RAMBU-RAMBU BERKURBAN

Edisi 2043

  • Shohibul kurban= orang yang melaksanakan ibadah kurban
  • Berkurban sangat dianjurkan bagi yang memiliki kelapangan rezeki
  • Dalam menjalankan ibadah ini, ada beberapa aturan yang harus diperhatikanolehshohibul kurban:
  1. Larangan memotong kuku dan mencukur rambut mulai dari tanggal 1 Dzulhijjah hingga kurban disembelih
  2. Jangan menjual daging dan kulit hewan kurban, kecuali bagi penerima boleh memanfaatkan bagian hewan tersebut sesuai keinginan mereka
  3. Larangan mengupah jagal dengan bagian hewan kurban, Jika diberikan cuma-cuma atau sebagai hadiah, jagal boleh memanfaatkannya
  4. Menggagalkan hewan kurban yang telah ditentukan, kecuali ditukar dengan hewan yang lebih baik
  • Pentingnya mematuhi aturan syariat dalam berkurban untuk mendapatkan pahala dan kesempurnaan ibadah di sisi AllahTa’ala

Shohibul kurban adalah sebutan (istilah) bagi orang yang hendak berkurban atau melaksanakan ibadah kurban.  Menjadi shohibul kurban ini sangat dianjurkan bagi orang-orang yang memiliki kelapangan harta yang cukup atau berlebih. 

Allah Ta’ala berfirman,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Shalatlah kepada Rabb-mu dan berkurbanlah” (QS. Al Kautsar: 2).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Barang siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya no. 8273, hadis hasan Lihat Takhrij Musykilail-Faqr no. 102).

Dalam berkurban, shohibul perlu memerhatikan rambu-rambu terkait perintah dan larangan yang telah diatur dalam syariat islam yang indah dan kaffah ini. Aturan dan larangan yang ada tentu mengandung hikmah, baik kita ketahui maupun tidak. Semoga dengan melaksanakan dan mengikuti aturan Allah dan Rasul-Nya, ibadah kurban kita menjadi semakin lebih sempurna dan diterima Allah Ta’ala.

Larangan memotong kuku dan mencukur rambut

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَن كانَ لَهُ ذِبحٌ يَذبَـحُه فَإِذَا أَهَلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ

”Barangsiapa yang telah memiliki hewan yang hendak dikurbankan, apabila telah masuk tanggal 1 Dzulhijjah, maka janganlah dia memotong sedikitpun bagian dari rambut dan kukunya hingga dia selesai menyembelih.” (HR. Muslim).

Larangan dalam hadis tersebut ditujukan untuk shohibul kurban bukan rambut dan kuku hewan kurban. Kata ganti yang digunakan dalam kalimat ‘شَعْرِهِ’ dan ‘أَظْفَارِهِ’ adalah kata ganti tunggal untuk jenis mudzakar (laki-laki), yaitu kata ganti ‘هـ’ yaitu kata ganti yang kembali kepada pemillik hewan bukan hewannya.

Larangan yang dimaksud adalah larangan baik mencukur gundul atau mencukur sebagian saja, atau sekedar mencabutinya. Baik rambut itu tumbuh di kepala, kumis, sekitar kemaluan maupun di ketiak (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2/376).

Perlu diperhatikan juga bahwa larangan tersebut hanya berlaku untuk kepala keluarga (shohibul kurban) dan tidak berlaku bagi seluruh anggota keluarganya (Lihat Syarhul Mumti’, 7:529).

Hikmah dari larangan di atas, menurut syafi’iyah adalah agar rambut dan kuku yang hendak di potong tetap ada hingga hewan kurban disembelih. Demikian supaya semakin banyak anggota tubuh yang terbebas dari api neraka. Allahua’lam.

Jangan menjual daging dan kulit hewan kurban

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من باع جلد أضحيته فلا أضحية له

Barang siapa yang menjual kulit hewan kurbannya maka ibadah kurbannya tidak ada nilainya. (HR. Al Hakim, 2390 & Al Baihaqi. Hadis hasan).

Barter (menukar) dan menjual kulit dan kepala hewan kurban untuk ditukar dengan daging termasuk jual beli yang dilarang. Karena tukar-menukar termasuk transaksi jual beli meskipun dengan selain uang (Lihat Tanwirul ‘Ainain bi Ahkamil Adhohi wal ‘Idain, hal. 373).

Memperjual-belikan kulit hewan kurban yang belum dibagikan adalah transaksi yang tidak sah. Kecuali setelah dibagikan, orang yang menerima kulit dibolehkan memanfaatkan kulit sesuai keinginannya, baik dijual maupun untuk dimanfaatkan yang lain, karena ini sudah menjadi haknya. (Lihat Fiqh Syafi’i 2/311).

Pantangan mengupah jagal (penyembelih) dengan bagian tubuh hewan kurban

Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, 

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا، وَلَا يُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا شَيْئًا

“Beliau pernah diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengurusi penyembelihan untanya dan agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan onta tersebut, baik yang berupa daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan dia tidak boleh memberikannya kepada jagal barang sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan dalam lafaz lainnya beliau berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim)Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/379).

Akan tetapi jika diberikan cuma-cuma dan bukan sebagai upah, maka jagal diperbolehkan memanfaatkannya sekehendaknya, bisa dimakan, dijual atau yang lainnya.

Demikian juga bila hasil kurban diserahkan kepada jagal karena ia miskin atau sebagai hadiah, maka tidaklah mengapa.

Menggagalkan hewan kurban yang telah ditentukan

Jika sudah berniat (diucapkan dengan lisan atau ditunjukkan suatu perbuatan) dan bahkan sudah membeli hewan yang memang dikukuhkan untuk berkurban, maka tidak boleh digagalkan dan baiknya tetap konsisten untuk berkurban. Namun, jika ingin menukarkan hewan kurban dengan hewan yang lebih baik maka diperbolehkan. (Lihat Ahkamul Udhiyati, hal. 17-18).

Anjuran siapa saja yang menerima hewan kurban

Allah Ta’ala telah menerangkan kepada siapa saja daging kurban tersebut diberikan dalam firman-Nya,

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ

Telah Kami jadikan untuk kalian unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah, kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah mati, maka makanlah sebagiannya dan beri daging itu untuk orang (miskin) yang tidak meminta-minta dan orang yang meminta. (QS. Al-Hajj: 36).

Dari ayat di atas, Allah berikan tiga pilihan terkait pendistribusian hewan kurban,

  1. Dimakan sendiridan keluarga/kerabat (ini yang disunnahkan)
  2. Diberikan kepada orang yang tidak mampu sebagai sedekah(ini yang diwajibkan)
  3. Diberikan kepada orang yang mampu sebagai hadiah(ini yang mubah) (Lihat Ahkamul Udhiyati, hal. 24).

Hal yang sama juga disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا

Makanlah, berikan kepada orang lain, dan silahkan simpan. (HR. Bukhari & Muslim).

Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi Fatwa Saudi Arabia) mengatakan,  “Hasil sembelihan kurban dianjurkan (1) dimakan oleh shohibul kurban. (2) Sebagian lainnya diberikan kepada faqir miskin untuk memenuhi kebutuhan mereka pada hari itu. (3) Sebagian lagi diberikan kepada kerabat agar lebih mempererat tali silaturahmi. (4) Sebagian lagi diberikan pada tetangga dalam rangka berbuat baik. (5) Juga sebagian lagi diberikan (sebagai hadiah) pada saudara muslim lainnya agar semakin memperkuat ukhuwah.” (Fatwa no. 5612, 11/423-424).

Ditulis: Arif Muhammad N, S.Pd., dari https://muslim.or.id/85539-rambu-rambu-berkurban.html
Dimurajaah: Ustaz Abu Salman, B.I.S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *