TUNTUNAN SHALAT IDUL ADHA

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘alaa Rasulillah. Pembaca rahimakumullah, sebentar lagi kaum muslimin akan merayakan hari Idul Adha. Ada baiknya kita mempelajari sejenak tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Semoga kita dapat mengamalkannya.

Idul Adha Adalah Hari Raya Kaum Muslimin

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata : Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya kurban (‘Idul Adha) dan hari raya ‘Idul Fitri” (HR. Ahmad, shahih). Hadits ini menunjukkan bahwa kaum muslimin hanya memiliki dua hari raya tahunan, salah satunya adalah Idul Adha.

Hukum Shalat ‘Id

Para ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat ‘Id.  Ada yang berpendapat fardhu kifayah, fardhu ‘ain, dan sunnah (dianjurkan). Namun yang lebih tepat, hukumnya adalah fardhu ‘ain, artinya wajib bagi setiap individu kaum muslimin. Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan kaum wanita, bahkan termasuk pula wanita yang sedang haid, untuk menuju ke tempat pelaksanaan shalat ‘Id. Seandainya hanya sekadar fardhu kifayah atau sunnah saja, maka cukup dilaksanakan oleh kaum laki-laki saja. Selain itu pelaksanaan shalat ‘Idul Adha juga merupakan salah satu bentuk syiar  Islam.

Ummu ‘Athiyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami pada saat hari raya ‘Id agar memerintahkan para gadis dan wanita yang dipingit, serta wanita haid. Namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haid untuk menjauhi tempat shalat.” (HR. Muslim)

Al ‘Alamah Shiddiq Hasan Khan rahimahullah berkata :  “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa melaksanakan shalat ‘Ied setiap hari raya, dan tidak pernah meninggalkan dalam satu hari ‘Id pun. Demikian juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia keluar rumah untuk menuju shalat ‘Id, sampai-sampai Nabi perintahkan wanita yang masih gadis untuk keluar, demikian pula wanita yang sedang dipingit, dan wanita yang sedang haid, namun Nabi perintahkan wanita haid untuk menjauhi tempat shalat. Tujuannya agar mereka menyaksikan kebaikan dan doa kaum muslimin. Nabi juga memerintahkan wanita yang tidak punya jilbab supaya dipinjami oleh temannya. Ini semua menunjukkan bahwa shalai ‘Id hukumnya wajib ‘ain yang ditekankan bagi setiap muslim, bukan wajib kifayah. Perintah untuk keluar rumah melazimkan perintah untuk shalat bagi orang yang tidak memiliki halangan untuk shalat. Karena keluar dari rumah adalah sarana utuk melaksanakan shalat ‘Id. Wajibnya sarana menunjukkan wajibnya hukum tujuan. Jika kaum  wanita diperintahkan, maka kaum laki-laki lebh utama daripada wanita untuk melaksanakannya”

Waktu dan Tempat Pelaksanaannya

Waktu pelaksanaan shalat ‘Id adalah waktu dhuha. Al ‘Alamah Shiddiq Hasan Khan rahimahullah mengatakan : “Waktunya adalah setelah meningginya matahari setinggi tombak sampai zawwal (bergesernya matahari ke arah barat). Para ulama telah ijma’ (sepakat) tetang masalah ini”

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengakhirkan shalat ‘Idul Fitri dan mempercepat pelaksanaan ‘Idul Adha. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma tidak keluar menuju tempat shalat sampai matahari meninggi”. Disunnahkan untuk menyegerakan pelaksanaan shalat ‘Idul Adha agar bisa segera melaksanakan penyembelihan hewan kurban.

Yang utama adalah melaksanakan shalat ‘Id di mushalla (tanah lapang), kecuali jika ada uzur seperti hujan. Abu Sa’id Al Khudri radhiyallau ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar rumah pada hari ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang”  (HR. Bukhari dan Muslim)

Berjalan Kaki Menuju Tempat Shalat ‘Id

Dianjurkan berjalan kaki sampai ke tempat shalat dan tidak menaiki kendaraan kecuali jika ada kebutuhan. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengatakan : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘Id dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang.“ (HR. Ibnu Majah, hasan). Dianjurkan pula melewati jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang. Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika melaksankan shalat ‘Id, beliau melewati jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.“ (HR. Bukhari). Disunnahkan pula untuk mengeraskan bacaan takbir selama perjalanan menuju tempat shalat.

Mandi dan Memakai Pakaian yang Bagus

Dianjurkan mandi sebelum berangkat shalat. Sa’id bin Musayyib rahimahullah mengatakan : “Sunnah hari raya (‘Idul Fitri) ada tiga : “Berjalan menuju tanah lapang, makan sebelum keluar rumah, dan mandi”.  Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan : “Dianjurkan untuk mandi pada hari ‘Id. Sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma biasa mandi pada hari raya ‘Idul Fitri”. Begitu juga dianjurkan untuk memilih pakaian yang bagus. Diriwayatkan bahwa sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma biasa memakai pakaian yang paling bagus pada hari raya ‘Id”.

Tidak Makan Sebelum Shalat ‘Idul Adha

Buraidah radhiyallahu’anhu mengatakan : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar menuju shalat ‘Idul Fithri sebelum makan terlebih dahulu. Adapun pada hari raya kurban, beliau tidak makan sebelum pulang dari tempat shalat kemudian memakan sembelihan beliau” (HR. Tirmidzi, hasan). Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “Adapun pada hari raya ‘Idul Adha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak makan hingga beliau pulang dari tempat shalat kemudian makan dari sembelihan beliau”

Tidak Ada Adzan dan Iqomah

Jabir bin Samurah berkata : “Aku pernah melaksanakan shalat ‘Id bersama Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya sekali atau dua kali, etika itu tidak ada adzan maupun iqomah”  (HR.  Muslim)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di tempat shalat, beliau melaksanakan shalat ‘Id tanpa didahului adzan dan iqomah. Beliau juga tidak mengatakan “As Shalaatu Jaami’ah”. Termasuk ajaran nabi adalah tidak melakukan hal tersebut”

Tidak Ada Shalat Sebelum dan Sesudahnya

Tidak ada shalat sunnah sebelum shalat ‘Id maupun sesudahnya. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada hari ‘Idul Adha atau ‘Idul Fithri. Beliau mengerjakan shalat dua raka’at namun tidak mengerjakan shalat sunnah sebelum dan sesudahnya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tata Cara Shalat Idul Adha

Secara ringkas, pelaksanaan tata cara shalat ‘Id adalah sebagai berikut :

  1. Dimulai dengan takbiratul ihram, seperti shalat yang lainnya.
  2. Pada rakaat pertama ditambah takbir tambahan (zawaaid) sebanyak 7 kali selain takbiratul ihram
  3. Pada rakaat kedua ditambah takbir sebanyak lima kali
  4. Dibolehkan mengangkat tangan ketika takbir tambahan sebagaimana yang dicontohkan sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma
  5. Tidak ada dzikir khsusus yang dibaca diantara takbir. Namun terdapat riwayat dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan : “Di antara takbir, hendaklah memuji Allah”
  6. Setelah selesai takbir tambahan, kemudian membaca Al Fatihah dan surat pilihan
  7. Dianjurkan untuk membaca suarat Qaaf pada rakaat pertama dan surat Al Qamar pada rakaat kedua. Atau bisa juga membaca surta Al A’laa dan Al Ghasiyah.

Jika Hari ‘Id Bertepatan dengan Hari Jum’at

Jika hari ‘Id bertepatan dengan hari Jum’at, maka bagi orang yang telah melakukan shalat ‘Id boleh tidak melaksanakan shalat Jum’at. Namun tetap wajib melaksanakan shlat dzuhur. Sebaiknya bagi imam masjid untuk tetap melaksanakan shalat Jum’at agar orang-orang bisa tetap melaksanakan shalat Jum’at.

Iyas bin Abi Ramlah berkata : “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya kepada Zaid bin Arqam : “Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua ‘Id (hari Idul Fithri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘Id dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan melaksanakannya.” (HR. Abu Dawud, shahih)

[Adika M*]

*Penulis adalah alumni Ma’had Al ‘Ilmi

Referensi :

-          Ahkaamul ‘Idain fii As Sunnah Al Muthahharah karya Syaikh ‘Ali bin Hasan ‘Al Halabi hafidzahullah

-          Asy Syarhul Mumti’ ‘alaa Zaadil Mustaqni’ karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah

3 comments

  1. Assalamu’alaikum….

    Buletin spt ini bg sy alhamdulillah berguna sekali. Oleh krn itu sy mencoba utk berlangganan.
    Smg artikel berikutnya selalu aktual dan shahih.
    Untuk buletin….khot arabnya baik ayat maupun haditsnya tlng dituliskan dgn jelas dan lengkap. Syukran jazilan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *