Faidah Doa Ilmu, Rizki, dan Amal  

Buletin At-Tauhid edisi 46 tahun ke Xdoa

Pembaca sekalian, do’a adalah bagian dari ibadah yang paling utama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Doa adalah ibadah” Kemudian beliau membaca ayat (yang artinya), “Rabb-mu berfirman : ‘Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan permintaan kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku pasti akan masuk ke dalam Jahannam dalam keadaan hina.” (QS. Ghafir : 60) (HR. Tirmidzi, dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani). Melalui kesempatan kali ini, marilah kita menelaah faidah dari salah satu doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memohon ilmu, rizki, dan amal.

Teks Hadits

Dari Ummul Mu’minin, Ummu Salamah Hindun binti Abi Umayyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa setelah shalat shubuh, “Allāhumma innii as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqan thayyiban, wa ‘amalan mutaqabbalan”, (Ya Allah aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ahmad, Ath Thabrani, An Nasaa-I, dan lainnya. Ibn Hajar Al ‘Asqalani dalam Nataaijul Afkar (2/329) dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Syaikh ‘Abdul Qadir Al Arnauth dalam tahqiq untuk Zaadul Ma’ad (2/342) menilai hadits ini derajatnya hasan. Kemudian hadits ini dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih Ibn Majah no 925.

Faidah dari doa tersebut dijelaskan dalam poin-poin berikut ini.

Awal Hari, Penetapan Tujuan Seorang Muslim

Apabila kita renungkan, pembaca yang mulia, antara doa yang diucapkan oleh Nabi shallallahu  ‘alaihi wa sallam pada setiap shalat shubuh dengan waktu disyariatkannya doa tersebut, maka akan kita dapati adanya kesesuaian. Waktu shubuh ialah waktu pembuka suatu hari bagi seorang muslim. Alangkah agungnya bila di waktu tersebut seorang hamba memanjatkan doa kepada Allah Ta’ala akan tiga perkara : ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amalan yang diterima.

Apabila kita renungkan kembali tentang tiga perkara tersebut, akan kita dapati bahwasanya tiga hal tersebut : ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amalan yang diterima, ialah tujuan hidup seorang muslim. Apabila ia mengumpulkan seluruh tujuan-tujuan dalam kesehariannya dan meringkasnya, pada akhirnya ia akan kembali pada tiga hal ini. Maka jadilah doa ini sebagai pembuka keseharian seorang muslim, dan hal ini setidaknya mengandung dua perkara :

  1. Adanya penetapan tujuan di awal hari. Bukankah diantara sebab kesuksesan -sebagaimana yang dikatakan berbagai motivator dan trainer- ialah seorang hendaknya menentukan tujuan kerjanya dengan jelas? Sehingga tergambar jelas di benaknya, apa tujuan yang harus ia capai pada hari itu, dan memotivasi agar tercapainya tujuan tersebut.
  2. Menghadap kepada Allah Ta’ala dalam rangka memohon pertolongan dan tercapainya tujuan, dengan cara berdoa di awal hari.

Ilmu, Sarana Utama Meraih Rizki dan Amal

Disebutkannya ilmu yang bermanfaat di awal doa, ialah dalil yang jelas bahwa ilmu didahulukan sebelum amal. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka ilmuilah, bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu” (QS Muhammad : 19)

Dalam ayat ini terkandung faidah bahwa ilmu didahulukan sebelum beramal, yaitu amalan memohon ampunan. Apabila kita kembali pada teks doa, maka akan kita dapati bahwa penyebutan ilmu didahulukan sebelum penyebutan rizki dan amal. Inilah dalil bahwasanya baiknya amal dan rizki dibangun berlandaskan ilmu. Ilmulah yang akan membedakan mana rizki yang halal dan mana yang haram, begitu pula mana amal yang diterima dan mana amal yang tertolak. Apabila ilmu ini tidak ada pada diri seseorang, niscaya akan bercampur rizkinya antara yang halal dan haram, dan amal yang diterima dan tertolak. Ia tidak akan mampu membedakan keduanya, kecuali dengan ilmu.

Ilmu harus menjadi perhatian utama seorang muslim, sebelum mencari rizki dan beramal. Sebagaimana kata ‘Umar ibn Abdul Aziz rahimahullah, “Barangsiapa beribadah kepada Allah tanpa ilmu, kerusakan yang ditimbulkannya akan lebih besar dari kebaikan yang ia hasilkan”.

Saudaraku, Datangilah Majelis Ilmu

Ulama berkata, doa haruslah diiringi dengan tindakan nyata. Oleh karena itu, doa memohon ilmu yang bermanfaat, “Allāhumma innii as-aluka ‘ilman naafi’an”, harus diiringi dengan upaya menuntut ilmu, yaitu berangkat menuju majelis ilmu, menelaah kitab, membahas masalah agama, dan segala perantara untuk mendapatkan ilmu. Bukanlah termasuk upaya mengambil sebab untuk mendapatkan ilmu, seseorang yang berdoa di tiap shalat shubuh memohon agar diberi ilmu yang bermanfaat namun setelah itu ia tidur hingga siang tanpa melakukan apa-apa. Hal ini tidak seharusnya dilakukan oleh orang yang berdoa dengan doa ini.

Tambah Selalu Ilmumu!

Merupakan konsekuensi bagi seorang yang berdoa dengan doa ini pada setiap harinya ketika shubuh, ialah hendaknya ia tidak melewatkan hari-harinya kecuali bertambah ilmunya, bertambah penelaahannya atas suatu masalah, hukum syariat, intensitasnya menghadiri kajian, membaca buku-buku yang bermanfaat, dan aktifitas lainnya dalam menuntut ilmu. Adapun satu hari yang ia luput darinya faidah dalam agamanya, maka itu musibah!

Dua Jenis Ilmu

Doa “Allāhumma innii as-aluka ‘ilman naafi’an” di dalamnya terkandung pelajaran bahwa ilmu terbagi menjadi dua jenis :

  1. Ilmu yang menimbulkan kerusakan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu sesuatu yang dapat memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya (yaitu ilmu sihir –pen)” (QS Al Baqarah : 102). Dan betapa banyak ilmu seperti ini di zaman kita!
  2. Ilmu yang bermanfaat bagi manusia. Ilmu inilah yang dimaksud dalam doa diatas. Dalam sebagian doa, Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Definisi ilmu yang bermanfaat ialah : ilmu yang dzatnya itu sendiri memang bermanfaat, dan ilmu tersebut mampu memberi manfaat bagi siapa saja yang menelaahnya dan mempelajarinya.  Terkadang, suatu ilmu itu dzatnya bermanfaat namun orang yang mempelajarinya tidak memperoleh manfaat dari ilmu tersebut. Ia mempelajarinya namun tidak mendapat tambahan kebaikan, petunjuk, ketaqwaan dan kedekatan pada Allah Ta’ala. Inilah yang juga termasuk dalam definisi ilmu yang tidak bermanfaat. Wal ‘iyadzubillah, kita berlindung dari yang demikian.

Ilmu yang bermanfaat kedua adalah ilmu yang secara dzatnya adalah ilmu yang mubah dan memiliki manfaat untuk manusia, seperti ilmu kedokteran, ilmu teknik, dan lainnya. Akan tetapi, dengan niat baik orang yang mempelajarinya, jadilah ilmu tersebut ilmu yang bermanfaat.

Mencari Rizki Haruslah yang Thayyib

Dalam doa ini terkandung anjuran bagi seorang muslim untuk mencari rizki setiap hari, tentunya dengan senantiasa menghadapkan diri bertawakkal pada Allah Ta’ala. Dalam kalimat doa “wa rizqan thayyiban” terkandung makna bahwa rizki ada dua : thayyib (baik, halal) dan khabits (kotor, haram). Kita katakan bahwa segala jenis hal : makanan, minuman, pakaian, ada yang thayyib dan khabits.

Yang thayyib ialah yang secara dzatnya halal, bukan termasuk dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah, dan didapatkan melalui cara yang baik pula. Maka haruslah bagi setiap muslim untuk mampu membedakan mana yang baik mana yang buruk, hingga makanannya, minumannya, pakaiannya semuanya baik.

Terdapat hadits Nabi shallallahu  ‘alaihi wa sallam yang menceritakan seorang laki-laki melakukan perjalanan jauh, tubuhnya diliputi debu lagi kusut, ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku’. Akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, dan pakaiannya juga berasal dari yang haram. Maka Nabi bersabda, “Bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?” (HR Muslim)

Oleh karena itu sebagian salaf berkata, “Baguskan makananmu (yaitu bersihkan dari hal yang haram) niscaya do’amu akan terkabul”. Maka dalam doa meminta rizki yang thayyib, terkandung pula makna agar seorang itu haruslah menjauh dari mata pencaharian yang haram berupa riba, judi, tipu menipu, jual beli yang haram, dan sebagainya.

Amalan yang Diterima

Amal shalih yaitu amal yang memenuhi dua syarat :

  1. Ikhlas karena Allah Ta’ala
  2. Mutaba’ah, sesuai dengan sunnah Nabi

Sesungguhnya Allah hanyalah menerima amal yang shalih sesuai dua syarat tersebut, ikhlas dan mencocoki sunnah. Fudhail ibn ‘Iyadh berkata mengenai firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang paling baik amalnya” (QS. Al Mulk : 2), beliau jelaskan yaitu “(Amal yang paling baik) ialah yang paling ikhlas dan paling benar”. Ada seorang yang bertanya, “Wahai Abu Ali, apa yang dimaksud paling ikhlas dan paling benar?”

Beliau jawab, “Sesungguhnya amal apabila dilakukan dengan ikhlas namun tidak benar (tidak sesuai sunnah), tidaklah diterima. Apabila benar namun tidak ikhlas juga tidak diterima, sampai amal tersebut ikhlas dan benar”. Ikhlas yaitu karena Allah semata, dan benar yaitu sesuai sunnah.

Inilah, para pembaca sekalian, doa yang sangat agung bagi seorang muslim. Barangsiapa yang masih belum tahu, atau tahu namun belum hafal, hendaknya ia meninjau kembali berbagai keutamaan dan kandungan doa ini dan ia berdoa dengannya di setiap setelah shalat shubuh dengan “Allāhumma innii as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqan thayyiban, wa ‘amalan mutaqabbalan”. Semoga Allah mudahkan untuk mengamalkannya. Wa billahit taufiq.

(Disadur secara bebas dari muhadharah Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq ibn ‘Abdil Muhsin Al Abbad Al Badr hafizhahullahu dalam http://al-badr.net/dl/doc/FgQwzICDPd)

Penulis                 : Yhouga Ariesta, S.T. (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Muroja’ah           : Ustadz Abu Salman, B.I.S

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *