Ingatkan Kami Akan Bahaya Riya’

Ingatkan Kami Akan Bahaya Riya’

Riya’ adalah  menjadikan ibadah  sebagai alat untuk mendapatkan dunia.

Bahayanya riya’ dalam ibadah :

– Terhapusnya pahala amal yang dilakukan

– Fitnah yang lebih dahsyat dari fitnah Dajjal.

– Meskipun digolongkan sebagai syirik kecil, dosa riya’ tetap lebih besar dibanding dosa-dosa besar lain di bawah syirik.

Sebab timbulnya riya’ :

– Mengharap pujian manusia, takut dari celaan mereka

– Tamak terhadap dunia

Nasib amal berkaitan dengan riya’ :

– Rusaknya amal yang dimaksudkan riya’ sejak awalnya.

– Bila riya’ datang di tengah amal :

1. Bila terpisah dan tidak berkaitan secara langsung dengan ibadah maka pahalanya tidak rusak.

2. Bila masih terkait dengan ibadah, tidak dapat dipisahkan :

– Saat ia berusaha melawan riya’ yang datang, maka amalnya terjaga.

– Namun jika tidak berusaha melawannya, dikhawatirkan pahala amalnya menjadi rusak.

– Bila datang pujian setelah amal, maka hal ini tidaklah membahayakan pahala amal yang telah selesai dikerjakan. 

Memang perkara hati adalah perkara yang sangat sulit dijaga, terutama masalah keikhlasan. Seseorang bisa jadi mencari dunia dengan bertopengkan agama, sedangkan agama dikorbankan untuk dunia. Atau sudah ikhlas di awal-awal beramal, akan tetapi di pertengahan amal bisa jadi niat tercampur riya’, dan ia tidak berusaha melawan riya’ tersebut.

Karenanya, seorang ulama, Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berubah-ubah (lihat Jami’ Al ‘Ulum wal Hikam, hal. 18).

Pengertian Riya’

Ulama menjelaskan berbagai macam pengertian riya’, di mana intinya adalah melakukan ibadah bukan untuk tujuan beribadah itu sendiri (yakni meraih ridha Allah-red), melainkan tujuan dunia atau selain Allah.

Ulama ahli tafsir, Al Qurthubi menjelaskan, Hakikat riya’ adalah mencari apa yang ada di dunia dengan ibadah. Dan pada asalnya, riya’ adalah mencari tempat di hati manusia” (lihat Tafsir Al Qurthubi, 20/144).

Beberapa Bahaya Riya’

Bahaya riya’ sangat banyak, kami sebutkan saja beberapa di antaranya:

1) Menghapus pahala amal

Orang yang riya’ pahala amalnya akan sia-sia dan tidak bernilai. Sebagaimana orang yang bersedekah, tetapi hanya mengharapkan pujian dari manusia sebagai orang yang dermawan.

2) Lebih berbahaya daripada fitnah Dajjal

Riya` lebih berbahaya bagi manusia dari fitnah Dajjal, padahal fitnah Dajjal merupakan fitnah yang besar, dan setiap nabi memperingatkan umatnya akan bahaya Dajjal.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami dan kami sedang mengingatkan akan (bahaya) Al Masih Ad Dajjal.

Lantas beliaubersabda, ‘Maukah kukabarkan pada kalian apa yang lebih aku takutkan bagi kalian menurutku dibanding dari fitnah Al Masih Ad-Dajjal?’.Iya’, para sahabat berujar.

Beliau pun bersabda, ‘Syirik khofi (syirik yang samar) di mana seseorang salat lalu ia perbagus salatnya agar dilihat orang lain’.” (H.R. Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Besarnya dosa riya’

Riya’sekalipun tergolong syirik kecildosanya lebih besar dibandingkan dosa-dosa besar di bawah kesyirikan, sehingga pelakunya adalah orang yang pertama kali dimasukkan ke neraka.

Berikut hadits yang menceritakan bahwa orang yang berperang berjihad karena riya’, menuntut ilmu dan mengajar agama karena riya’, dan sadaqah karena riya’, mereka pertama kali dimasukkan ke neraka :

Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya,  ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’. Ia menjawab,  ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid’. Allah berfirman, ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu)’. Kemudian malaikat diperintahkan agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.

Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya, ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’. Ia menjawab, ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca Al Qur`an hanyalah karena Engkau’. Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca Al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca Al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu)’. Kemudian malaikat diperintahkan agar menyeretnya di atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.

Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’. Dia menjawab, ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau’. Allah berfirman, ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu)’. Kemudian malaikat diperintahkan agar menyeretnya di atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka”.

Dan masih banyak lagi bahaya riya’ yang lainnya.

Beberapa penyebab timbulnya riya’

Riya’ dapat timbul karena hatinya memang tidak ikhlas dan bukan hati yang berjiwa hanif, yaitu yang mencari kebenaran dan ridha Allah semata.

Di antara sebabnya yaitu:

  1. Senang mendapat pujian dan sanjungan, atau sering mencari pujian manusia
  2. Takut terhadap celaan manusia
  3. Rakus dan tamak terhadap rezeki, nikmat, dan kedudukan orang lain

Nasib amal ibadah terkait dengan riya’

Amal ibadah terkait dengan riya’ ada beberapa rincian:

Pertama:

Sejak awal ibadah memang tujuannya adalah riya’ dan tidak ikhlas. Ini jelas amalnya tidak diterima.

Kedua:

Riya’ datang di tengah-tengah amal ibadah. Ini ada dua kemungkinan:

Kemungkinan satu: Ibadah yang tercampur riya’ namun tidak terkait dengan ibadah yang lain.

Sebagai contoh, seseorang ingin menyumbangkan uang Rp 1.000.000. Ia merencanakan Rp 500.000 pertama kali disumbangkan untuk pesantren, lalu sisa Rp 500.000 untuk fakir miskin. Ketika sumbangan pertama ikhlas dan kedua tidak, maka dinilai sesuai dengan niatnya (yakni shadaqah yang pertama tetap sah meskipun shadaqah yang kedua tidak ikhlas, disebabkan dua shadaqah tersebut bukan merupakan satu rangkaian ibadah, tetapi masing-masing berdiri sendiri –red).

Kemungkinan dua: Ibadah awal riya’ berkaitan dengan ibadah akhirnya

Misalnya rak’aat pertama salat, dijalani dengan ikhlas, dan raka’at keduanya tidak ikhlas. Maka ini dirinci :

  1. Jika ia berusaha melawan riya’ tersebut, maka insya Allah mendapat pahala

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya, Allah memaafkan dari umatku apa yang diucapkan oleh jiwanya (betikan hati) selama belum diamalkannya atau diucapkannya (dengan lisan)

  1. Jika ia tidak berusaha melawan, bahkan menikmati riya’ tersebut, amal salatnya bisa tidak diterima semuanya (karena raka’at pertama dan raka’at kedua masih dalam satu rangkaian ibadah salat –red)

Ketiga:

Rasa senang mendengar pujian datang setelah selesai ibadah yang telah dikerjakan dengan ikhlas. Ini tidak mempengaruhi ibadah tersebut dan ibadahnya tetap sah. Bahkan jika muncul rasa senang akibat telah melaksanakan ketaatan, maka ini bukan termasuk riya’, akan tetapi kabar gembira yang disegerakan bagi kaum muslimin.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan untuk seorang mukmin.” (lihat Majmu’ Fatawa wa Rasail Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin).

Demikian semoga bermanfaat.

Penulis : Ustaz dr. Raehanul Bahraen

Muraja’ah : Ustadz Abu Salman, B.I.S.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *