Jilbab Muslimah

 Agama Islam merupakan agama yang memiliki syari’at yang sempurna. Allah Ta’ala melalui Rasul-Nya telah menjelaskan semua perkara yang dibutuhkan manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Tidaklah tertinggal sesuatu pun yang mendekatkan ke Surga dan menjauhkan dari Neraka melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kalian” (HR. Thabrani, shahih). Oleh karena itu, kita sebagai orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya harus meyakini bahwa semua syari’at Islam mendatangkan kebaikan bagi pelakunya walaupun oleh sebagian orang terasa berat untuk melaksanakannya. Diantara syari’at Islam yang sering dilalaikan oleh manusia, khususnya kaum wanita, adalah perintah untuk berjilbab.

Wajibnya wanita mengenakan jilbab

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Ahzab : 59). Pada ayat tersebut, Allah memerintahkan kepada para wanita untuk mengenakan jilbab yang menutup seluruh tubuh mereka. Jilbab adalah semua kain yang digunakan oleh perempuan untuk menutupi kepala, leher, dada, dan punggung hingga menutupi bagian pantat. Sehingga dapat dikatakan pakaian seorang muslimah adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, kemudian mengenakan jilbab di atas pakaian tersebut, sehingga lekukan tubuh tidak terlihat (lihat Tafsir Ibnu Katsir dan Syarah Muslim An Nawawi)

Rasulullah juga telah mengabarkan tentang wanita yang menjadi penduduk neraka disebabkan tidak menutup aurat. Sebagaimana Rasulullah bersabda, ”Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat : [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok dalam berjalan, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun bau surga tercium selama perjalanan sekian dan sekian” (HR. Muslim). Dalam hadits ini, disebutkan ciri wanita yang menjadi penduduk neraka, yaitu wanita yang ia berpakaian namun pada hakikatnya telanjang. Para ulama menjelaskan maksudnya adalah wanita ini memperlihatkan sebagian anggota tubuh mereka, atau mengenakan pakaian yang tipis dan ketat sehingga menggambarkan bentuk tubuhnya (lihat Syarah Muslim An Nawawi).

Oleh karena itu, berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan, maka telah jelas wajibnya seorang wanita untuk menutup aurat secara sempurna. Sebagaimana perintah Allah yang lain, seperti puasa dan sholat, maka menjalankan perintah berjilbab pun wajib dijalankan oleh setiap muslimah. Kita tidak boleh memilih-milih syari’at berdasarkan hawa nafsu kita, yang sesuai dengan hawa nafsu dijalankan, sedangkan yang bertentangan ditinggalkan. Sebagaimana yang dikisahkan Allah dalam firman-Nya (yang artinya), “Apakah kamu beriman kepada sebagian Al Kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat” (QS Al Baqarah : 85).

Kriteria busana muslimah

Setelah kita mengetahui hukum berjilbab bagi muslimah, maka perlu diketahui kriteria busana seorang muslimah yang sesuai Al Qur’an dan Sunnah. Tujuan utama pakaian muslimah adalah untuk menutup aurat secara sempurna (yakni seluruh tubuhnya). Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 59 yang sudah disebutkan sebelumnya. Sehingga pakaian tersebut tidak boleh tipis, membentuk lekuk tubuh (ketat), diberi wewangian, dan tidak boleh berupa pakaian perhiasan yang menarik perhatian. Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya…” (QS : An Nuur : 31). Pada ayat ini, Allah memerintahkan kepada kaum muslimah untuk tidak menampakkan perhiasan kepada laki-laki yang bukan mahramnya. Maka tidak tepat jika Allah telah memerintahkan untuk menyembunyikan perhiasan, namun malah ditampakkan dalam bentuk pakaian itu sendiri karena pakaian tersebut terlihat menarik perhtian.

Begitu pula pakaian muslimah tidak boleh diberi wewangian karena Rasulullah mensifati wanita yang mengenakan wewangian ketika keluar rumah seperti wanita pezina sebagaimana sabda beliau, “Perempuan mana saja yang memakai wewangian, lalu melewati kaum pria agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah wanita pezina” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad, shahih).

Belum siap berjibab??

Sebagian muslimah enggan untuk mengenakan jilbab karena berbagai alasan. Sebagian diantara mereka beralasan karena belum siap untuk mengenakannya. Hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak berjilbab. Bahkan konsekuensi keimanan yang ia miliki mengharuskan dirinya untuk menjalankan perintah Allah Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya. Ketidaksiapan bukanlah alasan untuk tidak menjalankan perintah Allah. Yang memerintahkan untuk berjilbab sama dengan yang memerintahkan untuk sholat, zakat dan haji, yaitu Allah Ta’ala. Maka mengapa perintah sholat, zakat, dan haji bisa engkau laksanakan namun perintah berjilbab tidak bisa dilaksanakan?!

Selain itu ada juga yang beralasan dengan menggunakan jilbab akan terasa panas, sulit bergaul dan bekerja, serta alasan yang semisal dengan itu. Hal tersebut juga tidak bisa dibenarkan secara syari’at, bahkan hal itu termasuk perbuatan mengikuti hawa nafsu. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab : 36).

Belajar dari kisah shahabiyah

Jika kita memperhatikan generasi terbaik umat Islam, yaitu para sahabat, maka akan kita dapati tingginya semangat mereka dalam mengamalkan ajaran Islam. Hal ini karena besarnya keimanan yang mereka miliki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mereka (yang artinya), “Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya” (HR. Bukhari dan Muslim). Salah satu kisah yang perlu menjadi pelajaran tentang semangat mereka dalam mengamalkan ajaran Islam khususnya syari’at berjilbab adalah sebagaimana yang disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir, yaitu ketika menjelaskan surat An-Nuur : 31.

Diriwayatkan bahwa ‘Aisyah radhiyallahu anha pernah berkata, “Semoga Allah merahmati wanita Muhajirin yang pertama yang tatkala Allah Ta’ala menurunkan ayat (yang artinya), ”Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka..” mereka lantas merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya”. Demikianlah keimanan para sahabat, ketika datang perintah Allah, mereka tidak dengan berat hati untuk langsung melaksanakannya. Dan inilah yang harus kita contoh dalam kita beragama.

Kepala keluarga bertanggung jawab atas anggota keluarganya

Pembaca yang dirahmati Allah Ta’ala, setiap manusia akan mati dan menghadapi pengadilan Allah. Kita akan dimintai pertanggungjawaban atas segala yang kita perbuat pada waktu hidup di dunia. Salah satunya adalah terhadap rumah tangga yang kita pimpin. Rasulullah bersabda, “Setiap kamu adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Maka imam adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang laki-laki (kepala rumah tangga) adalah pemimpin terhadap keluaganya, dan akan ditanya tentang kepemimpinannya….” (HR. Bukhari).

Salah satu tugas kepala rumah tangga adalah untuk menjaga keluarganya agar tidak tererumus dalam api neraka. Bahkan ini merupakan tugas utama yang harus diprioritaskan untuk diperhatikan. Allah berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (QS At Tahrim : 6).

Adh Dhohak dan Maqotil berkata, “Kewajiban bagi seorang muslim adalah mengajari keluarganya, termasuk kerabat dan budak laki-laki atau perempuannya. Ajarkanlah mereka perkara wajib yang Allah perintahkan dan larangan yang Allah larang” (lihat Tafsir Ibnu Katsir). Dan termasuk dari bentuk penjagaan dari api neraka adalah dengan memerintahkan istri dan anak perempuan kita untuk berjilbab. Karena seorang muslimah yang tidak berjilbab merupakan bentuk dosa besar. Dan dosa besar dapat mengantarkan pelakunya ke dalam neraka. Sehingga jika terdapat anggota keluarga kita yang masih belum berjilbab, dan kita sebagai kepala keluarga tidak berusaha untuk mendidiknya untuk ta’at kepada Allah, maka tentu kita akan dimintai pertanggungjawaban disisi Allah Ta’ala.

Demikian tulisan yang ringkas ini, mudah-mudahan dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Kita berdo’a kepada Allah semoga kita termasuk ke dalam golongan hamba-hamba Allah yang mendapatkan taufik dan hidayah-Nya sehingga dapat senantiasa taat menjalankan syari’at-Nya.

Penulis : Ndaru Triutomo, S.Si (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *