Pluralisme, Paham yang Terbantahkan

Islam, -sebagai agama yang diridhai oleh Allah-, tidak henti-hentinya menghadapi berbagai macam tantangan. Tantangan yang cukup serius adalah tantangan di bidang pemikiran keagamaan, baik internal maupun eksternal.

Kita sudah mafhum, fanatisme, taklid buta, bid’ah, dan khurafat (kesyirikan) telah menjadi tantangan internal bagi Islam. Namun, masuknya pluralisme ke dalam wacana pemikiran Islam telah menjadi salah satu tantangan eksternal yang sangat berbahaya karena berusaha meruntuhkan konstruksi tauhid dalam Islam.

Cinta, Takut dan Harap

Ketiga kata yang disebutkan dalam judul di atas merupakan kata-kata yang diri kita, hati kita tidak akan lepas darinya. Baik ketika kita masih kecil, menjelang usia muda bahkan ketika kita tua. Namun terkadang kita salah mengartikan dan menyalurkan ketiga hal di atas dengan sesuatu yang terlarang dalam agama. Oleh karena itu menjadi suatu hal yang selayaknya kita tahu ketiga hal di atas dengan benar, untuk itulah mari kita luangkan sejenak waktu kita untuk mempelajari sekelumit tentangnya.

Keyakinan yang Benar Terhadap Nama dan Sifat Allah

Sesungguhnya mengenal Allah dan mengilmui tentang Allah akan menghantarkan hamba kepada kecintaan, penghormatan dan pengagungan, rasa takut dan harap, serta rasa ikhlas beramal untuk-Nya. Kebutuhan seorang hamba terhadap ilmu tersebut dan memperoleh buah dari lmu tersebut merupakan kebutuhan yang paling besar, paling utama, dan paling mulia. Semakin seorang hamba mengilmui tentang nama dan sifat Allah, dia akan lebih mengetahui tentang Allah dan semakin dekat dengan-Nya. Sebaliknya, semakin seorang hamba mengingkari nama dan sifat Allah, dia akan semakin bodoh terhadap Allah dan akan semakin benci dan jauh dari-Nya. Allah Ta’ala akan menempatkan (mengingat) seorang hamba di sisi-Nya tatkala seorang hamba memberi tempat bagi Allah dalam jiwanya. Tidak ada jalan untuk mencapainya kecuali dengan mengenal nama dan sifat-Nya serta mempelajari dan memahami maknanya.

Pembatal-Pembatal Keislaman

Islam dapat dipahami dengan memadukan beberapa pengertian. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Islam adalah kamu bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, Muhammad adalah utusan Allah, kamu dirikan sholat, kamu tunaikan zakat, kamu berpuasa Ramadhan, dan kamu menunaikan haji ke Baitullah jika kamu mampu untuk melakukan perjalanan ke sana.” (HR. Muslim). Dan juga sabda beliau, “Islam itu dibangun di atas lima perkara: hendaknya Allah itu ditauhidkan, mendirikan sholat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji.” (HR. Bukhari dan Muslim, ini lafazh Muslim).

Takdir, Cermin Kebijaksanaan, Bukan Kekejaman

Alhamdulillah was sholatu was salamu ‘ala rasulillah. Kaum muslimin sekalian, semoga Allah merahmati perjalanan hidup kita bersama. Bagi seorang muslim, iman kepada takdir merupakan prinsip yang tidak bisa diusik oleh siapapun juga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman adalah kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim). Suatu saat, Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mendengar laporan bahwa ada segolongan penduduk Bashrah (Iraq) yang mengingkari takdir, maka beliau berkata, “Demi Dzat yang Abdullah bin ‘Umar bersumpah dengan nama-Nya, seandainya salah seorang di antara mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud lalu dia infakkan niscaya Allah tidak akan menerimanya sampai dia beriman terhadap takdir.”(HR. Muslim). Hal ini menunjukkan bahwa mengingkari takdir adalah kekafiran yang mengeluarkan dari agama.