Berlari Di 10 Hari Terakhir Ramadhan

Tidak terasa kita telah memasuki penghujung bulan Ramadhan tahun ini. Semoga amal ibadah kita sampai saat ini diterima oleh Allah Ta’ala. Sesaat lagi, insya Allah, kita akan memasuki 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Hari-hari di mana kita diperintahkan untuk semakin semangat dalam beribadah karena terdapat banyak keistimewaan di dalamnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan kepada kita untuk giat beribadah di 10 hari terakhir di bulan yang mulia ini. Sebagaimana dalam hadits, “Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih giat beribadah melebihi hari-hari selainnya” (HR. Muslim)

Di hadits lain disebutkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah, menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Carilah Lailatul Qadr

Keistimewaan terbesar dari 10 hari terakhir bulan Ramadhan adalah terdapat Lailatul Qadr. Suatu malam yang lebih baik daripada 1000 bulan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan ijin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS. Al Qadr : 1-5)

Jika kita membaca 1 halaman Al Qur’an saat lailatul qadr, maka seakan-akan kita membaca 1 halaman Al Qur’an setiap hari selama lebih dari 1000 bulan. Jika kita bersedekah Rp 100.000 saat lailatul qadr, maka seakan-akan kita bersedekah Rp 100.000 setiap hari selama lebih dari 1000 bulan. Begitu pula dengan amalan-amalan lainnya. Maka sayang sekali kalau kita melewatkan malam yang mulia ini.

 

Kapan terjadinya lailatul qadr?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa lailatul qadar terjadi pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan berdasarkan hadits Abu Sa’id Al Khudri, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maka hendaklah kalian mencarinya di sepuluh hari terakhir” (HR. Bukhari dan Muslim).

Mayoritas mereka juga berpendapat bahwa lailatul qadar terjadi pada malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Carilah lailatul qadar di malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir” (HR. Bukhari)

Mayoritas mereka juga berpendapat bahwa lailatul qadar terjadi di malam yang kedua puluh tujuh. Ini merupakan pendapat sejumlah sahabat, seperti Ubay bin Ka’ab yang mana beliau menegaskannya dan berani bersumpah atas hal tersebut sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Muslim.

Lailatul qadr juga bisa terjadi pada malam genap. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar ada pada sembilan hari yang tersisa, bisa jadi ada pada tujuh hari yang tersisa, bisa jadi pula pada lima hari yang tersisa, bisa juga pada tiga hari yang tersisa“ (HR. Bukhari)

Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Apabila bulan Ramadhan itu ada 29 hari, maka tidak diragukan lagi bahwa awal dari sepuluh malam terakhir adalah malam ke-20. Sehingga, lailatul qadar dimungkinkan jatuh pada malam ke-20, atau ke-22, atau ke-24, atau ke-26, atau ke-28. Karena inilah malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir. Apabila bulan Ramadhan  itu 30 hari, maka tidak diragukan lagi bahwa awal dari sepuluh malam terakhir adalah malam ke-21. Sehingga, lailatul qadar dimungkinkan jatuh pada malam ke-21, atau ke-23, atau ke-25, atau ke-27, atau ke-29. Karena inilah malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir.” (Al Muhalla, 4/457)

Kesimpulannya, waktu pasti terjadinya lailatul qadr dirahasiakan oleh Allah Ta’ala. Pendapat yang terkuat lailatul qadar terjadi pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, terlebih lagi di malam-malam ganjilnya, dan berpindah-pindah setiap tahunnya. Diantara hikmahnya adalah agar kita selalu bersemangat untuk beribadah pada semua hari di 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.

 

Amalan di 10 hari terakhir di bulan Ramadhan

Hendaknya kita memperbanyak amalan di 10 hari terakhir di bulan Ramadhan agar kita bisa meraih lailatul qadr. Diantara amalan-amalan yang bisa kita lakukan antara lain:

[1] Menyempurnakan amalan-amalan wajib

Jangan sampai kita bersemangat melakukan amalan-amalan sunnah namun meremehkan amalan wajib. Padahal amalan wajib pahalanya jauh lebih besar dari pada amalan-amalan sunnah. Ibnu Hajar mengatakan, “Barangsiapa yang tersibukkan dengan yang wajib daripada yang sunnah, dia orang yang patut diberi udzur. Sedangkan siapa yang tersibukkan dengan yang sunnah sehingga melalaikan yang wajib, maka dialah orang yang benar-benar tertipu.” (Fathul Bari, 11/343)

[2] Melaksanakan shalat malam

Diantara amalan paling utama yang bisa kita lakukan adalah melaksanakan shalat tarawih berjama’ah dan terus shalat bersama imam hingga selesai shalat. Lebih utama lagi jika kita menambahnya pada malam hari, sebagaimana hadits, “Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni” (HR. Bukhari). Dan juga hadits, “Jika seseorang melakukan shalat (tarawih dan witir) bersama imam sampai selesai, niscaya dicatat baginya pahala shalat semalam suntuk” (HR. Abu Dawud, shahih).

[3] I’tikaf di masjid

Disunahkan melakukan i’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan bagi orang yang memiliki kemampuan dan tidak memiliki halangan. I’tikaf adalah suatu usaha untuk selalu menetap di masjid dan menyibukkan diri dengan ibadah kepada Allah Ta’ala, seperti menegakkan shalat, memperbanyak membaca Al Qur’an, memperbanyak dzikir, do’a, dan istighfar. Kemudian juga meninggalkan hal-hal yang kurang bermanfaat, seperti mengobrol, cerita, senda gurau, dan semisalnya. Tidak keluar dari masjid selama i’tikaf, kecuali bila ada keperluan yang mengharuskan untuk keluar (seperti buang hajat atau sejenisnya).

Hal yang demikian juga telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam selalu melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau” (HR. Bukhari dan Muslim).

[4] Banyak berdo’a

Disunnahkan pula bagi kita untuk banyak berdo’a. Nabi kita yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh istri beliau, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ”Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang mesti aku ucapkan saat itu?” Maka Beliau menjawab, ”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha pemaaf, Yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku)” (HR. Tirmidzi, shahih)

[5] Beribadah secara umum

Pada 10 hari terakhir disunnahkan pula untuk memperbanyak ibadah secara umum, baik itu shalat, dzikir, berdo’a, membaca Al Qur’an, bersedekah, dan lain sebagainya. Serta disunnahkan untuk mengajak keluarga kita untuk beribadah menghidupkan malam. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Apabila memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi jima’ dengan istri beliau), menghidupkan malam-malam tersebut, dan membangunkan keluarganya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Disunnahkan untuk memperbanyak ibadah di akhir bulan Ramadhan dan disunnahkan juga untuk menghidupkan malam-malamnya dengan amal ibadah.” (Syarah Shahih Muslim)

 

Renungan untuk kita semua

Sebagai seorang muslim, kita seharusnya mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengisi 10 hari terakhir bulan Ramadhan, yaitu dengan bersemangat melakukan berbagai macam ibadah. Ironisnya, sebagian besar umat Islam sekarang jika telah tiba akhir Ramadhan, malah disibukkan dengan berbelanja di mall, sibuk dengan urusan mudik, dan sibuk membeli pernak-pernik hari raya. Padahal seharusnya kita sibuk mencari lailatul qadr yang lebih baik daripada beribadah selama 1000 bulan. Selain itu, kita belum tentu bisa berjumpa dengan bulan Ramadhan lagi tahun depan. Oleh karena itu, jangan sia-siakan peluang ini.

Allahu waliyyut taufiq.

 

Penulis             : dr. Rahadian Faisal (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Muroja’ah        : Ustadz Afifi Abdul Wadud

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *