Jangan Sia-Siakan Puasamu

At Tauhid edisi VII/31

Oleh: Arif Rohman Habib

Segala puji bagi Allah yang atas nikmat dan karunia-Nya sebentar lagi kita akan berjumpa dengan bulan yang penuh dengan berkah dan kemuliaan, yaitu bulan Ramadhan -insya Allah.

Sebagai seorang muslim, tentunya kita harus antusias dalam mengisi waktu kita di bulan Ramadhan dengan amal-amal shalih yang dicintai Allah ta’ala. Namun, seorang muslim tidaklah akan dapat mengerjakan ibadah-ibadah yang benar serta sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya di bulan Ramadhan melainkan dia telah memiliki ilmu tentang ibadah-ibadah tersebut. Apa yang akan kami paparkan berikut ini merupakan kelanjutan dari pembahasan hukum seputar puasa pekan lalu.

SUNNAH-SUNNAH PUASA

[1] Mengakhirkan Sahur

Makan sahur memiliki banyak keutamaan. Selain karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkannya, makan sahur merupakan pembeda antara puasa kaum muslimin dengan puasa ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Perbedaan antara puasa kita dengan puasa ahlul kitab terletak pada makan sahur” (HR. Muslim)

Dianjurkan pula mengakhirkan makan sahur karena Nabi sering melakukannya. Zaid bin Tsabit berkata kepada Anas “Kami makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian kami berdiri untuk shalat”. Anas bertanya “Berapa lama jarak antara adzan shubuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab “Sekitar membaca 50 ayat” (HR. Bukhari-Muslim)

Di dalam hadits di atas juga terdapat dalil bahwa batas akhir sahur adalah adzan subuh, bukan yang diistilahkan dengan imsak oleh kebanyakan kaum muslimin hari ini. Ini terbukti dari pertanyaan Anas “Berapa lama jarak antara adzan shubuh dan sahur kalian?”. Hal ini menunjukkan bahwa batas akhir sahur di masa Nabi adalah adzan subuh. Hadits ini memperkuat firman Allah ta’alaDan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS. Al Baqarah: 187). Di samping itu, terdapat banyak hadits yang menunjukkan bahwa batas akhir makan sahur adalah adzan subuh.

[2] Menyegerakan berbuka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka” (HR. Bukhari-Muslim). Ibnu ‘Abdil Barr berkata “Hadits-hadits tentang menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur derajatnya shahih dan mutawatir (banyak yang meriwayatkan). Di dalam riwayat Abdurrazzaq yang shahih dari ‘Amr bin Maimun, beliau berkata “Para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling bersegera berbuka dan yang paling mengakhirkan sahur”. (lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar).

[3] Berbuka dengan Kurma jika ada atau dengan air

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menuturkan “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka dengan rathb (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Jika tidak ada pula, maka beliau berbuka dengan beberapa teguk air” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, hasan shahih).

[4] Berdo’a ketika berbuka

Do’a yang shahih yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka adalah sebagai berikut “Dzahabat zhama’u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insya Allah” yang artinya “Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah dan pahala telah ditetapkan insya Allah” (HR Abu Dawud, hasan).

Adapun do’a yang populer di kalangan kaum muslimin yaitu “Allahumma laka shumtu…dst” yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At Thabrani derajatnya dha’if (lemah) sehingga tidak bisa dijadikan sebagai dalil. Di antara ulama’ yang mendha’ifkan hadits ini adalah Ibnul Qayyim dan Syaikh Al Albani. Oleh karena itu, cukuplah hadits hasan yang telah disebutkan sebelumnya dijadikan sebagai pegangan beramal disebabkan karena hadits hasan dapat dijadikan sebagai dalil.

[5] Memberi makan orang yang berbuka

Memberi makan orang yang berbuka mengandung keutamaan yang besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Barangsiapa yang memberi makan berbuka kepada orang yang berpuasa, maka dia mendapat pahala seperti orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikitpun juga” (HR Tirmidzi, shahih).

HAL-HAL YANG DIPERBOLEHKAN

Seorang hamba yang taat dan memahami Al Qur’an dan As Sunnah tidak akan ragu bahwa Allah ta’ala menghendaki kemudahan bagi hamba-Nya dan tidak menghendaki kesulitan, sehingga syari’at yang bijaksana ini membolehkan beberapa perkara untuk dikerjakan oleh orang yang tengah berpuasa, di antaranya:

[1] Tetap berpuasa meski mendapati waktu subuh dalam keadaan junub (hadats besar)

Seseorang yang mendapati waktu subuh dalam keadaan junub boleh untuk tetap berpuasa sebagaimana yang diriwayatkan oleh dua istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma keduanya berkata “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati fajar (waktu subuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya kemudian beliau mandi dan tetap berpuasa” (HR Bukhari-Muslim)

[2] Bersiwak (sikat gigi)

Boleh bagi orang yang berpuasa untuk bersiwak karena tidak ada larangan khusus dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bersiwak ketika tengah berpuasa. Bahkan siwak di anjurkan setiap saat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Siwak itu membuat mulut bersih dan diridhai Allah” (HR An Nasa’i, shahih). Para ulama hanya berbeda pendapat tentang makruh atau tidaknya bersiwak bagi orang yang berpuasa ketika setelah zawal (matahari tergelincir ke barat). Namun, sekali lagi tidak ada dalil khusus yang memakruhkan apalagi melarang bersiwak ketika tengah berpuasa sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ fatawa.

[3] Berkumur-kumur dan isytinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung dengan nafas) dengan tidak berlebihan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Dan bersungguh-sungguhlah kalian ber-isytinsyaq (ketika wudhu) kecuali dalam keadaan berpuasa” (HR Tirmidzi, shahih). Artinya, boleh ber-isytinsyaq ketika berpuasa akan tetapi tidak bersungguh-sungguh (berlebihan).

[4] Bercumbu (bukan bersetubuh) dengan istri dan menciumnya.

Hal ini dibolehkan selama tidak keluar mani. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mencium dan mencumbu (istrinya) dalam keadaan berpuasa karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya” (HR Bukhari-Muslim).

[5] Berbekam dan donor darah

Mayoritas ulama membolehkan orang yang berpuasa untuk berbekam. Adapun hadits tentang batalnya puasa orang yang berbekam yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan Abu Dawud memang shahih, akan tetapi telah di-mansukh (dihapus hukumnya) oleh hadits riwayat Ibnu Abbas, beliau berkata “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dalam keadaan beliau berpuasa” (HR Bukhari). Disamakan pula hukumnya dengan donor darah karena sama-sama mengeluarkan darah dari dalam tubuh. Akan tetapi, para ulama mempersyaratkan bekam dan donor darah tersebut boleh jika tidak membuat lemas.

[6] Mencicipi makanan asal tidak masuk ke kerongkongan

Dalilnya adalah perkataan Ibnu Abbas,Tidak mengapa seseorang mencicipi cuka atau sesuatu dalam keadaan sedang berpuasa selama tidak masuk ke kerongkongan” (HR Bukhari secara mu’allaq (tanpa sanad), Ibnu Abi Syaibah, dan Al Baihaqi)

[7] Mandi dan menyiramkan air di kepala supaya segar

Hal ini berdasarkan hadits riwayat Bukhari Muslim dalam pembahasan bolehnya berpuasa ketika mendapati fajar dalam keadaan junub yang telah kami sebutkan (poin 1). Selain itu, dikuatkan dengan hadits dari Abu Bakr bin Abdurrahman beliau berkata “Sungguh aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Al ‘Araj mengguyur kepalanya dengan air dalam keadaan beliau sedang berpuasa –karena keadaan yang sangat panas terik- ” (HR Abu Dawud dan Ahmad, shahih).

JANGAN SIA-SIAKAN PUASAMU…

Kaum muslimin rahimakumullah, sesungguhnya puasa itu tidak semata-mata menahan diri dari makan, minum, dan syahwat. Akan tetapi, puasa juga mencakup menahan diri dari perbuatan dosa dan kemaksiatan. Tidakkah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menjadi peringatan bagi kita? “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga semata dari puasanya tersebut” (HR Ahmad,Ibnu Majah, dan Ad Darimi dengan sanad shahih). Berikut ini adalah hal-hal yang dapat menjadikan puasa kita tidak berarti di sisi Allah ta’ala.

[1] Berkata dusta

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perbuatan dusta malahan mengamalkannya, maka Allah tidak butuh kepada rasa lapar dan haus yang dia tahan” (HR Bukhari). Dan sungguh hal ini masih banyak diremehkan oleh banyak kaum muslimin sehingga sadar atau tidak sadar ada yang masih melakukan perbuatan dusta meskipun dia sedang berpuasa.

[2] Berkata sia-sia dan kotor

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ”Tidaklah puasa itu hanya sebatas menahan makan dan minum, akan tetapi puasa itu juga menahan diri dari berkata sia-sia dan kotor. Maka apabila ada seseorang yang mencela dan menjahilimu, maka katakanlah ‘Aku sedang puasa, aku sedang puasa’” (HR. Hakim dan Ibnu Khuzaimah, shahih)

[3] Maksiat secara umum

Hendaknya seorang yang berpuasa meninggalkan seluruh perbuatan maksiat. Meskipun maksiat tersebut tidak membatalkan puasa, namun maksiat tersebut dapat mengantarkan pelakunya ke tingkat puasa yang paling rendah, yaitu hanya meninggalkan makan dan minum semata, sebagaimana riwayat salaf yang dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Latha’iful Ma’arif.

Demikian pembahasan ini kami sampaikan, sebenarnya banyak yang perlu untuk dibahas dan diperinci, akan tetapi pembahasan ini semoga dapat mencukupi kaum muslimin. Wallahu a’lam bish shawab. [Arif Rohman Habib]

Rujukan: [1] Shifat Shaum Nabi karya Syaikh Salim Al Hilali dan Syaikh Ali Hasan. [2] Matan Al Ghayah Wat Taqrib fil fiqhi Asy Syafi’i dengan ta’liq Majid Al Hamawi. [3] Panduan Ramadhan karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *