Edisi 2107
————–
- Al Mulk: 2
ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفُورُ
“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.”
- Kehidupan manusia tidak akan pernah terlepas dari segala problematika
- Allah akan selalu menguji hamba-Nya selama dia masih hidup
- Inti dari kehidupan manusia adalah bersabar, adanya musibah untuk mengangkat derajat manusia dan menghapus dosa-dosanya
- Tiada musibah yang datang terus-menerus, namun setelahnya pasti ada kemudahan
- Islam memperbolehkan kesedihan dan tangisan atas musibah, selama tidak berlebihan
- Musibah yang paling berat adalah musibah yang menimpa agama
—————————-
Berbagai problematika dalam kehidupan silih berganti dialami oleh manusia. Sebagian orang ada yang ditimpa musibah dengan hilangnya harta, meninggalnya orang yang dicintai, penyakit yang menaun, dan permasalahan kehidupan yang lain. Demikianlah hidup, dia adalah medan ujian. Ujian adalah sebuah keharusan dan kepastian. Selama ia hidup maka selama itu pula ia akan diuji. Allah Ta’ala berfirman,
ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلۡمَوۡتَ وَٱلۡحَيَوٰةَ لِيَبۡلُوَكُمۡ أَيُّكُمۡ أَحۡسَنُ عَمَلٗاۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡغَفُورُ
“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk: 2)
Oleh karena itu, untuk anda para pembaca yang sedang mengalami berbagai musibah, izinkan kami untuk menghibur Anda dengan pesan-pesan yang telah Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan.
Kehidupan Adalah Bersabar
Para pembaca yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah. Inti dari kehidupan ini adalah bersabar. Kita sebagai hamba Allah diperintahkan untuk bersabar pada tiga hal: (1) Bersabar dalam ketaatan, (2) Bersabar menjauhi kemaksiatan, dan (3) Bersabar terhadap musibah-musibah kehidupan (Majmu’ Fatawa Lisy-Syuwai’ir)
Apabila didapati musibah-musibah dalam kehidupan kita senantiasa datang silih berganti, hendaknya seseorang berbaik sangka kepada Allah. Boleh jadi karena kita bukan termasuk orang yang betah dan istikamah dalam menjalankan berbagai bentuk ketaatan, bukan pula kita termasuk orang yang bersih dari kemaksiatan, maka Allah ingin mengangkat derajat kita lewat musibah-musibah tersebut. Allah tahu bahwa kita adalah hamba yang lemah dalam menunaikan perintah dan menjauhi larangan, namun juga Allah tahu bahwa kita termasuk orang yang mampu untuk bersabar dengan guncangan-guncangan musibah.
Musibah Adalah Tanda Cinta dari Allah
Musibah adalah tanda cinta Allah kepada seorang hamba. Dengan hadirnya musibah berarti Allah menghendaki agar hamba tersebut tidak membawa terlalu banyak dosa tatkala dia berjumpa dengan Allah di hari kiamat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan).
Oleh karena musibah adalah bentuk kecintaan Allah kepada hamba-hamba-Nya maka musibah juga diderita oleh manusia-manusia pilihan Allah dari kalangan para Nabi dan orang-orang shalih. Bahkan musibah yang mereka alami lebih hebat. Semakin tinggi pohon keimanan seseorang, maka Allah akan semakin timpakan kepadanya berbagai musibah. Bukan karena Allah murka kepada mereka, akan tetapi karena cintanya Allah kepada mereka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ditanya tentang siapa orang yang paling berat cobaannya, maka Nabi menjawab:
الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa.” (HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 402. Lihat shahih At Targhib wa At Tarhib)
Janji Allah Pasti Benar, Musibah Pasti akan Berganti dengan Kemudahan
Dalam surat Al Insyirah, Allah Ta’ala berfirman tentang janji kemudahan bagi yang orang yang sedang ditimpa kemalangan dan kesulitan. Allah Ta’ala berfirman,
فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡ
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5)
Di ayat berikutnya kalimat yang sama diulangi,
إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 6).
Terkait ayat ini Qotadah rahimahullah mengatakan bahwa diceritakan pada kami, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi kabar gembira pada para sahabatnya dengan ayat di atas, lalu beliau mengatakan, “Satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.”
Perhatikanlah pembaca rahimakumullah, Allah dan Rasul-Nya menjanjikan adanya kemudahan atas musibah yang sedang menimpa Anda.
Siapakah yang lebih benar perkataannya dari Allah? Jangan sampai kita meragukan janji-Nya! Berbaik sangkalah kepada-Nya atas musibah yang sedang menimpa kita, maka jangan larut dalam kesedihan yang berkepanjangan! Kemudahan itu akan segera datang.
Tidak Mengapa Menangis
Islam tak melarang seseorang untuk bersedih dan menangis saat ditimpa musibah. Teteskanlah air mata saat beban-beban kehidupan itu menimpa pundak kita. Tidaklah ada yang salah dengannya. Hal yang dilarang adalah tidak bersabar dengan musibah tersebut. Kita wajib bersabar! Bersabar disini artinya seseorang menahan lisan dan anggota badannya dari berbuat perkara yang Allah benci. Ia tidak mencela takdir dan tidak mengatakan bahwa Allah tidak adil. Ia juga tidak menampar pipi dan merobek pakaian sebagai bentuk luapan amarahnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ اللَّهَ لَا يُؤَاخِذُ عَلَى دَمْعِ الْعَيْنِ وَلَا عَلَى حُزْنِ الْقَلْبِ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُ عَلَى هَذَا أَوْ يَرْحَمُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ إلَى لِسَانِهِ
“Sungguh Allah tidaklah menghukum seseorang karena tetesan air mata dan kesedihan hati. Akan tetapi, Allah hanyalah menyiksa atau mengasihi hamba karena sebab (sabar atau keluhan) lisan ini (beliau berisyarat menunjuk lisannya)”. (HR. Muslim)
Musibah yang Wajib Ditangisi
Para pembaca rahimakumullah, Anda tidak perlu bersedih secara berlebihan atas musibah yang sedang diderita. Selama musibah hanya menimpa dunia maka itu bukanlah hal yang berat. Hal yang paling berat adalah saat musibah itu menimpa agama. Bila harus menangis maka tangisilah keimanan Anda yang semakin menurun. Menangislah untuk hawa nafsu yang senantiasa diperturutkan. Menangislah untuk kewajiban yang ditinggalkan. Sebab, tatkala musibah menimpa seorang hamba maka dia akan mengalami berbagai hal buruk dan kerugian di kehidupan dunia maupun di akhirat, karena Allah tidak memberikan penjagaan kepadanya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ
“Jagalah Allah niscaya Allah akan menjagamu” (HR. At Tirmidzi)
Maksudnya, jika seorang hamba menjaga batasan-batasan syari’at dengan menjalankan kewajiban dan meninggalkan keharaman maka Allah akan memberikan penjagaan kepadanya. Sebaliknya, jika seorang hamba melanggar perintah-perintah Allah maka Allah tidak akan memberikan penjagaan-Nya.
Ditulis: Bima Krisna Aji, S.Pd. (Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)
Dimurajaah: Ustaz Abu Salman, B.I.S.