Agama Adalah Nasihat

Sudah menjadi fitroh (tabiat) manusia, menyukai kehidupan yang berdampingan dan tentram. Terlebih lagi, kita sebagai umat Islam yang mendambakan lingkungan yang diikat oleh ukhuwah Islamiyah yang berdasarkan kesatuan aqidah, dan kesatuan manhaj (jalan hidup dalam beragama).

Hal tersebut akan terwujud apabila antara seorang muslim satu dengan lainnya yakin bahwa mereka adalah bersaudara. Sehingga di antara mereka akan terwujud sikap saling menasihati dalam hal kebaikan dan ketaatan, menasihati untuk tidak berbuat maksiat dan hal yang dilarang Allah ta’ala, dan lainnya.

Sesungguhnya nasihat merupakan amalan yang paling mulia dan paling utama, karena amalan ini senatiasa dilakukan oleh makhluk yang paling mulia yaitu para Nabi dan Rasul (Nya) sebagai pemberi nasihat dan amanat untuk para kaumnya. Nuh ‘alaihissalam berkata kepada kaumnya (yang artinya), “Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Rabbku dan aku memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak ketahui.” (QS. Al A’raaf: 62). Berkata Shaleh ‘alaihissalam kepada kaumnya, “Aku telah menyampaikan amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat.” (QS. Al A’raaf: 79).

Kerugian yang Nyata

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, nasehat menasehati supaya menaati kebenaran, dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al Ashr : 1-3)

Allah Ta’ala bersumpah (dengan waktu –pent) bahwa semua manusia berada dalam kerugian dan kebinasaan. “kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh”. Kemudian Allah mengecualikan orang-orang yang beriman dengan amalan hati mereka dan beramal shalih dengan perbuatan mereka. “nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran”, yaitu mengerjakan ketaatan dan meninggalkan keharaman. “Dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”, yaitu bersabar menghadapi musibah, taqdir, dan gangguan orang-orang yang menentang amar ma’ruf nahi munkar. (Tafsir Al Quranul ‘Azhim, Ibnu Katsir)

Dari Masjid Kita Bangkit

Masjid memiliki peran yang sangat besar dalam perkembangan dakwah Islam dan penyebaran syiar-syiar agama Islam. Di sanalah tempat didirikan sholat jama’ah dan berbagai kegiatan kaum muslimin. Seluruh manusia yang membawa perbaikan terhadap umat Islam ini, merupakan produk ‘jebolan pendidikan’ yang berawal mula dari masjid.

Masjid merupakan sebaik-baik tempat di muka bumi ini. Di sanalah tempat peribadatan seorang hamba kepada Allah, memurnikan ibadahnya hanya untuk Allah semata. Dari sanalah titik pangkal penyebaran tauhid. Allah telah memuliakan masjid-masjid-Nya dengan tauhid. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”. (QS. Al Jin: 18)

Tauhid Dulu, Ataukah Khilafah?

Khilafah adalah cita-cita yang didambakan oleh seluruh kaum muslimin, lebih-lebih bagi mereka yang menjadi aktivis dakwah. Khilafah merupakan hadiah yang Allah persembahkan bagi umat ini setelah mereka berusaha untuk meniti kebenaran. Karenanya, kami ingatkan tulisan ini hanyalah sekelumit usaha untuk mewujudkan cita-cita munculnya khilafah. Tulisan ini bukanlah upaya untuk memecah belah persatuan kaum muslimin. Tulisan ini hanyalah sebatas nasehat antar sesama muslim yang mencita-citakan kesatuan dan persatuan kaum muslimin di atas kebenaran.