Tidak Semua Yang Berlabel Syar’i itu Syar’i

Pada zaman sekarang, banyak penyakit yang menimpa manusia. Ada yang sudah diketahui obatnya dan ada pula yang belum diketahui obatnya. Hal ini merupakan cobaan dari Allah Ta’ala, yang juga akibat dari perbuatan dosa dan maksiat yang dilakukan manusia, Allah Ta’ala berfirman yang artinya “Dan apa saja musibah yang menimpamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Alloh memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (QS Asy Syuro: 30).

Sesungguhnya ketika penyakit menimpa seorang muslim, maka dia mempunyai kewajiban untuk berikhtiar mencari obatnya dengan berusaha semaksimal mungkin. Dalam usaha mengobati penyakit yang dideritanya, maka wajib baginya memperhatikan tiga hal berikut ini.

Tidurlah Sesuai dengan Tuntunan Nabimu!!

Sesungguhnya seorang muslim memandang tidur sebagai nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Allah berfirman yang artinya, “Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya”. (QS. Al-Qoshos: 73). Dan Firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat” (QS. An-Naba: 9).

Tidur seorang hamba pada waktu malam setelah segala aktivitas yang dilakukannya pada siang hari, akan membantu tubuhnya menjadi segar untuk bisa melakukan aktivitas pada esok hari, juga akan membantu tubuhnya lebih bersemangat untuk melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Maka dengan nikmat yang besar ini hendaknya seorang muslim bersemangat untuk menjaga tuntunan yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah adab-adab yang berkaitan dengan tidur.

Kunci-Kunci Ilmu Gaib, Hanya Allah Yang Mengetahuinya

Belakangan ini sering kita jumpai di berbagai media adanya orang-orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib. Di antara mereka ada yang mengatakan sanggup untuk mengetahui bagaimana karir, rezeki, asmara dan lain sebagainya selama beberapa waktu dengan melihat tanggal lahirnya, bahkan ada di antara orang-orang yang mengklaim bahwa mereka dan beberapa gelintir pengikutnya mengetahui kapan terjadinya hari kiamat dan alhamdulillah kedustaan seperti ini telah terbongkar dengan sendirinya ketika tidak terjadi hari kiamat di hari yang telah mereka ramalkan tersebut. Kaum muslimin rahimakumullah, sebenarnya bagaimanakah hal ini dalam Islam, apakah manusia mengetahui ilmu-ilmu gaib tersebut? Pembahasan kali ini insya Allah sedikit mengupas tentang kunci-kunci ilmu gaib yang hanya diketahui oleh Allah semata.

Kaum muslimin rahimakumullah, Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan hanya di sisi-Nya lah kunci-kunci ilmu gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia” (QS Al An’aam: 59). Apakah yang dimaksud kunci-kunci ilmu gaib tersebut? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -manusia yang paling memahami Al Quran- menafsirkan bahwa kunci-kunci ilmu gaib tersebut ada lima macam. Beliau bersabda yang artinya, ”Kunci-kunci ilmu gaib ada lima, hanya Allah yang mengetahuinya: tidak ada yang tahu apa yang terjadi esok hari kecuali Allah, tidak ada yang tahu apa yang dikandung oleh rahim kecuali Allah, tidak ada yang tahu kapan turun hujan kecuali Allah, tidak ada seorang pun yang tahu di bumi mana dia akan meninggal, dan tidak ada yang tahu kapan terjadi hari kiamat kecuali Allah.” (HR Bukhori)

Siapakah Muhammad bin Abdul Wahhab?

Muhammad bin Abdul Wahhab, sebuah nama yang tidak asing di sebagian orang. Namun banyak pro dan kontra seputar sosok ini. Ada yang menilai beliau sebagai seorang ulama yang menjadi panutan. Namun di sisi lain, sebagian orang yang tidak senang dengan dakwah beliau menganggap beliau sebagai seorang yang keras bahkan pembawa aliran baru dalam Islam. Pada kesempatan kali ini, insya Allah akan sedikit kita bahas tentang sosok Muhammad bin Abdul Wahhab. Namun, karena keterbatasan tempat, hanya sedikit yang dapat kita bahas tentang beliau di lembar buletin ini. Untuk lebih lengkapnya, pembaca dapat membaca sebuah buku berjudul Meluruskan Sejarah Wahhabi yang disusun oleh Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi, kami banyak menukil dari buku tersebut, walhamdulillah.

Tanpa Tauhid, Amal Ibadah Tidaklah Bernilai

Para pembaca yang semoga selalu mendapatkan taufik dari Allah Ta’ala. Allah menciptakan kita, tidaklah untuk dibiarkan begitu saja. Tidaklah kita diciptakan hanya untuk makan dan minum atau hidup bebas dan gembira semata. Akan tetapi, ada tujuan yang mulia dan penuh hikmah di balik itu semua yaitu melakukan ibadah kepada Sang Maha Pencipta. Ibadah ini bisa diterima hanya dengan adanya tauhid di dalamnya. Jika terdapat noda-noda syirik, maka batal lah amal ibadah tersebut.

Perlu pembaca sekalian ketahui bahwa ibadah tidak akan diterima kecuali apabila memenuhi 2 syarat: Pertama, memurnikan ibadah kepada Allah semata (tauhid) dan tidak melakukan kesyirikan. Kedua, mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibadah apapun yang tidak memenuhi salah satu dari kedua syarat ini, maka ibadah tersebut tidak diterima.

Rayuan Setan

Para pembaca yang budiman, ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa untuk mencintai lawan jenisnya. Ini merupakan fitrah (insting) yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, ”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang dinginkannya berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik.” (Ali Imran: 14)

Tatkala adab-adab bergaul antara lawan jenis mulai pudar, luapan cinta yang bergolak dalam hati manusia pun menjadi tidak terkontrol lagi. Akhirnya, setan berhasil menjerat para remaja dalam ikatan maut yang dikenal dengan ”pacaran”. Allah telah mengharamkan berbagai aktifitas yang dapat mengantarkan ke dalam perzinaan. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya, ”Dan janganlah kamu mendekati zina, sesugguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al Isra’: 32). Lalu pintu apakah yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!!

La Ilaha Illallah, Antara yang Benar dan yang Salah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat La Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah, mengerjakan salat, menunaikan zakat, menunaikan haji ke Mekkah dan puasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Kelima hal inilah yang kita kenal dengan sebutan rukun islam. Di antara kelima rukun islam tersebut, rukun yang paling penting adalah rukun yang pertama yaitu dua kalimat syahadat. Rukun inilah yang melandasi diterimanya keempat rukun islam serta amalan-amalan ibadah yang lain. Rukun inilah yang menjadi dasar apakah seseorang itu islam atau tidak. Namun, amat sangat disayangkan, pemahaman yang salah tentang kalimat syahadat La Ilaha Illallah beredar di sekitar kaum muslimin. Baik itu kesalahan dalam masalah keyakinan maupun amal perbuatan. Bahkan, kesalahan dalam memahami syahadat ini dapat berakibat terjatuhnya seseorang ke dalam kesyirikan. Untuk itu sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui manakah yang benar dan yang salah dari syahadat tersebut agar kita tidak terjatuh ke dalam kesalahan yang dapat berakibat terjerumusnya kita ke dalam dosa syirik. Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An Nisa: 48)

Budaya Jimat di Masyarakat

Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah, sungguh keadaan kaum muslimin di zaman kita sekarang ini telah sampai pada tahap yang cukup mengkhawatirkan. Sebagian kaum muslimin terjerumus dan asyik di dalam berbagai macam bentuk dosa. Bahkan di antara mereka ada yang terjerumus ke dalam dosa syirik. Namun yang lebih menyedihkan, mereka tidak mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan itu termasuk ke dalam dosa syirik. Padahal Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An Nisa: 48). Pada ayat ini, Allah menyatakan bahwa sesungguhnya dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah selama-lamanya kecuali jika pelaku kesyirikan tersebut bertaubat dari dosa syirik yang pernah dilakukannya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui mana sajakah perbuatan-perbuatan yang tergolong kepada dosa syirik, agar dengan demikian kita dapat terhindar dari dosa yang sangat berbahaya ini.

ISLAM, Awalnya Asing dan Akan Kembali dalam Keadaan Asing

Sesungguhnya umat islam telah terdampar di persimpangan jalan, mereka hidup dalam kesengsaraan yang tidak pernah disaksikan oleh sejarah islam, telah berlalu banyak krisis dan bencana yang silih berganti. Hal ini dikarenakan umat islam sekarang berada pada kondisi yang lemah dan jauh dari syariat Allah Ta’ala yang kokoh. Akibatnya kita dapatkan kaum muslimin sekarang kehilangan sebagian negeri atau harta mereka. Mereka hidup dalam keadaan bimbang, keguncangan, ketakutan dan rasa was-was.

Islam datang pada masa jahiliyah dalam keadaan asing, dan telah datang masanya di mana islam saat ini dirasakan asing oleh pemeluknya. Sungguh benar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Sesungguhnya Islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka thuuba (beruntunglah) orang-orang yang asing” (HR Muslim).

Mendefinisikan Kebahagiaan

Kebahagiaan…, sering sekali kita mendengarnya. Bahkan hampir tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang tidak ingin mendapatkannya. Namun apabila kita tanyakan kepada mereka, apakah yang mereka maksud dengan kebahagiaan, maka niscaya ribuan jawaban akan terlontar dari mulut mereka. Sekelompok orang akan mengatakan bahwa kebahagiaan adalah melimpahnya harta dan berbagai kesenangan dunia. Sekelompok orang yang lain akan mengatakan bahwa kebahagiaan adalah kebebasan untuk berkreasi dan keberhasilan menyingkap rahasia-rahasia ilmu pengetahuan. Ada lagi yang mengatakan bahwa kebahagiaan adalah ketenangan hati dan bebas dari rasa takut dan kesedihan. Saudaraku, apabila kita cermati sekali lagi sekian banyak jawaban mereka maka tidak ada jawaban yang bisa melegakan hati orang yang beriman kecuali firman Allah dan sabda Rasul-Nya serta untaian nasihat para ulama. Simaklah sebuah do’a yang indah dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah bagi setiap muslim yang membaca kitabnya Al Qawa’idul Arba‘. Beliau berkata, “Aku memohon kepada Allah yang Maha Pemurah, Rabb pemilik Arsy yang Maha Besar, semoga Allah menjagamu di dunia dan di akhirat dan menjadikanmu mendapatkan keberkahan di manapun kamu berada, dan menjadikanmu bersyukur jika diberi nikmat, bersabar jika ditimpa cobaan dan beristighfar jika terjerumus dalam dosa. Karena sesungguhnya tiga hal itulah ciri utama kebahagiaan.”