaranya adalah: akad jual-beli, akad sewa, akad nikah, akad wakaf, dan lainnya.

Pembagian akad

Akad secara umum dibagi menjadi tiga:

  1. Akad mu’awadhah. Yaitu akad yang di dalamnya terjadi pertukaran harta atau manfaat antara dua orang. Seperti akad jual beli, akad ijarah(sewa) dan akad salam.
  2. Akad tabarru’at. Yaitu akad yang di dalamnya seseorang memberikanharta atau manfaat kepada orang laintanpa timbal balik sama sekali, dalam rangka untuk berbuat kebaikan dan sebagai perbuatan yang ma’ruf. Seperti sedekah, hibah, hadiah, wakaf, dan wasiat.
  3. Akad tautsiqah. Yaitu akad yang dilakukan dalam rangka mengikat hak. Seperti akad nikah, akad dhaman (ganti rugi), akad rahn(gadai), dan akad kafalah.

(Diringkas dari Al ‘Uqud Al Mudhafah ila Mitsliha, hal. 18).

Jenis-jenis akad

Akad dalam fikih Islam banyak sekali jenisnya, tidak memungkinkan untuk disebutkan semuanya dalam artikel yang ringkas ini. Namun berikut ini beberapa akad yang banyak terjadi di sekeliling kita.

  1. Akad jual-beli

Akad jual beli atau al-bai’u adalah pertukaran harta dengan harta lainnya, untuk selama-lamanya, tanpa riba dan tanpa hutang. Sebagian ulama mendefinisikan bahwa jual beli adalah pemindahan kepemilikan barang dari penjual kepada pembeli dengan adanya penyerahan harta sebagai pembayaran kepada penjual (Maqashid Asy Syari’ah Al Islamiyah karya Ibnu Asyur [2/429]).

Akad jual beli hukum asalnya halal. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Q.S. Al-Baqarah: 275).

  1. Akadijarah(sewa menyewa)

Akad ijarah adalah pembolehan untuk mendapatkan manfaat dengan harga tertentu yang dibayarkan kepada pemilik. Baik harganya ini berupa ‘ain (barang), atau berupa dayn (hutang) atau berupa manfaat yang lain (Maqashid Asy Syari’ah Al Islamiyah karya Ibnu Asyur [2/442]).

Akad ijarah dalam bahasa kita adalah transaksi sewa menyewa. Ijarah bisa dilakukan terhadap barang ataupun jasa, sehingga ada sewa barang dan ada pula sewa jasa. Contoh ijarah pada barang adalah usaha rental mobil, sewa kontrakan, sewa WC umum, sewa buku di perpustakaan dan semisalnya. Contoh ijarah pada jasa adalah bekerja menjadi pegawai perusahaan, pekerjaan tukang bangunan, supir ojek atau taksi, dan semisalnya.

Akad ijarah hukum asalnya boleh, dan ini biasa dilakukan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para sahabat. Dari Aisyah radhiallahu’anha beliau berkata, “Rasulullah dan Abu Bakar menyewa seorang dari Bani Ad-Dail dari Bani Adi bin Adi sebagai penunjuk jalan, padahal ia ketika itu masih kafir Quraisy” (H.R. Bukhari no. 2264).

  1. Akad qardh(hutang)

Pengertian akad qardh adalah pihak pertama memberikan harta kepada pihak agar dikembalikan lagi dengan harta yang sama dan semisal, dengan tujuan agar pihak kedua dapat memanfaatkan harta tersebut (Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 5/3786). Akad qardh dalam bahasa kita adalah akad hutang piutang.

Akad qardh hukum asalnya makruh bagi penghutang. Hendaknya tidak bermudah diri untuk berhutang kecuali mendesak dan darurat. Namun dianjurkan bagi yang memiliki keluasan harta untuk memberikan piutang (pinjaman) dan melonggarkan pembayarannya. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang melonggarkan pelunasan hutang bagi orang yang kesulitan membayar, maka setiap hari penundaannya tersebut dianggap sedekah sampai datang temponya. Ketika datang tempo pembayaran lalu ia beri kelonggaran lagi, maka ia mendapatkan pahala dua kali lipat sedekah setiap harinya” (H.R. Ahmad [5/360], dishahihkan Al Albani).

Dalam akad qardh ini disyaratkan tidak boleh ada tambahan yang disepakati, karena ini termasuk riba. Berhutang 1 juta rupiah, wajib dibayar 1 juta rupiah juga, tidak boleh ada tambahan. Kaidah yang disepakat para ulama: “Setiap qardh (hutang) yang terdapat tambahan, maka ia adalah riba”.

  1. Akad ‘ariyah

Akad al ‘ariyah atau al i’arah adalah pembolehan untuk memanfaatkan suatu harta dengan tetap mempertahankan keutuhan benda tersebut (Al Fiqhul Muyassar, hal. 259). Dalam bahasa kita, ‘ariyah adalah meminjam barang. Contohnya, Fulan meminjam mobil milik Alan. Maka di sini Alan membolehkan Fulan untuk memanfaatkan mobilnya, dan mobilnya tetap dipertahankan tidak boleh dijual atau diganti dengan mobil yang lain ketika dikembalikan.

Al ‘ariyah disyariatkan dan dianjurkan dalam Islam karena termasuk tolong menolong terhadap sesama manusia. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Saling tolong menolonglah dalam kebaikan (Q.S. Al Maidah: 2).

  1. Akad sedekah

Sedekah secara umum maknanya adalah harta yang diberikan kepada orang lain karena mengharap pahala. Sedekah dengan makna umum ini tercakup di dalamnya sedekah yang wajib seperti: zakat dan nafkah untuk istri. Dan secara khusus, sedekah sering disebutkan dalam Al Qur’an dan hadits dengan makna zakat sebagaimana firman Allah (yang artinya) : “Ambillah sedekah dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (Q.S. At Taubah: 103). Sedekah dalam ayat ini maksudnya adalah zakat.

  1. Akad rahn (gadai)

Akad rahn adalah pihak kedua menahan harta dari pihak pertama sebagai jaminan atas hutang yang nantinya harta tersebut atau hasil penjualannya bisa dimiliki ketika penghutang tidak sanggup membayar (Maqashid Asy Syari’ah Al Islamiyah karya Ibnu Asyur [2/430]). Contohnya, A berhutang kepada B sejumlah uang dengan jaminan berupa sepeda motor. Ketika B tidak bisa melunasi hutangnya, maka A bisa memiliki sepeda motor tersebut atau A berhak menjual sepeda motor tersebut dan hasil penjualannya digunakan untuk melunasi hutang B.

Akad rahn hukum asalnya boleh, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang” (Q.S. Al Baqarah: 283). Dari Aisyah radhiallahu’anha beliau berkata, “Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi dengan berhutang, lalu beliau menggadaikan baju perang besinya kepada orang tersebut” (H.R. Bukhari no. 2068).

  1. Akad murabahah

Akad murabahah adalah pihak pertama membeli barang dengan harga tertentu untuk dijual kembali kepada pihak kedua, dan kedua orang tersebut sama-sama mengetahui besar laba dari pihak pertama (Al Fiqhul Muyassar, hal. 218). Contohnya, A dan B melakukan akad murabahah untuk pembelian laptop. Si A membeli laptop dari toko seharga 5 juta rupiah dengan sepengetahuan Si B. Setelah itu A menjual kembali kepada B dengan harga 6 juta rupiah dengan pembayaran secara tempo. B mengetahui bahwa A mendapat untung 1 juta rupiah.

Akad murabahah hukumnya boleh selama kedua pihak saling ridha. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan rida (suka sama-suka) di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian(Q.S. An Nisa: 29).

Dalam akad murabahah disyaratkan pihak pertama telah menyelesaikan jual-beli dengan vendor atau dealer atau toko terlebih dahulu, baru menjualnya kembali kepada pihak kedua.

  1. Akadmudharabah

Akad mudharabah adalah salah satu bentuk akad syirkah (kerja sama; usaha bersama). Mudharabah artinya kerja sama antara dua pihak, dengan pihak pertama sebagai pemodal dan pihak kedua sebagai pengelola usaha, dengan pembagian keuntungan yang jelas (Al Fiqhul Muyassar, hal. 241). Contohnya, dua orang bekerja sama dalam usaha kuliner mi bakso. Pihak pertama sebagai pemodal dan ia tidak ikut mengelola usaha, sedangkan pihak kedua sebagai pengelola usaha sehingga ia melakukan penjualan, persiapan bahan makanan, menyiapkan tempat, promosi, dan lain-lain.

Akad mudharabah hukumnya boleh selama kedua pihak saling ridha, sebagaimana disebutkan dalam surat An Nisa ayat 29 di atas.

Demikian pembahasan ringkas tentang akad-akad muamalah yang ada dalam fikih Islam. Semoga membantu kita untuk lebih memahami muamalah yang baik dan benar dalam keseharian kita. Dan juga dapat memicu kita untuk lebih semangat mempelajari agama ini dengan dalil-dalilnya dari Al Qur’an dan As Sunnah. Semoga Allah memberi taufik.

Penulis : Yulian Purnama, S.Kom (Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)

Murajaah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *