Edisi 2109
—
“Barangsiapa menunjukkan kepada kebaikan, akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya” (HR. Muslim)
Cara menunjukkan kebaikan dapat dilakukan melalui lisan, tulisan, atau perbuatan. Mencakup mengajarkan agama, mengajak pada kebaikan, dan mencegah kemungkaran.
Obyek yang ditunjuki kebaikan tidak dibatasi, melainkan mencakup semua orang, termasuk mereka yang mungkin tidak seiman atau orang jahat sekalipun.
Wujud kebaikan yang diajarkan meliputi ilmu agama seperti ibadah, akhlak dan adab, serta ilmu dunia. Memberikan manfaat kepada orang lain dengan ilmu yang dimiliki menjadi bentuk nyata dari kebaikan.
Pentingnya memulai dari keluarga dalam menunjukkan kebaikan, sebagaimana yang ditekankan dalam ajaran agama Islam.
—
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
“Barangsiapa yang menunjuki kebaikan (kepada orang lain) maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim)
Hadis ini jika ditinjau dari tiga sisi maka mengandung beberapa pertanyaan bagaiamana cara menunjukkan kepada kebaikan, siapa yang ditunjuki kebaikan dan apa wujud dari kebaikan yang diajarkan tersebut?
Pertama, bagaimana cara menunjukkan kebaikan?
Menunjukkan kebaikan itu cakupannya luas dan tidak hanya dengan ceramah saja. Ia bisa menunjukkan kebaikan dengan lisan, tulisan atau perbuatan. Dengan lisan misalnya ia mengajarkan membaca Al Qur’an, menghafal surat-surat pendek, atau mengajak kepada kebaikan dan ketaatan serta mencegah dari kemungkaran secara umum.
Umat Islam disebut oleh Allah Ta’ala sebagai umat yang terbaik karena adanya ibadah amar ma’ruf nahi munkar (saling mengajak kepada kebaikan dan melarang dari perbuatan keburukan).
Allah Ta’ala berfirman,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah…” (QS. Al Imron: 110).
Ketika mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran maka yang perlu diperhatikan adalah nasehat tersebut disampaikan dengan ilmu, lemah lembut, adil, dan melihat kondisi orang yang akan diberikan nasehat.
Kemudian cara menunjukkan kebaikan dengan tulisan atau perbuatan misalnya dengan menulis nasehat-nasehat yang kemudian dibagikan ke media sosial, mencetak poster ilmu agama dan di tempel ke masjid atau majalah dinding, senyum, salam, sapa, teladan yang baik dan akhlak yang santun (jujur, tanggung jawab, adil dan sebagainya).
Kedua, siapa yang ditunjuki kebaikan?
Nabi shallallahu’alaihi wasallam dalam hadis ini tidak membatasi siapa yang harus ditunjukkan kepada kebaikan. Maka objek yang akan ditunjuki kebaikan adalah semua orang, sekalipun ia atheis atau manusia yang paling jahat (misal Fir’aun).
Allah Ta’ala berpesan kepada Nabi Musa dan nabi Harun ‘alaihimassalam,
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى. فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS Thaha: 43-44)
Fir’aun saja yang mengaku Tuhan maka Allah perintahkan untuk menasehati dengan lemah lembut apalagi kepada sesama muslim?
Dari sekian banyak manusia yang hidup di muka bumi ini maka ada prioritas siapa saja yang didahulukan untuk ditunjuki kepada kebaikan. Yang paling utama didahulukan adalah keluarga. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ ٱلْأَقْرَبِينَ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. Asy-Syuara: 214)
Begitu ayat ini turun, berkata Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengumpulkan keluarganya dari satu suku, satu buyut, satu kakek hingga istri dan anak beliau yang ada di kota Makah lalu beliau bersabda,
قَالَ يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا اشْتَرُوا أَنْفُسَكُمْ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ لَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا يَا عَبَّاسُ بْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ لَا أُغْنِي عَنْكَ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا وَيَا صَفِيَّةُ عَمَّةَ رَسُولِ اللَّهِ لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا وَيَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَلِينِي مَا شِئْتِ مِنْ مَالِي لَا أُغْنِي عَنْكِ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا تَابَعَهُ أَصْبَغُ عَنْ ابْنِ وَهْبٍ عَنْ يُونُسَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ
“Wahai orang-orang Quraisy, -atau ucapan yang serupa dengannya- belilah diri kalian dari Allah, saya tidak mampu menolong kalian sedikitpun dari Allah (riwayat lain: Aku tidak bisa meolong kalian di hari kiamat jika kalian tidak beriman -walau 1 suku-), wahai Bani Abd Manaf, saya tidak mampu menolong kalian sedikitpun dari Allah, wahai Abbas bin Abdul Muththalib, saya tidak mampu menolong kamu sedikitpun dari Allah, wahai Shafiyah bibi Rasulullah, saya tidak mampu menolong kamu sedikitpun dari Allah, wahai Fathimah binti Muhammad mintalah kepadaku apa yang engkau inginkan dari hartaku, tapi saya tidak mampu menolong kamu sedikitpun dari Allah (di hari kiamat kelak jika engkau tidak beriman).” (HR. Bukhari)
Nabi shallallahu’alaihi wasallam sangat memprioritaskan dakwah dan mengajak kepada kebaikan dalam keluarga. Oleh karenanya orang-orang yang pertama masuk islam kebanyakan dari keluarga beliau. Dan dakwah kepada keluarga hukumnya adalah fardhu ‘ain (wajib).
Allah Ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri dan keluarga kalian dari api neraka..” (QS. At Tahrim: 6)
Kemudian setelah keluarga, baru menunjukkan kebaikan tersebut kepada tetangga, teman, lalu orang yang dikenal maupun tidak dikenal.
Ketiga, apa wujud dari kebaikan yang ajarkan?
Kebaikan itu ada yang dalam urusan agama (ilmu syar’i) dan ada yang perihal dunia. Ketika kita menunjukkan suatu ilmu agama kepada orang lain, walaupun kita tidak melakukannya (karena lupa, sakit, atau tidak mampu) maka saat orang lain mengamalkannya maka kita akan mendapatkan pahalanya. Sehingga ilmu agama menjadi prioritas utama untuk kita berikan dan tunjukkan kepada orang lain.
Ilmu agama yang diajarkan bisa dari yang paling sederhana seperti adab dan akhlak sehari-hari.
Umar bin Abi Salamah berkata, rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda kepadaku,
يا غُلامُ، سمِّ اَلله، وكُلْ بِيَمِينِك، وكُلْ ممَّا يَلِيكَ» فما زَالَتْ تِلك طِعْمَتِي بَعْدُ
“Wahai anak kecil! Ucapkanlah, ‘Bismillah’, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang terdekat darimu!“ Maka hal ini senantiasa menjadi kebiasaan makanku setelah itu. (HR. Bukhari dan Muslim)
Selain itu juga dapat berupa hal dasar semisal tata cara beribadah dan membaca Al Quran dengan baik dan benar (tahsin), prinsip-prinsip beragama (akidah) dan cara mengenal dan mengesakan Allah (tauhid).
Kemudian adalah menunjukkan kebaikan dari sisi duniawi, semisal ilmu kedokteran modern atau tradisional, ilmu-ilmu teknik, resep masakan dan sebagainya. Ada banyak sekali manfaat yang bisa diberikan kepada orang lain dengan ilmu-ilmu dunia yang kita miliki.
Semoga bermanfaat
Ditulis : Arif Muhammad N., S.Pd.
Dimurajaah : Ustaz Abu Salman, B.I.S.
SEDEKAH JUMAT UNTUK TEBAR BULETIN AT TAUHID
Di hari Jumat yang mulia ini, mari kita bersamai 225 relawan penggerak dakwah yang selama ini mendermakan dirinya untuk mendistribusikan Buletin At-Tauhid ke ±307 titik lokasi, terutama di masjid-masjid setiap hari Jumat.
Buletin dakwah ini bisa didistribusikan gratis oleh siapa saja yang memiliki semangat menjadi wasilah kebaikan di tengah kaum muslimin.
Selain untuk mencetak 20.000 buletin Jumat, dukungan kita juga dialokasikan untuk program Bedah Buletin guna membahas materi dari Buletin At-Tauhid setiap sepekan sekali.
MULAI RP10.000 KITA BISA TURUT BERPERAN SERTA DALAM PERJUANGAN DAKWAH MELALUI BULETIN AT-TAUHID!
Bank Syariah Indonesia (BSI)
7755332245
a.n. Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari
WAJIB KONFIRMASI via WA (WhatsApp) ke nomor wa.me/6282225979555
Kirim bukti transfer kemudian ketik nama, nama program, dan nominal donasi.