Setiap anak yang sayang dan cinta kepada kedua orang tuanya tentunya ingin sekali membahagiakan keduanya baik di dunia maupun di akhirat

Setiap anak yang sayang dan cinta kepada kedua orang tuanya tentunya ingin sekali membahagiakan keduanya baik di dunia maupun di akhirat
Buletin At-Tauhid edisi 49 tahun X Allah Subhanahu wa Ta’ala
Para pembaca yang dirahmati oleh Allah Ta’ala, berbicara mengenai kehidupan,
Hiasilah diri dengan adab dan akhlak mulia Islam meninggikan dan
Pembaca yang dirahmati Allah ta’ala, setiap kita pasti memiliki permasalahan. Bahkan terkadang sangat berat sehingga benar-benar menguji kesabaran kita. Sebagian orang ada yang sampai berkata “Kesabaran saya sudah habisâ€, atau bahkan sampai keluar ucapan “Mengapa saya tertimpa musibah semacam ini, apa dosa saya, apa kesalahan saya, padahal saya juga sudah banyak beribadah, sungguh Tuhan tidak adil”. Ini sebagian contoh perkataan yang sering kita dengar. Namun perkataan tersebut tidaklah dibenarkan dalam syari’at Islam, bahkan menunjukkan lemahnya tauhid seseorang. Pada edisi buletin kali ini, kami akan mengulas secara singkat mengenai perkara yang sangat penting dimiliki setiap muslim, yaitu kesabaran.
Ada sebuah do’a yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang isinya: Allahumma inni as-aluka fi’lal khoiroot wa tarkal munkaroot wa hubbal masaakiin … (Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran serta aku memohon pada-Mu sifat mencintai orang miskin). Dari do’a ini saja menunjukkan keutamaan seorang muslim mencintai orang miskin. Lalu kenapa sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berdo’a sedemikian rupa? Apa gerangan dengan si miskin? Mencintai orang miskin adalah tanda ikhlasnya cinta seseorang. Karena apa yang dia harap dari si miskin? Si miskin tidak memiliki materi atau harta yang banyak. Beda halnya dengan seseorang mencintai orang kaya, pasti ada maksud, ada udang di balik batu. Dan kadang maksud mencintai orang kaya tadi tidak ikhlas. Inilah di antara alasan kenapa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan do’a yang demikian kepada kita.
Tawadhu’ adalah sifat yang amat mulia, tetapi sedikit orang yang memilikinya. Ketika orang sudah memiliki gelar yang mentereng, berilmu tinggi, memiliki harta yang mulia, sedikit yang memiliki sifat kerendahan hati, alias tawadhu’. Padahal kita seharusnya seperti ilmu padi, yaitu “kian berisi, kian merundukâ€.
Tawadhu’ adalah ridho jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya. Tawadhu’ merupakan sikap pertengahan antara sombong dan melecehkan diri. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya. Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak (Lihat Adz Dzari’ah ila Makarim Asy Syari’ah, Ar Roghib Al Ash-fahani, 299).
Setelah kami membahas berkenaan dengan ucapan selamat natal, agar tidak disalahpahami, sekarang kami akan utarakan beberapa hal yang mestinya diketahui bahwa hal-hal ini tidak termasuk loyal (wala’) pada orang kafir. Dalam penjelasan kali ini akan dijelaskan bahwa ada sebagian bentuk muamalah dengan mereka yang hukumnya wajib, ada yang sunnah dan ada yang cuma sekedar dibolehkan.
Kita mendapati bahwa orang yang berbakti kepada kedua orangtuanya, dianugerahi Allah anak-anak yang berbakti kepadanya. Adapun orang yang tidak berbakti kepada kedua orangtuanya, akan Allah berikan kepadanya anak-anak yang durhaka kepadanya.
Manusia idaman sejati adalah makhluk langka. Begitu banyak ujian dan rintangan untuk menjadi seorang idaman sejati. Kebalikannya, yang bukan idaman malah tersebar ke mana-mana. Inilah yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini. Siapakah pria yang tidak pantas menjadi idaman dan tambatan hati? Apa saja ciri-ciri mereka? Mudah-mudahan -dengan izin Allah- kami dapat mengungkapkannya pada tulisan yang singkat ini.
Alhamdulilllah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« رَغÙÙ…ÙŽ أَنْÙÙÙ‡Ù Ø«Ùمَّ رَغÙÙ…ÙŽ أَنْÙÙÙ‡Ù Ø«Ùمَّ رَغÙÙ…ÙŽ أَنْÙÙه٠». Ù‚Ùيلَ مَنْ يَا رَسÙولَ اللَّه٠قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ ÙˆÙŽØ§Ù„ÙØ¯ÙŽÙŠÙ’ه٠عÙنْدَ Ø§Ù„Ù’ÙƒÙØ¨ÙŽØ±Ù Ø£ÙŽØÙŽØ¯ÙŽÙ‡Ùمَا أَوْ ÙƒÙلَيْهÙمَا Ø«Ùمَّ لَمْ يَدْخÙل٠الْجَنَّةَ »
“Sungguh terhina, sungguh terhina, sungguh terhina.” Ada yang bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, â€(Sungguh hina) seorang yang mendapati kedua orang tuanya yang masih hidup atau salah satu dari keduanya ketika mereka telah tua, namun justru ia tidak masuk surga.” (HR. Muslim)
Dari Abdullah bin ’Umar, ia berkata,
Ø±ÙØ¶ÙŽØ§ الرَّبّ٠ÙÙÙŠ Ø±ÙØ¶ÙŽØ§ Ø§Ù„Ù’ÙˆÙŽØ§Ù„ÙØ¯Ù ÙˆÙŽ سَخَط٠الرَّبّ٠ÙÙÙŠ Ø³ÙŽØ®ÙŽØ·Ù Ø§Ù„Ù’ÙˆÙŽØ§Ù„ÙØ¯Ù
“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam)