Ponari Sweat

Sempat sedikit kaget, ketika kami mendengar seorang teman yang pulang ke Tuban (Jawa Timur) naik bus jurusan Jogja-Surabaya turun di Jombang. Tepat ketika turun dari bus, tukang becak, ojek, dan kernet angkot serempak menawarkan jasa tunggangan untuk ke satu arah.. “Ponari… Ponari… Ponari…”, setelah jauh bertolak dari kabupaten Jombang ke arah utara, hampir semua awak bus jurusan Jombang teriak-teriak “Ponari… Ponari… Ponari…”. Laris manis.. seolah hampir semua orang yang menuju ke Jombang diduga kuat mau menuju seorang bocah yang memiliki batu kecil, yakni Ponari. Tak heran jika harus ada ribuan orang rela antri bahkan sampai rela untuk mempertaruhkan nyawanya demi mendapatkan “bau batu ajaib” yang bercampur “keringat tangan” bocah.

Ditambah lagi sikap para pakar dalam menanggapi masalah ini. Pendapat pro dan kontra bermunculan. Namun sayangnya, tinjauan mereka hanya baru pada taraf kajian sisi ekonomi, stabilitas sosial, dan hak asasi anak. Hampir tidak ada tokoh nasional yang membahas masalah ini dari sudut pandang aqidah. Seolah semua telah buta kalau kasus ini erat kaitannya dengan masalah aqidah. Jika jajaran tokoh masyarakat bersikap semacam ini, bagaimana lagi dengan orang awamnya[?] Wajar saja jika kesyirikan di Indonesia begitu laris manis dan bahkan telah menjadi selera massa.. kita ucapkan: innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun… ada musibah besar yang menimpa kaum muslimin… rela berkorban demi untuk melakukan kesyirikan.