Amalan di Awal Dzulhijjah

Buletin At Tauhid Edisi 37 Tahun X

Di antara nikmat yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya adalah dijadikannya waktu-waktu tertentu menjadi waktu-waktu yang diutamakan oleh Allah, sehingga kita sebagai hamba dianjurkan untuk memperbanyak amal pada waktu-waktu tersebut. Di antara waktu yang diutamakan oleh Allah adalah sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah (diperkirakan 1  Dzulhijjah 1435 bertepatan pada Jum’at, 26 September 2014 –red). Ada beberapa amalan yang kita dianjurkan untuk memperbanyak melakukannya pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah tersebut.

Keutamaan sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

Keterangan mengenai keutamaan sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah bisa kita dapati di dalam ayat Al Qur’an maupun di dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah berfirman (yang artinya), “Dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr : 2)

Para ahli tafsir menjelasakan bahwa diantara makna ‘malam yang sepuluh’ pada ayat tersebut adalah sepuluh hari pertama pada Bulan Dzulhijjah. Dalam Tafsir Juz ‘Amma dikatakan makna sepuluh malam terakhir tersebut adalah sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah. Memaknai kata ‘malam’ dengan makna ‘hari’ bukanlah penafsiran yang aneh karena dalam bahasa arab terkadang kata ‘malam’ memang bisa dimaknai dengan ‘hari’, dan kata ‘hari’ terkadang bisa dimaknai dengan ‘malam’.

Perlu diketahui, Allah tidaklah memilih sesuatu yang digunakan untuk bersumpah kecuali sesuatu yang memiliki keutamaan atau keagungan. Dalam ayat tersebut, Allah menggunakan sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah untuk bersumpah. Hal ini menunjukkan keutamaan dan keagungan sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah.

Adapun di antara hadits yang menunjukkan tentang keutamaan sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari yang sepuluh ini (yaitu sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah).”

Para sahabat bertanya, “Tidak pula jihad di jalan Allah?”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Bukhari)

Di antara penyebab diutamakannya sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah adalah karena di dalamnya terdapat hari ‘Arofah (tepatnya pada 9 Dzulhijah).  Hari ‘Arofah adalah hari yang sangat mulia di dalam Islam, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari ‘Arofah (yaitu untuk orang yang berada di ‘Arofah). Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman : Apa yang diinginkan oleh mereka? (HR. Muslim)

Dianjurkan Memperbanyak Amalan

Hendaknya setiap muslim dan muslimah menyibukkan diri pada sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah dengan banyak melakukan amal ketaatan dalam rangka memanfaatkan kesempatan yang mulia ini. Setiap amalan yang dilakukan pada waktu ini akan dilipatgandakan. Bahkan sebuah amalan yang kurang utama pun jika dilakukan pada waktu ini akan menjadi amalan yang utama. Mujahid mengatakan, “Amalan di sepuluh hari pada awal Bulan Dzulhijah akan dilipatgandakan.”

Amalan-amalan yang Bisa Dilakukan

Berikut di antara amalan yang bisa kita lakukan pada sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah :

Memperbanyak Puasa

Menurut penuturan para Istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau biasa melakukan puasa pada sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah, dan ini menjadi kebiasaan rutin beliau. Sebagaimana dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Hunaidah bin Kholid, bahwasanya istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah” (HR. Abu Dawud)

Melaksanakan Puasa ‘Arofah

Di antara puasa-puasa pada sepuluh hari tersebut ada puasa yang dinamakan dengan puasa ‘Arofah. Puasa ‘Arofah adalah puasa yang dilaksanakan bertepatan dengan waktu wukufnya para jamaah haji di ‘Arofah. Berpuasa pada hari ‘Arofah adalah amalan yang sangat besar keutamaannnya, sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Puasa ‘Arofah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (sepuluh Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim)

Dan perlu diingat, anjuran untuk melakukan puasa ‘Arofah hanyalah bagi kaum muslimin yang tidak melaksanakan haji. Adapun bagi yang sedang berhaji maka puasa tersebut tidak dianjurkan.

Memperbanyak Do’a

Diantara amalan yang dianjurkan pula untuk diperbanyak pada sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah adalah do’a, terlebih pada hari ‘Arofah. Hal ini berdasarkan hadits yang telah dibawakan di atas dan juga berdasarkan sebuah hadits dari ‘Amr bin Syu’aib bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari ‘Arofah.” (HR. Tirmidzi, hasan)

Bertahlil, Bertakbir, dan Bertahmid

Sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengisahkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Oleh karena itu, perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir, dan tahmid.” (HR. Ahmad)

Maka kaum muslimin dianjurkan untuk bertahlil, bertakbir, dan bertahmid pada hari-hari tersebut dengan perorangan, tidak dengan berjamaah, karena itulah yang dilakukan oleh sahabat dan tabi’in. Adapun di antara lafazh yang bisa digunakan adalah : Allāhu Akbar, Allāhu Akbar, Lā Ilāha Illallāhu wallāhu Akbar, Allāhu Akbar wa Lillāhil ḥamdu.

Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umroh

Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Al Jibrin berkata, “Amal ini (haji dan umroh) adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya, antara lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dari umrah ke umrah adalah penghapus (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah surga” (HR. Bukhari dan Muslim)

Berkurban

Dianjurkan bagi kaum muslimin untuk berkurban pada pada hari raya ‘iedul adha (10 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyriq (11–13 Dzulhijjah). Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu”.(HR. Bukhari dan Muslim)

 

Tidak Mencabut atau Memotong Rambut dan Kuku bagi yang Hendak Berkurban

Amal ini disyari’atkan khusus bagi kaum muslimin yang hendak berkurban. Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kamu melihat hilal Bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya”.(HR Muslim)

Larangan ini hanya dikhususkan bagi orang yang hendak berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Diperbolehkan menyisir rambut meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

Melaksanakan Shalat Idul Adha dan Mendengarkan Khutbahnya

Idul Adha adalah hari besar Islam yang hanya ada setahun sekali. Pada hari tersebut kaum muslimin disyariatkan untuk melaksanakan solat ‘Ied secara berjamaah dan mendengarkan khutbah. Maka sepatutnya bagi kaum muslimin untuk tidak melewatkan kesempatan setahun sekali ini.

Banyak Beramal Shalih

Dianjurkan pula untuk mengamalkan ibadah-ibadah sunnah lainnya, seperti memperbanyak shalat sunnah, bersedekah, membaca Al Qur’an, amar ma’ruf nahi munkar, dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada sepuluh hari tersebut akan dilipatgandakan pahalanya. Tentu selama amalan itu ikhlas karena Allah dan dituntunkan oleh Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Penutup

Demikian banyaknya amalan yang bisa kita lakukan pada sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah. Semoga kita diberi semangat dan kesempatan oleh Allah Ta’ala untuk bisa melakukannya dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan-Nya. Aamiin.

Rujukan : Taisir Karimirrohman fii Tafsir Kalamil Mannan Karya Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di, Tafsir Juz ‘Amma Karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, dan Fadhlu Ayyami ‘Asyr Dzil Hijjah wal A’mal Waridah Fiiha Karya Syaikh ‘Abdullah Al Jibrin (diunduh dari http://www.saaid.net/ mktarat/ hajj/4.htm)

Penulis             : Muhammad Rezki Hr, S.T., M.Eng. (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Muroja’ah        : Ustadz Aris Munandar, M.P.I

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *