SEPUTAR IBADAH KURBAN

Edisi 1844

  • Ibadah kurbanadalah ibadah yang agung yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala.
  • Pada setiap umat terdahulu ada shalat serta berkurban, dan tidak ada amalan lain yang bisa menggantikan posisi dua ibadah tersebut.
  • Diantara hikmah dari ibadah kurban adalah:
  1. Menghidupkanajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam
  2. Memberikan kegembiraanpada diri sendiri, keluarga, tetangga, kerabat, teman, dan sekaligus bersedekah kepada orang miskin
  3. Merupakan bentuk rasa syukurkepada Allah
  • Ada kriteria hewan kurban, waktu dan tata cara penyembelihannya dan sunnah-sunnah dalam kurban*

Shalatlah kepada Rabb-mu dan berkurbanlah

(Q.S. Al Kautsar: 2)

* Selengkapnya dalam buletin

Hari raya kurban atau Idul Adha adalah salah satu hari raya umat muslim yang ditetapkan oleh agama. Pada hari tersebut, disyariatkan ibadah udhiyah atau dikenal dengan ibadah kurban, yaitu menyembelih hewan kurban dengan aturan tertentu dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Hari dimulainya puasa adalah hari ketika orang-orang berpuasa, Idul Fitri adalah hari ketika orang-orang berhari raya, dan Idul Adha adalah hari ketika orang-orang menyembelih” (H.R. Tirmidzi, Ad Daruquthni, dinilai shahih oleh Al Albani)

Hukum Udhiyah

Al Udhiyah atau an nusuk atau an nahr atau biasa disebut ibadah kurban adalah ibadah yang agung yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala sebagaimana Firman-Nya (yang artinya), “Shalatlah kepada Rabb-mu dan berkurbanlah” (Q.S. Al Kautsar: 2). Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, sembelihanku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (Q.S. Al An’am: 162).

Ibadah kurban ini juga ada dalam syariat umat-umat terdahulu, sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam Al Qur’an (yang artinya), “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap bahiimatul an’am (hewan ternak yang boleh untuk dijadikan kurban: unta, sapi, kambing, atau domba) yang telah direzekikan Allah kepada mereka” (Q.S. Al Hajj : 34). Pada setiap umat terdahulu ada shalat serta berkurban, dan tidak ada amalan lain yang bisa menggantikan posisi dua ibadah tersebut (shalat dan berkurban)” (dinukil dari Ahkamul Udhiyyah wadz Dzakah, 2/220).

Para ulama berselisih pendapat mengenai hukumnya. Sebagian ulama mengatakan hukumnya wajib bagi setiap orang yang mampu, dan sebagian ulama mengatakan hukumnya sunnah muakkadah. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa memiliki kelapangan, namun ia tidak berkurban, maka janganlah datangi mushalla kami” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dinilai hasan oleh Al Albani). Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan bahwa langkah yang lebih hati-hati adalah hendaknya orang yang mampu tidak meninggalkan ibadah udhiyyah, karena dengan demikian ia dapat mengagungkan Allah dan terlepas dari tuntutan agama dengan pasti dan lebih yakin (Ahkamul Udhiyyah wadz Dzakah, 2/219).

Hikmah dan Keutamaan Udhiyyah

Ibadah udhiyyah adalah ibadah agung dan merupakan ketaatan yang besar. Ia diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Maka orang yang melaksanakannya berarti ia telah menjalankan perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kemudian seseorang yang rela mengorbankan hartanya baik berupa uang ataupun berupa hewan sembelihan demi mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, menunjukkan ketulusan penghambaannya kepada Allah dan menunjukkan bahwa ia adalah hamba Allah yang sejati. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika mengomentari surat Al Hajj ayat 34 di atas beliau berkata, “Ayat ini juga menunjukkan ibadah kurban adalah bukti nyata bahwa seseorang itu adalah hamba Allah yang sejati dan ibadah kurban itu juga mengandung maslahat di setiap zaman, setiap tempat, dan setiap umat” (Ahkamul Udhiyyah wadz Dzakah, 2/213).

Namun perlu diwaspadai hadits-hadits yang lemah dan palsu seputar keutamaan kurban. Kita meyakini ibadah kurban itu agung dan utama, namun tidak boleh kita berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menyebarkan hadits-hadits lemah dan palsu. Ibnul ‘Arabi mengatakan, “Tidak ada hadits yang shahih mengenai keutamaan hewan kurban” (dinukil dari Kasyful Khafa, 1/133).

Diantaranya adalah perkataan, “Perbesarlah hewan kurban kalian, karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati shirath”. Ibnu Hajar mengatakan, “Aku tidak pernah melihat sanadnya” (Talkhis Al Habir, 2364). Oleh karena itu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan, “Tidak ada asal-usulnya dengan lafadz ini” (Silsilah Adh Dha’ifah, 74).

Kemudian para ulama menyebutkan, diantara hikmah dari ibadah kurban adalah:

  1. Menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim‘alaihis salaam yang diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anak tercintanya, Nabi Ismail ‘alaihis salaam di hari an nahr (Idul Adha). Sebagaimana kisahnya diabadikan dalam surat Ash Shaffat ayat 99-106. Kemudian Allah ganti Ismail dengan seekor kambing sebagai kabar gembira bagi mereka. Dalam kisah ini terdapat banyak pelajaran berharga mengenai kesabaran, ketaatan yang luar biasa, pengorbanan, dan keshalihan orang tua dan anaknya, yang ini hendaknya diteladani dan dicontoh oleh setiap orang yang berkurban dan selain mereka.
  2. Ibadah kurbanjuga memberikan kegembiraan pada diri sendiri, keluarga, tetangga, kerabat, teman, dan sekaligus bersedekah kepada orang miskin dengan daging sembelihan yang dibagikan kepada mereka.
  3. Ibadah kurbanjuga merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah yang telah memberi nikmat yang tidak terhitung kepada kita. Maka ibadah kurban ini adalah ujian bagi kita, apakah kita bersyukur ataukah tidak atas nikmat tersebut? (Al Mufashal fii Ahkamil Udhiyyah, hal. 10-24).

Hewan kurban

Hewan yang disembelih dalam ibadah kurban adalah bahiimatul an’am, yaitu unta, sapi, kambing, dan domba sebagaimana disebutkan dalam surat Al Hajj ayat 34 yang disebutkan di atas. Unta lebih utama, lalu setelah itu sapi, karena lebih berharga dan lebih banyak dagingnya sehingga memberikan manfaat. (Al Mulakhash Al Fiqhi,1/449).

Sembelihan seekor sapi mencukupi untuk 7 orang dan sembelihan seekor unta mencukupi untuk 10 orang berdasarkan hadits, “Kami pernah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, kemudian tiba hari Idul Adha. Maka kami patungan bertujuh untuk sapi, dan bersepuluh untuk unta” (H.R. Tirmidzi, dinilai shahih oleh Al Albani)

Sedangkan sembelihan seekor kambing atau domba untuk satu orang shahibul kurban, namun pahalanya untuk ia dan seluruh keluarganya sekaligus. Sebagaimana hadits Atha bin Yasar, “Bagaimana para sahabat berkurban di masa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam?”. Abu Ayyub Al Anshari menjawab, “Ada yang pernah menyembelih seekor domba untuk dirinya dan keluarganya. Mereka akan makan sebagiannya dan menyedekahkan sebagiannya, sehingga jadilah seperti yang engkau lihat’” (H.R. Tirmidzi, ia berkata, “hasan shahih”)

Adapun hewan yang dijadikan sembelihan kurban, tidak boleh memiliki kekurangan yang disebut dalam hadits, “Empat hal yang tidak boleh ada pada hewan kurban : dipastikan ia buta, dipastikan ia sakit, dipastikan ia pincang, atau ia kurus sekali” (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Al Albani)

Waktu penyembelihan

Penyembelihan hewan kurban dapat dilakukan dalam rentang waktu 4 hari, dimulai setelah shalat Idul Adha hingga berakhir setelah ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Di luar rentang waktu ini maka tidak sah. Dalilnya adalah hadits Barra’ bin ‘Adzib, “Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat Idul Adha, maka itu tidak dianggap nusuk (kurban). Itu hanya sekedar daging biasa untuk dimakan keluarganya” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Juga hadits, “Pada hari-hari tasyriq, boleh menyembelih” (H.R. Ahmad, dinilai hasan oleh Al Albani)

Tata cara penyembelihan

  1. Wajib membaca basmalah, dan disunnahkan bertakbir, lalu meletakkan kaki pada leher hewan sembelihan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Jangan kalian makan sembelihan yang tidak disebut nama Allah atasnya, karena itu adalah kefasikan” (Q.S. Al An’am : 121)

Juga hadits, “Nabi shallallahu ’alahi wa sallam berkurban dengan dua kambing kibasy berwarna putih lagi panjang tanduknya. Beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri sambil membaca basmalah dan bertakbir serta meletakkan kaki beliau diatas leher keduanya” (H.R. Bukhari dan Muslim)

  1. Disunnahkan menyebut nama shahibul kurban. Sebagaimana praktek Nabi shallallahu ’alahi wa sallam ketika berkurbanbeliau bersabda, “Ini kurbandariku dan umatku yang tidak bisa berkurban” (H.R. Al Hakim, dinilai shahih oleh Al Albani).
  2. Gunakanpisau yang tajamsehingga hewan kurban tidak terlalu lama merasakan sakit, dan tenangkan hewan sebelum disembelih. Dalilnya, “Jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaknya kalian menajamkan pisau dan hendaknya ia menenangkan hewan sembelihannya” (H.R. Muslim)

Sunnah-sunnah dalam ibadah kurban

  1. Penyembelihan dilakukan dilapangan. Dalilnya hadits Ibnu Umar radhiallahu’anhu, beliau berkata, “Biasanya Nabi shallallahu ’alahi wa sallam berkurbandilapangan” (H.R. Bukhari)
  2. Shahibul kurbandianjurkan menyembelih dengan tangan sendiri, atau boleh diwakilkankepada orang lain namun menyaksikan penyembelihannya (Ahkamul Idain, 1/77)
  3. Shahibul kurbandianjurkan memakan daging hewan kurbannyadan mensedekahkan sebagian yang lain. Dalilnya sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tentang hal ini, “Makanlah, simpanlah, dan sedekahkanlah” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk menjalankan ibadah kurban dan amalan shalih lainnya, dan semoga Allah menerima amalan-amalan tersebut, dan menjadikannya amalan yang menambah berat timbangan kebaikan kita di akhirat kelak. Wallahul muwaffiq.

Penulis : Yulian Purnama, S.Kom (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Muraja’ah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *