Perhiasan Langit yang Disalahgunakan

Eh kamu lahir di tanggal dan bulan berapa?”

Tanggal sekian dan bulan sekian”

Wah berarti zodiak kita sama donk”

Masa sih? Tadi aku habis beli majalah nih, lihat yuk ramalan zodiak kita apa”.

Cerita di atas hanyalah ilustrasi. Sebagian orang senang membaca zodiak di majalah, padahal membacanya dapat termasuk perbuatan kesyirikan. WAJIB bagi setiap rubrik di media cetak maupun media elektronik yang berisi tentang zodiak, untuk menghapusnya dan bertakwa kepada Allah. Karena hal tersebut dapat menjadi sarana dalam melakukan perbuatan syirik. Dari Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “3 perkara yang membuat seseorang tidak masuk surga: pecandu khamr, pemutus silaturahmi, dan orang yang percaya dengan sihir” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, shahih).

Termasuk mempercayai sihir adalah percaya pada ramalan bintang, atau yang dikenal dengan astrologi. Karena Nabi telah bersabda (yang artinya), “Barangsiapa yang mempelajari cabang dari ilmu nujum (perbintangan), maka ia telah belajar ilmu sihir” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dinilai shahih oleh Imam Nawawi di Riyadhush Shalihin).

Pembagian Ilmu Nujum

[1] Ilmu Astronomi

Astronomi, yang secara etimologi berarti “ilmu bintang”, adalah ilmu yang melibatkan pengamatan dan penjelasan kejadian yang terjadi di luar Bumi dan atmosfernya. Ilmu ini mempelajari asal-usul, evolusi, sifat fisik dan kimiawi benda-benda yang bisa dilihat di langit (dan di luar Bumi), juga proses yang melibatkan mereka. Mempelajari ilmu astronomi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

  1. Dianjurkan, jika dengan mempelajari ilmu astronomi, seseorang bisa mendapatkan kemashlahatan dalam agamanya. Bahkan hal ini bisa menjadi wajib karena dengan sebab belajar ilmu ini, maka seseorang bisa menentukan arah kiblat shalat. Karena menghadap kiblat adalah salah satu syarat sah dalam shalat.

  2. Untuk mendapatkan kemashlahatan dunia, maka hukumnya adalah BOLEH. misalnya:

  1. Untuk mengetahui dimana arah kutub, arah barat dan timur, maka hukumnya boleh

  2. Untuk mengetahui datangnya suatu musim, diketahui dengan posisi bulan, maka sebagian salaf menghukuminya makruh, sebagian yang lain membolehkannya. Pendapat yang paling kuat adalah yang membolehkannya.

[2] Ilmu Astrologi

Astrologi adalah ilmu yang menghubungkan antara gerakan benda-benda tata surya (planet, bulan dan matahari) dengan nasib manusia. Karena semua planet, matahari dan bulan beredar di sepanjang lingkaran ekliptik, otomatis mereka semua juga beredar di antara zodiak. Ramalan astrologi didasarkan pada kedudukan benda-benda tata surya di dalam zodiak. Mempelajari ilmu astrologi hukumnya adalah HARAM. Keharaman mempelajari ilmu astrologi tersebut berdasarkan 3 macam keyakinan manusia terhadapnya, yaitu:

  1. Keyakinan bahwa benda langit yang menciptakan kejadian yang ada di alam semesta dan segala kejadian berasal dari pergerakan benda langit dengan sendirinya. Orang yang memiliki keyakinan seperti ini berarti ia telah terjerumus dalam Syirik Besar, yang mengeluarkan dari Islam. Karena ia telah menandingi Allah dalam Rububiyah-Nya, yaitu Allah sebagai Al-Khaliq, Dzat yang menciptakan segala sesuatu.

  1. Benda langit sebagai petunjuk untuk peristiwa masa akan datang. Ilmu astrologi dijadikan sebab untuk menebak hal-hal yang ghaib, padahal hanya Allah lah yang mengetahui perkara yang ghaib. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah! Tidak ada yang mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi berupa hal-hal yang ghaib kecuali Allah.” ( QS. AN-Naml: 65). Hal ini termasuk perbuatan mendustakan ayat Al Quran sehingga dapat membatalkan keislaman seseorang. Misalnya seorang mengatakan bahwa fulan akan bernasib celaka karena lahir di rasi bintang tertentu. Tentu hal ini termasuk menebak hal yang ghaib karena menebak nasib hidup seseorang melalui rasi bintang.

  1. Keyakinan bahwa benda langit hanyalah sebagai sebab dan tidak dapat menciptakan dengan sendirinya. Ilmu astrologi dijadikan sebab dalam terjadinya sesuatu (dengan tetap meyakini Allah yang berkuasa mewujudkan hal tersebut), padahal tidak ada kaitannya antara terjadinya suatu kebaikan atau keburukan dengan perederan bintang di langit. Sehingga menyandarkan kejadian kepada rasi bintang tertentu, termasuk dalam syirik kecil. Mengapa menyandarkan sebab yang tidak dapat diterima secara Syar’i dan Akal/Qadary dikategorikan dalam kesyirikan? Karena orang yang meyakini hal tersebut, telah membuat tandingan bagi Allah dalam menetapkan sebab. Padahal kita yakin bahwa tidaklah suatu hal terjadi melainkan atas izin Allah Ta’ala. Sehingga orang yang menetapkan sebab yang tidak dapat diterima secara Syar’i dan Akal, maka ia telah terjerumus dalam perbuatan syirik kecil. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah” (QS. At-Taghabun: 11).

Kaidah Dalam Syirik Kecil

“Barangsiapa yang memiliki keyakinan terhadap sesuatu, bahwa sesuatu tersebut menjadi sebab terjadinya suatu hal (dengan tetap meyakini hanya Allah yang berkuasa mewujudkan hal tersebut). Namun sebab tersebut tidak dapat diterima, baik dari sisi ilmiah (qadariy), maupun dari sisi dalil syari (bahwa sesuatu tersebut menjadi sebab), maka ia telah terjerumus dalam syirik kecil.”

Dari kaidah di atas, kita dapat mengetahui bahwa syirik terbagi atas 2 macam, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Perbedaan di antara keduanya adalah syirik besar dapat membatalkan keislaman seseorang, sedangkan syirik kecil tidak membatalkan keislaman seseorang. Meskipun demikian, syirik kecil jauh lebih berat daripada dosa-dosa besar lainnya, seperti membunuh, berzina, mencuri, minum khamr dan yang lainnya.

Menyandarkan turunnya hujan kepada rasi bintang tertentu termasuk kesyirikan

Dari Abu Malik Al-Asy’ari, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “4 hal yang termasuk perkara jahiliyyah yang masih ada pada umatku, dan mereka tidak meninggalkannya:

  1. berbangga dengan garis keturunan,
  2. mencela nasab,
  3. meminta hujan dengan sebab bintang,
  4. an-niyahah (meratapi mayit)” (HR. Muslim).

Keyakinan seorang muslim yang masih bersih jiwanya akan mengatakan bahwa tidak ada hubungannya rasi bintang tertentu sebagai sebab turunnya hujan. Hujan turun adalah dari Allah, dengan sebab karunia dan kasih sayang Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah), maka dialah yang beriman kepadaKu dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau’ kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaKu dan beriman pada bintang-bintang” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Hadist di atas menjadi dalil untuk dzikir yang diucapkan ketika selesai turunnya hujan. Hadits di atas juga menjadi dalil kufurnya seseorang yang meyakini bahwa turunnya hujan disebabkan karena rasi bintang tertentu.

Fungsi Bintang Itu Apa Sih?

Qatadah mengatakan, “Sesungguhnya Allah menciptakan bintang untuk: [1] sebagai hiasan langit dunia, [2] sebagai pelempar setan, dan [3] sebagai penunjuk arah. Barangsiapa yang meyakini fungsi bintang selain itu, maka ia telah keliru, menyia-nyiakan nasibnya, dan membebani diri terhadap apa yang ia tidak memiliki ilmu tentangnya.” (HR. Al-Bukhari secara Muallaq)

[1] Sebagai Hiasan Langit

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan sungguh, telah Kami hiasi langit yang dekat, dengan bintang-bintang...” (QS. Al-Mulk: 5)

[2] Pelempar Setan

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “… dan Kami jadikan bintang-bintang itu sebagai alat-alat pelempar setan...” (QS. Al-Mulk: 5)

[3] Tanda Penunjuk Arah

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “… dan (Dia menciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang mereka mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 16)

Penutup

Marilah kita jaga akidah kita dengan mempelajari ilmu agama dengan baik dan benar, terutama belajar tentang tauhid dan syirik. Ternyata ada perbuatan yang dapat dihukumi syirik, namun kita tanpa sadar melakukannya, bahkan dianggap hal yang wajar dan biasa saja. Salah satu contohnya adalah membaca zodiak alias ramalan bintang.

Referensi: Al-Qaulul Mufid ála Kitabit Tauhid, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Útsaimin

Penulis : Wiwit Hardi P (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Murojaah : Ust. Abu Salman, BIS

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *