Memahami Takdir Dengan Benar

Edisi 1631

<<<>>>

  1. 1.Rukun Iman yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk.
  2. 2.Qodho’ dan qadar mempunyai makna yang sama jika disebut salah satunya, namun memiliki makna yang berbeda tatkala disebutkan bersamaan (seperti kata iman dan islam atau fakir dan miskin).
  3. 3.Perlu kita ketahui bahwa keimanan terhadap takdir harus mencakup empat prinsip yang harus diimani oleh setiap muslim.
  4. 4.Beriman dengan benar terhadap takdir bukan berarti meniadakan kehendak dan kemampuan manusia untuk berbuat.
  5. 5.Diantara prinsip ahlus sunnah adalah bersikap pertengahan dalam masalah takdir, tidak meremehkan dan tidak berlebihan dalam memahami takdir.

“Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘ (Qadarullah) Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.”

 (H.R. Muslim).

<<<>>>

Memahami Takdir Dengan Benar

Bismillah, wash-shalatu was-salaamu ‘alaa Rasulillah, amma ba’du.


Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk. Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir ini. Semoga paparan ringkas ini dapat membantu kita untuk memahami keimanan yang benar terhadap takdir Allah

Antara Qodho’ dan Qodar
Dalam pembahasan takdir, kita sering mendengar istilah qodho’ dan qodar. Dua istilah yang serupa tapi tak sama. Mempunyai makna yang sama jika disebut salah satunya, namun memiliki makna yang berbeda tatkala disebutkan bersamaan (seperti kata iman dan islam atau fakir dan miskin). Jika disebutkan qodho’ saja maka mencakup makna qodar, demikian pula sebaliknya. Namun jika disebutkan bersamaan, maka qodho’ maknanya adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun perubahan terhadap sesuatu. 

Sedangkan qodar maknanya adalah sesuatu yang telah ditentukan Allah sejak zaman azali (zaman sebelum terjadinya sesuatu dan segala kejadian sudah diatur oleh Allah lebih dulu) . Dengann demikian qodar ada lebih dulu kemudian disusul dengan qodho’.

Empat Prinsip Keimanan kepada Takdir

Perlu kita ketahui bahwa keimanan terhadap takdir harus mencakup empat prinsip. Keempat prinsip ini harus diimani oleh setiap muslim.

Pertama: Mengimani bahwa Allah mengetahui dengan ilmunya yang azali dan abadi tentang segala sesuatu yang terjadi baik perkara yang kecil maupun yang besar, yang nyata maupun yang tersembunyi, baik itu perbuatan yang dilakukan oleh Allah maupun perbuatan makhluknya. Semuanya terjadi dalam pengilmuan Allah.

Kedua: Mengimanai bahwa Allah telah menulis dalam lauhul mahfudz catatan takdir segala sesuatu sampai hari kiamat. Tidak ada sesuatupun yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kecuali telah tercatat.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat (tertulis) dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah” (QS. Al Hajj:70).

Sedangkan dalil dari As Sunnah, di antaranya adalah sabda Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa salam,

“… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi” (H.R. Muslim).

Ketiga: Mengimani bahwa kehendak Allah meliputi segala sesuatu, baik yang terjadi maupun yang tidak terjadi, baik perkara besar maupun kecil, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, baik yang terjadi di langit maupun di bumi. Semuanya terjadi atas kehendak Allah, baik itu perbuatan Allah sendiri maupun perbuatan makhluknya.

Keempat: Mengimani dengan penciptaan Allah. Allah Ta’ala menciptakan segala sesuatu baik yang besar maupun kecil, yang nyata dan tersembunyi. Ciptaan Allah mencakup segala sesuatu dari bagian makhluk beserta sifat-sifatnya. Perkataan dan perbuatan makhluk pun termasuk ciptaan Allah.

Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya),

“.Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar 62-63).

Antara Kehendak Makhluk dan Kehendak-Nya

Beriman dengan benar terhadap takdir bukan berarti meniadakan kehendak dan kemampuan manusia untuk berbuat. Hal ini karena dalil syariat dan realita yang ada menunjukkan bahwa manusia masih memiliki kehendak untuk melakukan sesuatu.

Dalil dari syariat, Allah Ta’ala telah berfirman tentang kehendak makhluk,

“Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.” (QS. An Nabaa’:39).

Adapun tentang kemampuan makhluk, Allah Ta’ala menjelaskan dalam Qur’an (yang artinya), “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya….” (QS. Al Baqoroh:286).

Setiap manusia mengetahui bahwa dirinya memiliki kehendak dan kemampuan. Dengan kehendak dan kemampuannya, dia melakukan atau meninggalkan sesuatu. Ia juga bisa membedakan antara sesuatu yang terjadi dengan kehendaknya (seperti berjalan), dengan sesuatu yang terjadi tanpa kehendaknya, (seperti gemetar atau bernapas). Namun, kehendak maupun kemampuan makhluk itu terjadi dengan kehendak dan kemampuan Allah Ta’ala karena Allah berfirman (yang artinya),

“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At Takwiir:28-29).

Macam-Macam Takdir

Pembaca yang dirahmati Allah, perlu kita ketahui bahwa takdir ada beberapa macam:

  1.  Takdir Azali. Yakni ketetapan Allah sebelum penciptaan langit dan bumi ketika Allah Ta’ala menciptakan qolam (pena). Allah berfirman (yang artinya),

Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.(QS. At Taubah:51).

  1.  Takdir Kitaabah. Yakni pencatatan perjanjian ketika manusia ditanya oleh Allah:”Bukankah Aku Tuhan kalian?”. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata-kan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”… (QS. Al A’raaf 172-173).

  1.  Takdir Umri. Yakni ketetapan Allah ketika penciptaan nutfah di dalam rahim, telah ditentukan jenis kelaminnya, ajal, amal, susah senangnya, dan rizkinya. Semuanya telah ditetapkan, tidak akan bertambah dan tidak berkurang (Lihat Q.S. Al Hajj:5).
  2. Takdir Hauli. Yakni takdir yang Allah tetapkan pada malam lailatul qadar, Allah menetapkan segala sesuatu yang terjadi dalam satu tahun (Lihat Q.S. Ad Dukhaan:1-5).
  3. Takdir Yaumi. Yakni  pnentuan terjadinya takdir pada waktu yang telah ditakdirkan sbelumnya (Lihat Q.S. Ar Rahmaan: 29).

Sikap Pertengahan Dalam Memahami Takdir

Diantara prinsip ahlus sunnah adalah bersikap pertengahan dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah, tidak sebagaimana sikap pemahaman-peahaman yang menyimpang. Ahlus sunnah beriman bahwa Allah telah menetapkan seluruh taqdir sejak azali, dan Allah mengetahui takdir yang akan terjadi pada waktunya dan bagaimana bentuk takdir tersebut, semuanya terjadi sesuai dengan takdir yang telah Allah tetapkan.

Adapun orang-orang yang menyelisihi Al Quran dan As Sunnah, mereka bersikap berlebih-lebihan. Yang satu terlalu meremehkan dan yang lain melampaui batas. Kelompok Qodariyyah, mereka mengingkari adanya takdir. Mereka mengatakan bahwa Allah tidak menakdirkan perbuatan hamba. Menurut mereka perbuatan hamba bukan makhluk Allah, namun hamba sendirilah yang menciptakan perbuatannya. Mereka mengingkari penciptaan Allah terhadap amal hamba.

Kelompok yang lain adalah yang terlalu melampaui batas dalam menetapkan takdir. Mereka dikenal dengan kelompok Jabariyyah. Mereka berlebihan dalam menetapkan takdir dan menafikan adanya kehendak hamba dalam perbuatannya. Mereka mengingkari adanya perbuatan hamba dan menisbatkan semua perbuatan hamba kepada Allah. Jadi seolah-olah hamba dipaksa dalam perbuatannya. 

Kedua kelompok di atas telah salah dalam memahai takdir sebagaimana ditunjukkan dalam banyak dalil. Di antaranya firman Allah Ta’ala (yang artinya),

“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At Takwiir:28-29).

Pada ayat (yang artinya), “ (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang menempuh jalan yang lurus” merupakan bantahan untuk Jabariyyah karena pada ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi hamba. Hal ini bertentangan dengan keyakinan mereka yang mengatakan bahwa hamba dipaksa tanpa memiliki kehendak. Kemudian Allah berfirman (yang artinya), “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam.” Dalam ayat ini terdapat bantahan untuk Qodariyah yang mengatakan bahwa kehendak manusia itu berdiri sendiri dan diciptakan oleh hamba tanpa sesuai dengan  kehendak Allah karena Allah mengaitkan kehendak hamba dengan kehendak-Nya.

Bersemangatlah, Jangan Hanya Bersandar Pada Takdir

Sebagian orang memiliki anggapan yang salah dalam memahami takdir. Mereka hanya pasrah terhadap takdir tanpa melakukan usaha sama sekali. Sunngguh, ini adalah kesalahan yang nyata. Bukankah Allah juga memerintahkan kita untuk mengambil sebab dan melarang kita dari bersikap malas?

Apabila kita sudah mengambil sebab dan mendapatkan hasil yang tidak kita inginkan, maka kita tidak boleh sedih dan berputus asa karena semuanya sudah merupakan ketetapan Allah.  

Oleh karena itu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘ (Qadarullah) Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.” (H.R. Muslim).

(Disalin dari tulisan dr. Adika Mianoki, Sp.S. pada artikel https://muslim.or.id/2156-memahami-takdir-dengan-benar.html)


Penulis :
dr. Adika Mianoki, Sp.S.

Muraja;ah : Ustadz Abu Umair, BA., M.Pd.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *