Adab Berpakaian Lelaki Muslim

Buletin At-Tauhid edisi 21 Tahun XI ISBAL

Pakaian merupakan nikmat agung yang telah Allah Ta’ala anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya, supaya mereka menutup aurat mereka dengannya. Kemudian, Allah menambahkan kenikmatan tersebut dengan menganugerahkan ‘riyaasy’ (pakaian indah) sebagai perhiasan. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang lebih baik. Hal itu semua merupakan ayat-ayat Allah, supaya mereka berdzikir mengingat-Ku.” (QS. Al-A’raf : 26). Oleh karena itu, seorang Muslim hendaknya memperhatikan ada-adab yang berkaitan dengan pakaian.

 

Wajib menutup aurat

Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya terhadap ayat di atas, “Allah telah memberikan kenikmatan kepada hamba-hamba-Nya berupa pakaian dan raisy (pakaian indah). Pakaian digunakan untuk menutup aurat, dimana hal ini merupakan perkara yang wajib; sedangkan raisy digunakan untuk perhiasan, dimana hal ini merupakan penyempurna dan tambahan.” (Tafsirul Quranil ‘Adziim). Menutup aurat merupakan adab mulia yang diperintahkan dalam agama islam. Bahkan, seseorang dilarang melihat aurat orang lain, karena hal tersebut dapat menimbulkan kerusakan dan syariat menutup semua celah terjadinya kerusakan. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lainnya. ….” (HR. Muslim). Jumhur ulama mengatakan bahwa aurat laki-laki ialah dari lutut hingga pusar.

 

Mengenakan pakaian sederhana

Hendaknya seorang muslim meninggalkan pakaian mewah dan mahal. Hal ini dapat menjauhkannya dari sifat sombong dan menjadikannya dekat dengan orang-orang sederhana dan miskin. Selain itu Allah Ta’ala akan menjauhkannya dari sifat suka berfoya-foya serta perasaan iri dan dengki dari sesama muslim. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa meninggalkan suatu pakaian dengan niat tawadhu’ karena Allah, sementara ia sanggup mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat dihadapan seluruh makhluk, lantas ia diperintahkan untuk memilih perhiasan iman mana saja yang ingin ia pakai.” (HR. Ahmad, dan Tirmidzi, shahih).

 

Memulai dari sebelah kanan

Ummul mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan bagian kanan daripada bagian yang kiri ketika mengenakan sandal, bersisir, bersuci, dan dalam semua urusannya (yang mulia)” (Muttafaqun ‘alaih). Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kaidah dalam syariat bahwasanya disunnahkan memulai dengan kanan dalam semua urusan yang berkaitan dengan kemuliaan dan keindahan ” (Syarh Muslim).

 

Memakai pakaian Putih

Pakaian berwarna putih lebih baik dari pakaian berwarna lain, walaupun (mengenakan pakaian selain putih) itu tidak terlarang. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pakailah pakaian berwarna putih, karena pakaian berwarna putih lebih suci dan lebih baik. Kafankanlah jenazah kalian dengan kain putih” (HR. Ahmad, an-Nasaa’i, shahih).

 

Tidak mengenakan pakaian syuhrah (sensasional)

Dikatakan pakaian syuhrah karena pakaian tersebut membuat pemakainya menjadi pusat perhatian, baik karena jenis pakaian tersebut sangat mewah atau sangat berbeda dengan kebanyakan orang atau pakaian tersebut sudah sangat lusuh dan compang-camping atau pakaian tertentu yang dipakai agar menjadi terkenal. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa memakai pakaian syuhrah, maka Allah akan memakaikan pakaian yang serupa pada hari kiamat nanti. Kemudian, dalam pakaian tersebut akan dinyalakan api Neraka” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah, shahih).

 

Tidak memanjangkan pakaian hingga melewati mata kaki (isbal)

Hadis-hadis yang melarang isbal (bagi laki-laki) sangat banyak, bahkan mencapai batas hadis mutawatir maknawi. Hadits-hadits dalam masalah ini diriwayatkan dari banyak shahabat, seperti : Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah, Anas, Abu Dzar, dan selain mereka radiyallahu ‘anhum ajma’iin. Diantara hadis-hadis tersebut ialah sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Kain sarung yang terjulur di bawah mata kaki tempatnya ialah di neraka” (HR. Bukhari). Beliau juga bersabda, “Tiga macam orang yang pada hari kiamat nanti Allah tidak akan mengajak bicara, tidak melihat mereka, tidak menyucikan mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih.” Kemudian beliau melanjutkan, “(Yaitu) musbil (orang yang isbal), mannaan (orang yang mengungkit-ungkit pemberian), dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu” (HR. Abu Dawud, shahih). Oleh karena itu, pengharaman isbal secara umum bagi laki-laki merupakan perkara yang disepakati oleh para ulama.

 

Isbal dan kesombongan

Isbal merupakan dosa besar jika disertai dengan kesombongan. Isbal juga tetap diharamkan

(menurut pendapat yang paling kuat) walaupun tanpa disertai kesombongan, karena isbal itu sendiri merupakan kesombongan. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hati-hatilah kamu dari isbal, karena sesungguhnya isbal merupakan kesombongan” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, shahih).

 

Dimanakah sebaiknya ujung sarung / celana?

Dalam hal ini, terdapat tiga keadaan dimana semua keadaan tersebut merupakan sunnah dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

1. Tepat di tengah betis. ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sarung Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ialah sampai di tengah betis beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam” (HR. Tirmidzi). Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Sarung seorang mukmin ialah sampai di tengah betis” (HR. Muslim).

2. Sedikit di atas tengah betis. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sarung seorang mukmin ialah sampai sedikit di atas tengah betis, kemudian sampai tengah betis, kemudian sampai dua mata kaki. Maka barangsiapa di bawah kedua mata kaki, maka dia di Neraka” (HR. Ahmad dan Abu ‘Awwaanah, shahih).

3. Di antara tengah betis, hingga mata kaki. Batasan ini bisa diambil dari hadis di atas.

Untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci dalam masalah ini, silahkan meruju’ ke kitab Hadduts Tsaub wal Uzroh, wa Tahriimul Isbaal wa Libaasu Syuhrah karya Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah.

 

Tidak memakai emas dan pakaian sutra

Emas dan pakaian sutra haram dipakai oleh kaum laki-laki, tetapi boleh bagi kaum wanita. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Emas dan sutra dihalalkan bagi kaum wanita dari umatku, dan diharamkan bagi kaum laki-laki” (HR. Ahmad dan Nasaa’i, shahih).

 

Tidak menyerupai pakaian orang kafir

Diantara sikap yang seharusnya dimiliki seorang muslim ialah berusaha menyelisihi setiap urusan orang-orang ahli kitab yaitu Yahudi dan Nashrani, dan orang-orang Musyrik (hindu, budha, dan selainnya). Penyelisihan ini mencakup juga penyelisihan dalam hal berpakaian. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR. Abu Dawud, “hasan shahiih”).

 

Tidak menyerupai wanita

Disadari atau tidak, perkara ini telah tersebar di zaman sekarang ini. Kita banyak mendapatkan sebagian pemuda yang menyerupai kaum wanita dalam berpakaian, berhias, dan memilih warna. Padahal perkara itu merupakan perkara yang dilaknat oleh Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat wanita yang menyerupai laki-laki, dan laki-laki yang menyerupai wanita” (HR. Ahmad, shahih).

 

Bersyukur dan mengamalkan doa-doa yang berkaitan dengannya

Segala kenikmatan yang diperoleh oleh seseorang merupakan karunia dari Allah Ta’ala semata. Demikian juga dengan pakaian, merupakan kenikmatan yang sangat agung, yang merupakan karunia dari Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian pakaian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang lebih baik. … ” (QS. al-A’raf : 26)

Oleh karena itu, sudah seharusnya kita bersyukur atas itu semua, baik dengan hati, lisan, dan anggota badan kita.

 

Guna menyempurnakan rasa syukur kita kepada Allah, maka sebagai bentuk kasih sayang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada kita, beliau telah mengajarkan doa-doa khusus yang berkaitan dengan pakaian, mulai dari doa ketika kita memakai pakaian baru, doa kepada orang yang memakai pakaian baru, dan doa-doa lainnya. Maka hendaknya seorang muslim bersemangat dalam menghafal dan mengamalkan doa-doa tersebut. Silahkan melihat ke buku-buku doa untuk melihat secara rinci tentang hal ini, misal buku berjudul “Hisnul Muslim” karya Syaikh Sa’id bin Wahf al-Qahthaaniy hafidzahullaah. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pakaian kepada kita sebagai rezeki dari-Nya, tanpa daya dan kekuatan dari kita. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarga, shahabat, dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka hingga hari kiamat nanti.

 

Referensi Utama :

Kitaabul Aadaab, karya Fuad bin Abdul ‘Aziiz Syalhub rahimahullah

Mausuu’atul Aadaab al-Islaamiyah (edisi terjemahan), karya ‘Abdul ‘Aziiz bin Fathi rahimahullah

Hadduts Tsaub wal Uzroh, wa Tahriimul Isbaal wa Libaasu Syuhrah karya Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah

Penulis : Prasetyo, S.Kom. (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi dan Mahasiswa STDI Imam Syafi’i Jember)

Artikel Muslim.Or.Id (dengan sedikit perubahan oleh redaksi)

Murojaah : Ustadz Abu Salman, BIS

 

Pertanyaan :

Apakah yang dimaksud dengan pakaian syuhrah?

 

Jawaban :

Pakaian yang membuat pemakainya menjadi pusat perhatian, baik karena jenis pakaian tersebut sangat mewah atau sangat berbeda dengan kebanyakan orang atau pakaian tersebut sudah sangat lusuh dan compang-camping atau pakaian tertentu yang dipakai agar menjadi terkenal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *