Tauhid Dulu, Ataukah Khilafah?

Khilafah adalah cita-cita yang didambakan oleh seluruh kaum muslimin, lebih-lebih bagi mereka yang menjadi aktivis dakwah. Khilafah merupakan hadiah yang Allah persembahkan bagi umat ini setelah mereka berusaha untuk meniti kebenaran. Karenanya, kami ingatkan tulisan ini hanyalah sekelumit usaha untuk mewujudkan cita-cita munculnya khilafah. Tulisan ini bukanlah upaya untuk memecah belah persatuan kaum muslimin. Tulisan ini hanyalah sebatas nasehat antar sesama muslim yang mencita-citakan kesatuan dan persatuan kaum muslimin di atas kebenaran.

Jimat, Benda Perusak Aqidah

Saudaraku sesama muslim yang semoga selalu mendapatkan taufiq dan hidayah Allah Ta’ala. Sungguh sangat prihatin jika kita memperhatikan kondisi kaum muslimin saat ini. Setiap saat memang setiap orang ingin dimudahkan dalam setiap urusan dan dihindarkan dari marabahaya. Yang jadi masalah adalah kadang cara yang dilakukan sering menyalahi koridor syari’at karena yang diharap bukanlah Yang Maha Kuasa, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Namun kadang yang menjadi sandaran adalah makhluk atau benda yang sebenarnya tidak mendatangkan manfaat dan tidak menolak marabahaya sama sekali. Memang tidak bisa dipungkiri lagi. Berbagai macam yang berbau syirik inilah yang laris manis di tengah-tengah umat. Apalagi yang mengobarkan bendera ini adalah para dukun bahkan yang sudah identik dengan gelaran ‘kyai’.

Beberapa kisah seringkali masuk ke telinga kita bahkan seringkali kita saksikan langsung. Seorang pengusaha yang baru memulain usahanya mendapat saran dari salah seorang temannya untuk menggunakan ‘penglaris’, karena kondisi keuangan yang semakin sulit dan hutang pun semakin melilit akhirnya pengusaha tersebut menuruti saran tadi dengan harapan akan datangnya rezeki yang melimpah. Saudaraku yang semoga dirahmati Allah, kisah tersebut merupakan sedikit gambaran tentang keadaan sebagian masyarakat kita yang masih sangat kental dengan dunia klenik dan perjimatan. Tentunya sebagai seorang muslim kita wajib untuk mengetahui bagaimanakah pandangan islam mengenai hal tadi. Mungkin sebagian orang dapat menganggapnya biasa-biasa saja bahkan boleh. Tetapi menurut ajaran Islam barangkali berbeda.

Mereka Adalah Penjahat!!!

Di dalam bahasa Arab dukun biasa disebut dengan istilah kahin (tunggal) atau kuhan (jamak). Syaikh al-Fauzan menerangkan bahwa perdukunan merupakan pengakuan mengetahui perkara gaib seperti halnya memberitakan akan terjadinya sesuatu di muka bumi dengan bersandar kepada sebab tertentu yaitu dengan mencuri berita dari langit; ketika itu jin mencuri kabar dari ucapan malaikat lalu dia bisikkan ke telinga para dukun, kemudian dia menambahkan padanya seratus kebohongan, sehingga orang-orang pun menilai benar apa yang diucapkannya (al-Isryad, hal. 115-116). Adapun paranormal biasa disebut dengan istilah ‘arraf. al-Khaththabi dan sebagian ulama lain mengatakan bahwa ‘arraf adalah orang yang mengaku mengetahui ilmu di mana letak barang curian atau barang yang hilang dan semacamnya (Syarh Nawawi, 7/335-336). Sedangkan sebagian ulama lain menyatakan bahwa istilah ‘arraf sudah mencakup kahin/dukun dan para tukang ramal/paranormal (al-Qaul al-Mufid, 1/545)

Ponari Sweat

Sempat sedikit kaget, ketika kami mendengar seorang teman yang pulang ke Tuban (Jawa Timur) naik bus jurusan Jogja-Surabaya turun di Jombang. Tepat ketika turun dari bus, tukang becak, ojek, dan kernet angkot serempak menawarkan jasa tunggangan untuk ke satu arah.. “Ponari… Ponari… Ponari…”, setelah jauh bertolak dari kabupaten Jombang ke arah utara, hampir semua awak bus jurusan Jombang teriak-teriak “Ponari… Ponari… Ponari…”. Laris manis.. seolah hampir semua orang yang menuju ke Jombang diduga kuat mau menuju seorang bocah yang memiliki batu kecil, yakni Ponari. Tak heran jika harus ada ribuan orang rela antri bahkan sampai rela untuk mempertaruhkan nyawanya demi mendapatkan “bau batu ajaib” yang bercampur “keringat tangan” bocah.

Ditambah lagi sikap para pakar dalam menanggapi masalah ini. Pendapat pro dan kontra bermunculan. Namun sayangnya, tinjauan mereka hanya baru pada taraf kajian sisi ekonomi, stabilitas sosial, dan hak asasi anak. Hampir tidak ada tokoh nasional yang membahas masalah ini dari sudut pandang aqidah. Seolah semua telah buta kalau kasus ini erat kaitannya dengan masalah aqidah. Jika jajaran tokoh masyarakat bersikap semacam ini, bagaimana lagi dengan orang awamnya[?] Wajar saja jika kesyirikan di Indonesia begitu laris manis dan bahkan telah menjadi selera massa.. kita ucapkan: innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun… ada musibah besar yang menimpa kaum muslimin… rela berkorban demi untuk melakukan kesyirikan.

Kebodohan Kita terhadap Makna Kalimat Tauhid

Masih terngiang-ngiang dalam ingatan kita ketika dulu zaman masih sekolah SD atau SMP, kita diajarkan bahwa makna kalimat tauhid “laa ilaaha illallah” adalah “Tidak ada Tuhan selain Allah”. Inilah makna yang selama ini terpatri dalam hati sanubari kita tanpa sedikit pun kita berfikir tentang kebenaran makna tersebut. Karena memang itulah yang diajarkan oleh guru-guru kita pada saat masih sekolah dulu. Kesalahfahaman ini tidak hanya dialami oleh masyarakat awam, bahkan orang-orang yang dikenal sebagai “cendekiawan” muslim pun salah faham tentang makna kalimat tauhid ini. Buktinya, di antara mereka ada yang mengartikan “laa ilaaha illallah” sebagai “Tidak ada tuhan (“t” kecil) selain Tuhan (“t” besar)”.

Bahaya Kesyirikan yang Membudaya

Syirik merupakan dosa paling besar, kezhaliman yang paling zhalim, dosa yang tidak akan diampuni Allah, dan pelakunya diharamkan masuk surga serta seluruh amal yang pernah dilakukannya selama di dunia akan sia-sia. Oleh sebab itu, mengenal hakikat syirik dan bahayanya adalah perkara yang sangat penting.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, sembahlah (Allah) Rabb yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dia itu lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap dan Dia pula yang telah menurunkan air hujan dari langit sehingga mampu mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezki untuk kalian maka janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah sedangkan kalian mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 21-22). Di dalam ayat yang lain Allah Ta’ala menyatakan secara tegas (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya.” (QS. An Nisaa’: 36). Dari ayat-ayat tersebut, kita mengetahui bahwa Allah melarang hamba-hamba-Nya untuk berbuat syirik atau mengangkat tandingan bagi Allah, yaitu menyembah selain Allah di samping menyembah Allah. Ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah, karena menujukan ibadah kepada selain Allah termasuk kesyirikan.

Keutamaan Tauhid

Kaum muslimin yang semoga dirahmati oleh Allah, tatkala Allah memerintahkan sesuatu kepada kita maka Allah tidak semata-mata memerintahkan begitu saja, namun agar kita antusias untuk melaksanakan perintah-Nya maka Allah memberikan iming-iming kepada kita. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa perintah yang paling agung yang Allah wajibkan kepada seluruh manusia adalah perintah untuk mentauhidkan Allah yaitu agar manusia hanya beribadah kepada Allah semata. Oleh Karena itulah Allah memberikan iming-iming yang tidak tanggung-tanggung lagi bagi orang yang melaksanakannya. Lalu apakah iming-iming tersebut?

Apakah Allah Membutuhkan Perantara?

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Berdoalah kepada-Ku, pasti akan Aku kabulkan” (QS. Al-Mu’min : 60). Setiap hamba pasti membutuhkan sesuatu yang menopang kehidupannya, sehingga dia akan berusaha untuk meraihnya. Ketika mereka tertimpa bencana, mereka pun bersimpuh dan memohon kepada Allah Ta’ala agar dilepaskan dari marabahaya. Namun sangat disayangkan, sebagian kaum muslimin justru terjerumus ke dalam praktek-praktek kesyirikan tanpa mereka sadari karena berdo’a untuk menggapai keinginan mereka itu.

Dalam berdoa kepada Allah, kita tidak perlu melalui perantara, karena hal itu termasuk perbuatan syirik. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan mereka (kaum musyrikin) beribadah kepada selain Allah sesuatu yang tidak sanggup mendatangkan madharat dan manfaat untuk mereka. Dan mereka beralasan, ‘Mereka itu adalah pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah'” (QS. Yunus : 18). Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya, “Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai penolong mengatakan, ‘Sesungguhnya kami tidak menyembah mereka, melainkan hanya supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’ ” (QS. Az-Zumar : 3).

Tahukah Kamu, Di Manakah Allah?

Ada sebuah pertanyaan penting yang cukup mendasar bagi setiap kaum muslimin yang telah mengakui dirinya sebagai seorang muslim. Setiap muslim selayaknya bisa memberikan jawaban dengan jelas dan tegas atas pertanyaan ini, karena bahkan seorang budak wanita yang bukan berasal dari kalangan orang terpelajar pun bisa menjawabnya. Bahkan pertanyaan ini dijadikan oleh Rasulullah sebagai tolak ukur keimanan seseorang. Pertanyaan tersebut adalah “Dimana Allah?”.

Jika selama ini kita mengaku muslim, jika selama ini kita yakin bahwa Allah satu-satunya yang berhak disembah, jika selama ini kita merasa sudah beribadah kepada Allah, maka sungguh mengherankan bukan jika kita tidak memiliki pengetahuan tentang dimanakah dzat yang kita sembah dan kita ibadahi selama ini. Atau dengan kata lain, ternyata kita belum mengenal Allah dengan baik, belum benar-benar mencintai Allah dan jika demikian bisa jadi selama ini kita juga belum menyembah Allah dengan benar. Sebagaimana perkataan seorang ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin: “Seseorang tidak dapat beribadah kepada Allah secara sempurna dan dengan keyakinan yang benar sebelum mengetahui nama dan sifat Allah Ta’ala” (Muqoddimah Qowa’idul Mutsla).

Kaum Kafir Quraisy

Kaum muslimin, semoga Allah meneguhkan kita di atas Islam yang haq. Sesungguhnya salah satu penyebab utama kemunduran dan kelemahan umat Islam pada masa sekarang ini adalah karena mereka tidak memahami hakikat kejahiliyahan yang menimpa bangsa Arab di masa silam. Mereka menyangka bahwasanya kaum kafir Quraisy jahiliyah adalah orang-orang yang tidak beribadah kepada Allah sama sekali. Atau lebih parah lagi mereka mengira bahwasanya kaum kafir Quraisy adalah orang-orang yang tidak beriman tentang adanya Allah [?!] Duhai, tidakkah mereka memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an dan lembaran sejarah yang tercatat rapi dalam kitab-kitab hadits ?

Mencari Berkah dari “Sang Kyai”

Kaum muslimin yang semoga selalu mendapat taufik Allah Ta’ala. Pada hari yang dikatakan sakral oleh sebagian kaum muslimin, terdapat suatu kenyataan yang sangat memilukan yang menunjukkan kekurangan akal. Hari tersebut adalah tanggal siji suro (1 Muharram). Sebagian kaum muslimin yang selalu menginginkan kemudahan dalam hidupnya dan ingin mencari kebaikan malah mencarinya dengan cara yang tidak masuk akal. Mereka mencari berkah dari seekor kerbau (kebo bule) yang disebut dengan ‘Kyai Slamet’, yakni mereka saling berebut untuk mendapatkan kotoran kerbau tersebut, lalu menyimpannya, seraya berkeyakinan rizki akan lancar dan usaha akan berhasil dengan sebab kotoran tersebut. Seorang yang punya akal sehat tentu tidak mungkin melakukan hal yang demikian. Tetapi kok mereka bisa melakukan hal yang demikian?! Ke mana akal sehat mereka?!!

Itulah tabaruk (baca: mencari berkah atau ’ngalap berkah’), mereka melakukan yang demikian untuk mendapatkan berkah dari kotoran tersebut. Maka perhatikanlah pembahasan kali ini, agar kaum muslimin sekalian dapat mengetahui manakah cara mencari berkah yang dibenarkan dan manakah yang dilarang oleh agama ini.

Sembahlah Rabb Yang Telah Menciptakanmu

Saudaraku yang semoga selalu mendapatkan petunjuk dan hidayah Allah Ta’ala. Perlu kita ketahui bersama bahwa sesungguhnya orang-orang musyrik yang Rasulullah diutus berdakwah kepada mereka, mengakui sifat-sifat Rububiyah Allah. Yaitu mereka mengakui bahwa Allah sebagai Pencipta alam semesta. Hal ini dapat dilihat pada firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan sungguh jika engkau bertanya kepada mereka,’ Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Niscaya mereka akan menjawab, ”Yang menciptakan semua itu adalah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui” (Az Zukhruf: 9). Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya, ”Dan sungguh jika engkau bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan mereka?’ Niscaya mereka akan menjawab, ‘Allah’.” (Az Zukhruf: 87).

Mereka juga mengakui bahwa Allah-lah Pemberi rizki seluruh makhluk yang ada di muka bumi ini, Yang menguasai pendengaran dan penglihatan serta Allah-lah Yang mematikan dan menghidupkan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman yang artinya, ”Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” (Yunus: 31)

Kunci-Kunci Ilmu Gaib, Hanya Allah Yang Mengetahuinya

Belakangan ini sering kita jumpai di berbagai media adanya orang-orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib. Di antara mereka ada yang mengatakan sanggup untuk mengetahui bagaimana karir, rezeki, asmara dan lain sebagainya selama beberapa waktu dengan melihat tanggal lahirnya, bahkan ada di antara orang-orang yang mengklaim bahwa mereka dan beberapa gelintir pengikutnya mengetahui kapan terjadinya hari kiamat dan alhamdulillah kedustaan seperti ini telah terbongkar dengan sendirinya ketika tidak terjadi hari kiamat di hari yang telah mereka ramalkan tersebut. Kaum muslimin rahimakumullah, sebenarnya bagaimanakah hal ini dalam Islam, apakah manusia mengetahui ilmu-ilmu gaib tersebut? Pembahasan kali ini insya Allah sedikit mengupas tentang kunci-kunci ilmu gaib yang hanya diketahui oleh Allah semata.

Kaum muslimin rahimakumullah, Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan hanya di sisi-Nya lah kunci-kunci ilmu gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia” (QS Al An’aam: 59). Apakah yang dimaksud kunci-kunci ilmu gaib tersebut? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -manusia yang paling memahami Al Quran- menafsirkan bahwa kunci-kunci ilmu gaib tersebut ada lima macam. Beliau bersabda yang artinya, ”Kunci-kunci ilmu gaib ada lima, hanya Allah yang mengetahuinya: tidak ada yang tahu apa yang terjadi esok hari kecuali Allah, tidak ada yang tahu apa yang dikandung oleh rahim kecuali Allah, tidak ada yang tahu kapan turun hujan kecuali Allah, tidak ada seorang pun yang tahu di bumi mana dia akan meninggal, dan tidak ada yang tahu kapan terjadi hari kiamat kecuali Allah.” (HR Bukhori)

Siapakah Muhammad bin Abdul Wahhab?

Muhammad bin Abdul Wahhab, sebuah nama yang tidak asing di sebagian orang. Namun banyak pro dan kontra seputar sosok ini. Ada yang menilai beliau sebagai seorang ulama yang menjadi panutan. Namun di sisi lain, sebagian orang yang tidak senang dengan dakwah beliau menganggap beliau sebagai seorang yang keras bahkan pembawa aliran baru dalam Islam. Pada kesempatan kali ini, insya Allah akan sedikit kita bahas tentang sosok Muhammad bin Abdul Wahhab. Namun, karena keterbatasan tempat, hanya sedikit yang dapat kita bahas tentang beliau di lembar buletin ini. Untuk lebih lengkapnya, pembaca dapat membaca sebuah buku berjudul Meluruskan Sejarah Wahhabi yang disusun oleh Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi, kami banyak menukil dari buku tersebut, walhamdulillah.

Tanpa Tauhid, Amal Ibadah Tidaklah Bernilai

Para pembaca yang semoga selalu mendapatkan taufik dari Allah Ta’ala. Allah menciptakan kita, tidaklah untuk dibiarkan begitu saja. Tidaklah kita diciptakan hanya untuk makan dan minum atau hidup bebas dan gembira semata. Akan tetapi, ada tujuan yang mulia dan penuh hikmah di balik itu semua yaitu melakukan ibadah kepada Sang Maha Pencipta. Ibadah ini bisa diterima hanya dengan adanya tauhid di dalamnya. Jika terdapat noda-noda syirik, maka batal lah amal ibadah tersebut.

Perlu pembaca sekalian ketahui bahwa ibadah tidak akan diterima kecuali apabila memenuhi 2 syarat: Pertama, memurnikan ibadah kepada Allah semata (tauhid) dan tidak melakukan kesyirikan. Kedua, mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibadah apapun yang tidak memenuhi salah satu dari kedua syarat ini, maka ibadah tersebut tidak diterima.

La Ilaha Illallah, Antara yang Benar dan yang Salah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat La Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah, mengerjakan salat, menunaikan zakat, menunaikan haji ke Mekkah dan puasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim). Kelima hal inilah yang kita kenal dengan sebutan rukun islam. Di antara kelima rukun islam tersebut, rukun yang paling penting adalah rukun yang pertama yaitu dua kalimat syahadat. Rukun inilah yang melandasi diterimanya keempat rukun islam serta amalan-amalan ibadah yang lain. Rukun inilah yang menjadi dasar apakah seseorang itu islam atau tidak. Namun, amat sangat disayangkan, pemahaman yang salah tentang kalimat syahadat La Ilaha Illallah beredar di sekitar kaum muslimin. Baik itu kesalahan dalam masalah keyakinan maupun amal perbuatan. Bahkan, kesalahan dalam memahami syahadat ini dapat berakibat terjatuhnya seseorang ke dalam kesyirikan. Untuk itu sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui manakah yang benar dan yang salah dari syahadat tersebut agar kita tidak terjatuh ke dalam kesalahan yang dapat berakibat terjerumusnya kita ke dalam dosa syirik. Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (An Nisa: 48)