Kekeliruan Seputar Mayit dan Kubur

Barangsiapa meyakini bahwa shalat di masjid yang dibangun di atas kubur lebih memiliki keutamaan dari shalat di tempat lainnya atau lebih utama dari shalat di sebagian masjid, maka dia telah keluar dari jama’ah kaum muslimin dan telah keluar dari agama ini. Bahkan yang diyakini oleh umat ini bahwa shalat di masjid yang dibangun di atas kubur adalah sesuatu yang terlarang dengan larangan haram. Walaupun di sana, para ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat di daerah pekuburan, apakah diharamkan, dimakruhkan, atau mubah? Atau dibedakan antara kubur yang baru digali dengan kubur yang sudah lama. Hal ini dikarenakan apakah larangan shalat di pekuburan tadi karena alasan najis yaitu bercampurnya tanah dengan darah mayit ataukah bukan?

Kelirunya Keyakinan Tuhan Di Mana-Mana

Kita mungkin pernah menyaksikan ketika seseorang ditanyakan di manakah Allah, maka akan keluar berbagai versi jawaban dari mulut yang berbeda. Para bocah yang kami dengar ditanyakan hal ini, mereka jawab dengan tegas, “Allah di atas langit”. Itulah fitroh yang masih bersih. Namun sebagian lainnya menyatakan bahwa Allah itu di mana-mana. Ada juga yang katakan, “Allah itu ada di setiap hati manusia”. Dan ada yang katakan bahwa hal ini tidak perlu untuk dijawab. Inilah keyakinan yang berbeda-beda, padahal Al Qur’an kaum muslimin itu satu dan Nabi mereka pun satu. Oleh karena itu, mari kita kembalikan perselihan ini pada berbagai dalil yang disebutkan dalam Al Qur’an Al Karim, hadits Nabawi, dan pemahaman para ulama kaum muslimin. Allahumma yassir wa a’in (Ya Allah, berilah kemudahan dan tolonglah kami).

Jimat Nabi Musa?

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Ta’ala. Sekarang ini kita hidup di zaman yang –katanya- serba modern. Penemuan-penemuan alat transportasi dan komunikasi menjadikan bumi yang luas ini serasa semakin sempit. Demikianlah, kehidupan peradaban manusia saat ini berada pada puncak kejayaannya. Kehidupan manusia saat ini menjadi serba mudah dan praktis.

Namun sayang, kehidupan yang modern itu hanya berlaku untuk urusan duniawi saja. Sedangkan untuk urusan agama, sebagian kaum muslimin saat ini justru masih sangat primitif. Mereka masih beragama dan menganut keyakinan-keyakinan yang sama persis dengan keyakinan umat jahiliyyah yang hidup ratusan tahun yang lalu. Di antara keyakinan jahiliyyah yang masih mereka ikuti dan mereka pelihara sampai saat ini adalah keyakinan bahwa benda mati tertentu memiliki kekuatan dan kesaktian, sehingga bisa dipakai sebagai jimat.

Masuk Surga Tanpa Hisab dan Tanpa Adzab

Pembaca yang dimuliakan oleh Allah ta’ala, kebahagiaan yang hakiki dalam hidup ini adalah ketika seorang hamba dijauhkan oleh Allah ta’ala dari siksa api neraka dan ketika Allah memasukkannya ke dalam surga-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh dia telah memperoleh kemenangan, dan bukanlah kehidupan dunia melainkan kehidupan yang menipu.” (QS. ‘Ali Imran: 185) Syaikh As Sa’diy rahimahullah mengatakan, “Orang yang memperoleh kemenangan adalah mereka yang selamat dari adzab yang pedih, dia bisa menikmati berbagai macam kenikmatan di surga. Kenikmatan yang belum pernah dilihat oleh mata manusia sebelumnya, belum pernah didengar oleh telinga manusia, dan belum pernah terlintas di dalam hati manusia.” Demikianlah seharusnya orientasi kehidupan seorang muslim, menjadikan kebahagiaan akhirat sebagai puncak cita dan harapannya.

Jangan Salahkan Bulan Suro

Bulan Suro –yang dalam Islam dikenal dengan bulan Muharram- terkenal sakral dan penuh mistik di kalangan sebagian orang. Saking sakralnya berbagai keyakinan keliru bermunculan pada bulan ini. Berbagai ritual yang berbau syirik pun tak tertinggalan dihidupkan di bulan ini. Bulan Muharram dalam Islam sungguh adalah bulan yang mulia. Namun kenapa mesti dinodai dengan hal-hal semacam itu?

Salah Kaprah Memaknai Islam Sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin

Benar bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Namun banyak orang menyimpangkan pernyataan ini kepada pemahaman-pemahaman yang salah kaprah. Sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam praktek beragama bahkan dalam hal yang sangat fundamental, yaitu dalam masalah aqidah. Pernyataan bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah kesimpulan dari firman Allah Ta’ala: “Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan rahmatan lil ‘alamin (sebagai rahmat bagi seluruh manusia)” (QS. Al Anbiya: 107). Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam diutus dengan membawa ajaran Islam, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia.

Ketika Dua Negeri Berseteru

Sedih rasanya melihat dua bangsa berseteru, saling membanggakan diri dan mencaci yang lain, bahkan ada yang menyuarakan peperangan, padahal keduanya adalah negeri kaum muslimin. Lebih miris lagi, perseteruan ini didasari oleh hal-hal yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya. Jika demikian adanya, bagaimana mungkin umat Islam menjadi kuat dan kokoh?

Prediksi Kiamat 2012, Benarkah?

Sudah sejak dua tahun yang lalu isu kiamat ini muncul. Apalagi belakangan ini semakin mencuat karena boomingnya film yang menceritakan ramalan tersebut. Mereka yang percaya bahwa kiamat akan terjadi pada 21 Desember 2012, mendasarkan kepercayaan mereka pada kalender yang dibuat oleh suku Maya, yang ditemukan di reruntuhan di Meksiko. Masyarakat Maya Kuno, yang dikenal maju ilmu matematika dan astronominya, mengikuti “perhitungan panjang” kalender yang mencapai 5126 tahun. Apakah betul prediksi kiamat 2012? Apakah ada yang tahu kapan terjadinya kiamat?

Takdir, Cermin Kebijaksanaan, Bukan Kekejaman

Alhamdulillah was sholatu was salamu ‘ala rasulillah. Kaum muslimin sekalian, semoga Allah merahmati perjalanan hidup kita bersama. Bagi seorang muslim, iman kepada takdir merupakan prinsip yang tidak bisa diusik oleh siapapun juga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman adalah kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim). Suatu saat, Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mendengar laporan bahwa ada segolongan penduduk Bashrah (Iraq) yang mengingkari takdir, maka beliau berkata, “Demi Dzat yang Abdullah bin ‘Umar bersumpah dengan nama-Nya, seandainya salah seorang di antara mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud lalu dia infakkan niscaya Allah tidak akan menerimanya sampai dia beriman terhadap takdir.”(HR. Muslim). Hal ini menunjukkan bahwa mengingkari takdir adalah kekafiran yang mengeluarkan dari agama.

Tawassul yang Dibolehkan dan yang Terlarang

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, Yang membolak balikkan hati manusia, Raja yang menguasai segalanya. Siapa yang Allah beri petunjuk maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan siapa yang disesatkan maka tidak ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya…

At tawassul secara bahasa artinya mendekatkan diri dengan sesuatu amal (Al Misbahul Munir, 2/660). Bisa juga dimaknai dengan berharap (ar raghbah) dan butuh (Lihat Al Mufradat fi ghoribil Qur’an, 523). Terkadang juga dimaknai dengan “tempat yang tinggi”. Sebagaimana terdapat dalam lafadz do’a setelah adzan: “Aati Muhammadanil wasilata…”. Disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa makna “Al Wasilah” pada do’a di atas adalah satu kedudukan di surga yang hanya akan diberikan kepada satu orang saja.

Jimat, Benda Perusak Aqidah

Saudaraku sesama muslim yang semoga selalu mendapatkan taufiq dan hidayah Allah Ta’ala. Sungguh sangat prihatin jika kita memperhatikan kondisi kaum muslimin saat ini. Setiap saat memang setiap orang ingin dimudahkan dalam setiap urusan dan dihindarkan dari marabahaya. Yang jadi masalah adalah kadang cara yang dilakukan sering menyalahi koridor syari’at karena yang diharap bukanlah Yang Maha Kuasa, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Namun kadang yang menjadi sandaran adalah makhluk atau benda yang sebenarnya tidak mendatangkan manfaat dan tidak menolak marabahaya sama sekali. Memang tidak bisa dipungkiri lagi. Berbagai macam yang berbau syirik inilah yang laris manis di tengah-tengah umat. Apalagi yang mengobarkan bendera ini adalah para dukun bahkan yang sudah identik dengan gelaran ‘kyai’.

Beberapa kisah seringkali masuk ke telinga kita bahkan seringkali kita saksikan langsung. Seorang pengusaha yang baru memulain usahanya mendapat saran dari salah seorang temannya untuk menggunakan ‘penglaris’, karena kondisi keuangan yang semakin sulit dan hutang pun semakin melilit akhirnya pengusaha tersebut menuruti saran tadi dengan harapan akan datangnya rezeki yang melimpah. Saudaraku yang semoga dirahmati Allah, kisah tersebut merupakan sedikit gambaran tentang keadaan sebagian masyarakat kita yang masih sangat kental dengan dunia klenik dan perjimatan. Tentunya sebagai seorang muslim kita wajib untuk mengetahui bagaimanakah pandangan islam mengenai hal tadi. Mungkin sebagian orang dapat menganggapnya biasa-biasa saja bahkan boleh. Tetapi menurut ajaran Islam barangkali berbeda.

Mereka Adalah Penjahat!!!

Di dalam bahasa Arab dukun biasa disebut dengan istilah kahin (tunggal) atau kuhan (jamak). Syaikh al-Fauzan menerangkan bahwa perdukunan merupakan pengakuan mengetahui perkara gaib seperti halnya memberitakan akan terjadinya sesuatu di muka bumi dengan bersandar kepada sebab tertentu yaitu dengan mencuri berita dari langit; ketika itu jin mencuri kabar dari ucapan malaikat lalu dia bisikkan ke telinga para dukun, kemudian dia menambahkan padanya seratus kebohongan, sehingga orang-orang pun menilai benar apa yang diucapkannya (al-Isryad, hal. 115-116). Adapun paranormal biasa disebut dengan istilah ‘arraf. al-Khaththabi dan sebagian ulama lain mengatakan bahwa ‘arraf adalah orang yang mengaku mengetahui ilmu di mana letak barang curian atau barang yang hilang dan semacamnya (Syarh Nawawi, 7/335-336). Sedangkan sebagian ulama lain menyatakan bahwa istilah ‘arraf sudah mencakup kahin/dukun dan para tukang ramal/paranormal (al-Qaul al-Mufid, 1/545)

Ponari Sweat

Sempat sedikit kaget, ketika kami mendengar seorang teman yang pulang ke Tuban (Jawa Timur) naik bus jurusan Jogja-Surabaya turun di Jombang. Tepat ketika turun dari bus, tukang becak, ojek, dan kernet angkot serempak menawarkan jasa tunggangan untuk ke satu arah.. “Ponari… Ponari… Ponari…”, setelah jauh bertolak dari kabupaten Jombang ke arah utara, hampir semua awak bus jurusan Jombang teriak-teriak “Ponari… Ponari… Ponari…”. Laris manis.. seolah hampir semua orang yang menuju ke Jombang diduga kuat mau menuju seorang bocah yang memiliki batu kecil, yakni Ponari. Tak heran jika harus ada ribuan orang rela antri bahkan sampai rela untuk mempertaruhkan nyawanya demi mendapatkan “bau batu ajaib” yang bercampur “keringat tangan” bocah.

Ditambah lagi sikap para pakar dalam menanggapi masalah ini. Pendapat pro dan kontra bermunculan. Namun sayangnya, tinjauan mereka hanya baru pada taraf kajian sisi ekonomi, stabilitas sosial, dan hak asasi anak. Hampir tidak ada tokoh nasional yang membahas masalah ini dari sudut pandang aqidah. Seolah semua telah buta kalau kasus ini erat kaitannya dengan masalah aqidah. Jika jajaran tokoh masyarakat bersikap semacam ini, bagaimana lagi dengan orang awamnya[?] Wajar saja jika kesyirikan di Indonesia begitu laris manis dan bahkan telah menjadi selera massa.. kita ucapkan: innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun… ada musibah besar yang menimpa kaum muslimin… rela berkorban demi untuk melakukan kesyirikan.

Urgensi dan Kesalahan dalam Ma’rifatullah

Mengenal Allah, Rabbul ‘alamin merupakan intisari dakwah dan risalah. Bahkan hal inilah yang menjadi prioritas utama dalam dakwah setiap rasul. Di berbagai tempat dalam kitab-Nya, Allah memperkenalkan diri-Nya dengan berbagai sifat yang Dia miliki. Sebuah bukti yang jelas bahwa Allah menghendaki agar para hamba mengenal diri-Nya. Bukti yang kongkrit bahwa ma’rifatullah (mengenal Allah) adalah suatu hal yang dituntut dari diri seorang hamba. Bahkan tidak berlebihan kiranya, jika kita mengatakan bahwa pribadi termulia adalah seorang yang paling mengenal Allah ta’ala. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Saya adalah pribadi yang paling mengenal Allah dari kalian.” (Al Fath, 1/89).

Begitu pula, senada dengan makna hadits di atas, adalah apa yang dikatakan Ibnul Qayyim rahimahullah, “Pribadi termulia yang memiliki cita-cita dan kedudukan tertinggi adalah seorang yang merasakan kelezatan dalam ma’rifatullah (mengenal Allah), mencintai-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya serta mencintai segala sesuatu yang dicintai dan diridhai-Nya.” (Al Fawaa-id, hal. 150).