Perlukah Memperingati Hari Kelahiran Nabi?

2009

  • Di antara alasan tidak perlu merayakan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
    • Tiada perintah dari Nabi untuk itu
      • Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (R. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
    • Mengenal seluk-beluk Nabi seharusnya setiap saat, tidak hanya di satu waktu saja
    • Meneladani Nabi adalah dengan teguh mengikuti ajarannya
      • … Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku...” (S. Ali Imran: 31).
    • Nabi beserta para shahabat dan tabi’in -orang-orang yang paling mulia- pun tidak merayakannya. Peringatan hari kelahiran Nabi baru dirayakan pada masa Sulthon Irbil
    • Mengikuti ajaran Nabi tak hanya perlu niat, melainkan juga perlu cara yang benar

<>

Sebagian yang merayakan kelahiran Nabi pada 12 Rabi’ul Awwal beralasan bahwa perayaan tersebut dimaksudkan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berikut beberapa alasan kenapa peringatan kelahiran nabi tidak perlu dirayakan:

Pertama:

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah memerintahkan umatnya untuk memperingati kelahiran beiau shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khusus melalui peringatan kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan hal ini merupakan hal yang diada-adakan sepeninggal beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Peringatan hari keahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  mulai muncul sekitar 600 tahun sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Padahal perkara baru dalam agama telah diperingatkan sendiri oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (H.R. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (H.R. Muslim no. 1718)

Kedua:

Mengenal kelahiran, karakteristik, mukjizat, sirah, serta akhlak mulia beliau bukan hanya ketika waktu tertentu dan dalam kumpulan tertentu, akan tetapi setiap saat, sepanjang waktu. Orang-orang yang memperingatinya hanya ketika malam terntentu, maka amalan semacam ini didasari pada tradisi semata yang diambil dari nenek moyang sebelum mereka,

<{بَلْ قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُهْتَدُونَ}>

Bahkan mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka’.” (Q.S. Az Zukhruf: 22).

Ketiga:

Meneladani Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan mengikuti ajaran (ittiba’) beliau dan berpegang dengan sunnah beliau serta mendahulukan petunjuk beliau dari yang lainnya. Allah Ta’ala berfirman,

<{قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ}>

Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Ali Imran: 31).

<{وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا}>

Dan jika kamu taat kepada Rasul, niscaya kamu mendapat petunjuk.” (Q.S. An Nur: 54)

Demikianlah yang diajarkan dalam Islam. Suatu perayaan pun harus mengikuti petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena merayakan hari kelahiran Nabi adalah suatu ibadah. Bagaimana mungkin tidak dikatakan sebagai suatu ibadah, sementara orang yang merayakannya saja ingin mengingat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pasti ingin cari pahala. Ini jelas ibadah, bukan perkara mubah biasa. Sedangkan dalam ibadah mesti ikhlas kepada Allah dan mengikuti syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ini adalah dua landasan agung dalam agama ini yaitu (1) tidak beribadah selain kepada Allah semata dan (2) tidak beribadah kecuali dengan ibadah yang disyariatkan, bukan dengan ibadah yang tidak ada tuntunannya dari Nabi dan para sahabat. Inilah konsekuensi atau perwujudan dari syahadat laa ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah) dan syahadat (pernyataan) bahwa Muhammad adalah utusan Allah. (Lihat Majmu’ Al Fatawa (1: 333))

Keempat:

Memperingati kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah suatu yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan pula amalan para sahabat yang mulia, bukan pula amalan tabi’in, dan bukan pula amalan para imam yang mendapat petunjuk setelah mereka. Perayaan tersebut hanyalah perayaan yang berasal dari Sulthon Irbil (pelopor hari keahiran nabi pertama kali).

Kelima:

Meneladani dan mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beramal dan dalam keadaan berniat yang benar, haruslah dengan mengikuti ajaran beliau dan para sahabatnya. Begitu pula ia memperingatkan dari setiap amalan yang diada-adakan.

Silakan renungkan dan cermati. Itulah 5 alasan kenapa kita selaku umat Islam tidak perlu memperingati kelahiran Nabi. Cukup suri tauladan beliau dan warisan ilmu dari beliau yang kita ambil karena itulah jalan selamat.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Dikembangkan dari Rasa`il Hukmu Al Ihtifal bi Maulid An Nabawi, 1: 137-142, terbitan Darul Ifta’, disarikan dari tulisan K.H. Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc. di muslim.or.id/19482-perlukah-memperingati-hari-kelahiran-nabi.html

Ziyadah:

Mengagungkan Sunnah Nabi

Sunnah memiliki kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Bagaimana tidak? Sunnah adalah penjelas dan penjabar Al Qur’anul Kariim. Sunnah juga merupakan sumber hukum kedua dalam Islam. Tanpa memahami sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seseorang tidak akan bisa memahami dan mengamalkan Islam dengan baik dan benar.

Sunnah yang dimaksud bukanlah menurut istilah fikih yang merupakan lawan dari makruh. Akan tetapi sunnah yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik itu ucapan beliau, perbuatan beliau, ataupun ketetapan beliau. Secara umum, manusia di dalam menyikapi sunnah Nabi terbagi menjadi 3 golongan:

  1. Golongan yang Mengagungkan Sunnah Nabi dengan benar

Golongan yang mengagungkan sunnah Nabi dengan benar adalah golongan orang-orang yang mau mempelajari, meneladani, dan mengamalkan sunnah beliau. Orang-orang dari golongan ini sadar bahwa mereka telah bersyahadat: “Asyhadu Anna Muhammadarrasulullah” (aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah) konsekuensinya mereka harus mengagungkan sunnah Nabi. Mereka menempuh jalan yang benar dalam mengagungkan sunnah Nabi. Jalan yang benar dalam mengagungkan sunnah Nabi adalah dengan mempelajari, meneladani, dan mengamalkan sunnah beliau.

  1. Golongan yang Mengagungkan Sunnah Nabi dengan Cara yang Salah

Golongan yang kedua ini adalah orang-orang yang tahu bahwasanya mengagungkan sunnah Nabi adalah sebuah kewajiban namun mereka tidak mengetahui cara yang benar di dalam mengagungkan sunnah Nabi. Mereka mengagungkan sunnah Nabi dengan cara-cara yang tidak beliau ajarkan dan bahkan dilarang oleh syariat islam. Mereka membuat acara-acara/ perayaan-perayaan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga tidak pernah dilakukan oleh para sahabat Nabi. Sehingga pada hakikatnya apa yang mereka lakukan bukanlah mengagungkan sunnah beliau.

Diantara contoh perbuatan tidak benar yang dilakukan oleh sebagian orang yang termasuk dalam golongan ini adalah dengan melakukan perayaan hari keahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Niat mereka memang baik, yaitu bertujuan mengagungkan Nabi dan sunnahnya. Akan tetapi caranya tidak benar, karena tidak ada tuntunannya. Seandainya perayaan tersebut baik, pasti para sahabat telah melakukannya karena para sahabatlah orang yang paling mencintai dan mengagungkan beliau dan sunnahnya. Sedangkan para sahabat tidak pernah melakukan acara/ perayaan tersebut.

  1. Golongan yang Meremehkan Sunnah Nabi

Golongan ketiga adalah orang-orang yang meremehkan dan mengejek sunnah Nabi. Mereka menolak dan tidak mau beramal dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan mengejek sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengejek orang-orang yang mengamalkannya. Inilah golongan yang paling jelek. Banyak sekali kita temui orang-orang yang tidak mau beramal dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, minum sambil duduk misalnya, padahal minum sambil duduk adalah sunnah Nabi, bahkan beliau melarang kita minum sambil berdiri. Orang yang tidak setuju mengatakan, ketinggalan jaman, masak minum saja harus sambil duduk. Ada juga orang mengejek sunnah Nabi dengan mengejek orang-orang yang mengamalkannya. Misalnya, orang-orang yang memelihara jenggot diejek seperti kambing, lelaki yang memakai pakaian yang tidak menutupi mata kaki diejek kebanjiran, dan ejekan-ejekan lainnya yang pada hakikatnya adalah mengejek sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Disarikan dari tulisan Dr. Muhammad Rezki Hr, S.T., M.Eng., dari https://buletin.muslim.or.id/mengagungkan-sunnah-nabi/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *