Untukmu Yang Ingin Bermaksiat

Buletin At-Tauhid edisi 10Tahun XIV

Allah ta’ala berfirman yang artinya,Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” [QS Muhammad: 33].

Syaikh Ali ath-Thanthawi rahimahullah mengatakan,

Wahai engkau yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya iman, taatilah Allah ta’ala dalam setiap perintah-Nya. Taati pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan jangan membatalkan pahala amalmu karena maksiat yang engkau lakukan.” [Tafsir al-Wasith].

Akibat dosa dan kemaksiatan

Tidak hanya merusak dan mengurangi pahala amal kebaikan yang telah dilakukan, kemaksiatan juga memberikan beragam pengaruh yang begitu merusak. Dalam karyanya, ad-Daa wa ad-Dawaa, Ibnu al-Qayyim rahimahullah menghimpun berbagai akibat dosa dan kemaksiatan bagi diri seseorang. Di antara hal yang disebutkan oleh beliau adalah:

-Maksiat menghinakan pelakunya di hadapan Allah

Maksiat menyebabkan kehinaan seseorang di mata Allah. Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Mereka terhina karena itulah mereka bermaksiat. Seandainya merek mulia, pasti Allah akan menjaga mereka dari berbuat maksiat.”

Boleh jadi secara lahir pelaku maksiat dihormati manusia karena adanya kepentingan atau rasa takut akan kejahatan mereka, akan tetapi di dalam hati, mereka lebih hina dari segala sesuatu karena Allah ta’ala telah menghinakannya.

-Maksiat menutup hati

Allah t’ala berfirman yang artinya,

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kemaksiatan yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” [QS al-Muthaffifin: 14].

Semakin banyak dosa dilakukan seseorang, maka hal itu akan menutup hatinya sehingga masuk ke dalam kategori ghafilin (orang yang lalai dari Allah). Pada awalnya, hati seseorang mungkin menolak melakukan dosa, namun tatkala hati sudah kalah maka terbentuklah rahn (titik hitam) yang selanjutnya akan bertambah sehingga menjadi tutupan yang mengunci dan menutup hati. Dalam keadaan seperti ini hati berada dalam kegelapan.

-Maksiat mengakibatkan kerusakan di muka bumi

Salah satu akibat dosa dan maksiat adalah munculnya bermacam-macam kerusakan di bumi, air, udara, tanaman, buah-buahan dan tempat tinggal. Allah ta’ala berfirman yang artinya,

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” [QS Ar-Rum: 41].

-Maksiat menghilangkan rasa malu

Salah satu akibat perbuatan dosa adalah menghilangkan rasa malu, padahal malu merupakan unsur kehidupan bagi hati seseorang. Rasa malu adalah akar dari kebaikan. Jika hilang, maka hilanglah segala kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perkataan yang diwarisi dari perkatan nabi-nabi terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah semaumu.” [HR. al-Bukhari].

Maksud hadits tersebut adalah dosa melemahkan hati hingga pelakunya tidak lagi merasakan malu jika dirinya diketahui orang lain sebagai orang jelek. Lebih jauh lagi banyak di antara mereka yang justru memberitahukan perbuatan buruknya kepada orang lain. Pada dasarnya yang mendorongnya melakukan hal itu adalah hilangnya rasa malu dari dalam dirinya. Jika seorang hamba sampai pada tingkatan ini, tidak ada lagi keshalihan yang diharapkan dari dirinya.

-Maksiat melemahkan hati dalam mengagungkan Allah

Mau tidak mau hati seorang yang bermaksiat akan lemah dalam mengagungkan Tuhan-nya. Karena jika benar dia mengagungkan Allah, tentu dia tak akan bermaksiat. Boleh jadi dia berkilah, “Saya bermaksiat bukan karena tidak mengagungkan Allah, tapi karena saya berprasangka baik bahwa Allah kelak akan mengampuniku.”

Alasan di atas salah besar karena keagungan Allah ta’ala yang ada dalam hati seseorang yang akan mencegahnya untuk bermaksiat. Bagaimana mungkin ada seorang yang mengagungkan Allah dengan sebenar-benarnya dan mengharap ampunan-Nya, kemudian dia mengabaikan perintah dan larangan Allah?! Suatu hal yang sangat mustahil.

-Maksiat menghapus keberkahan

Maksiat menghapus keberkahan rezeki, ilmu, amal dan ketaatan. Anda tidak akan mendapatkan berkah sedikit pun dari orang yang berbuat maksiat, baik dari sisi agama maupun dunianya, karena keberkahan hanya diperoleh dengan ketakwaaan.

Allah ta’ala berfirman yang artinya,

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” [al-A’raf: 96].

Jika telah terjatuh dalam maksiat, perhatikanlah…

Apabila seorang hamba dihadapkan atau terjatuh dalam kemaksiatan, hendaknya dia merenungkan beberapa poin sebagai berikut:

-Hendaknya dia berupaya keras untuk menolak kemaksiatan tersebut sebisa mungkin dan berusaha menunda kemaksiatan tersebut seperti halnya iblis yang begitu getol menggoda anak Adam sehingga menunda ketaatan.

-Kemaksiatan itu bertingkat-tingkat. Jika memang darurat untuk dilakukan, hendaknya seseorang mengerjakan tingkatan yang paling ringan.

-endaknya menjauhi kemaksiatan yang berdampak pada orang lain. Karena kemaksiatan yang hanya terbatas pada diri pelaku lebih ringan daripada kemaksiatan yang berdampak luas dan merugikan orang lain.

-hendaknya hanya dilakukan seorang diri, menjauhi kemaksiatan yang dilakukan berkelompok dan menghindari adanya kerja sama dalam melakukan kemaksiatan. Allah ta’ala berfirman yang artinya,

“dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” [QS al-Maidah: 2].

Maksiat yang dilakukan bersama-sama lebih membuka aib dan mematikan rasa malu karena banyaknya orang yang melakukan sehingga ada peluang terpublikasikan.

-Jauhi kemaksiatan yang dilakukan terus-menerus. Sebagian orang tetap kembali bermaksiat setelah melakukannya. Padahal ketika bermaksiat, seorang hamba seharusnya berhenti dan bertaubat, serta bertekad bahwa kemaksiatan yang telah dilakukannya adalah yang terakhir kali.

– Jangan bermaksiat di waktu dan tempat yang diagungkan agama, seperti di bulan-bulan haram dan Tanah Haram. Karena dosa dan keburukan yang diperoleh akan berlipat ganda. Orang yang mencopet jama’ah haji dan umrah yang berada di Tanah Haram dan sekitar Ka’bah; melihat gambar vulgar ketika thawaf; menggunjing orang di Tanah Haram; bersafar ke luar negeri untuk berbuat keji di bulan Ramadhan; tentu dosa dan keburukan yang dilakukannya lebih besar.

Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

“Kemaksiatan yang dilakukan di waktu dan tempat yang istimewa di sisi Allah, nilai kemaksiatan dan hukumannya lebih berat sesuai dengan keistimewaan waktu dan tempat tersebut.” [Majmu’ al-Fatawa 34/180].

-Upayakan segera berhenti berbuat maksiat, karena setiap orang yang terus bermaksiat pasti akan memperbanyak siksanya. Semakin lama waktu yang dipergunakan bermaksiat tentu akan mempengaruhi proses hisab, sehingga akan dihisab dengan siksa yang lebih banyak dan berat.

-Jangan coba-coba bermaksiat. Motif sebagian orang ketika bermaksiat adalah coba-coba. Boleh jadi ketika diajak bermaksiat, dia tidak begitu mempedulikan dan tidak merasakan kelezatan. Namun setelah itu dia pun mulai menikmati dan akhirnya menjadi kebiasaan sehingga sulit melepaskan diri.

– Dosa yang akan diperoleh seseorang lebih besar apabila motif dan alasan untuk bermaksiat tidak kuat. Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda dalam hadits riwayat Muslim perihal tiga jenis orang yang tidak akan dilihat dan disucikan Allah di hari kiamat, yaitu orang jompo yang berzina, penguasa yang berdusta dan orang miskin yang sombong.Ketiganya tidak memiliki alasan untuk melakukan kemaksiatan tersebut.

Apa yang bisa disombongkan orang miskin? Meski demikian dia tetap menyombongkan diri. Karena itulah dosanya lebih besar ketimbang dosa orang sombong yang memang memiliki motif seperti nasab, harta, kekuasaan dan kedudukan.Demikian pula dengan penguasa. Apa yang mendorongnya untuk berdusta padahal kekuatan dan kekuasaan berada di tangannya? Begitu juga dengan orang jompo yang berzina, siksa yang akan diperoleh lebih berat daripada pemuda yang berzina.

-Jika terlanjur bermaksiat, hendaknya dirahasiakan, karena jika ditampakkan dan diumumkan akan melipatgandakan dosa. Melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan merupakan musibah yang besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,

“Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujahirin (orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa).” [HR. al-Bukhari dan Muslim].

Ibrahim at-Taimi rahimahullah mengatakan,

“Dosa terbesar di sisi Allah adalah seorang yang menceritakan kemaksiatannya yang telah ditutup Allah.” [Hilyah al-Auliya].

Bermaksiat dengan terang-terangan berarti menistakan hak Allah dan rasul-Nya, melakukan kejahatan kepada orang beriman, memperbanyak kuantitas pelaku maksiat, memperluas dampak kemaksiatan pada orang lain, menyebabkan orang lain terdorong untuk turut melakukan. Begitu juga akan menyebabkan orang yang tidak mengingkari kemaksiatan tersebut turut berdosa.

Oleh karena itu, apabila seorang yang bermaksiat merahasiakan kemaksiatan yang dilakukannya itu lebih ringan, meskipun dia tetap berdosa dan berhak dihukum. Hendaknya orang yang bermaksiat mengingat hadits yang artinya,

“Sesungguhnya Aku telah menutupi dosa-dosamu di dunia, maka Aku mengampuni dosa itu untukmu di hari kiamat ini.” [HR. al-Bukhari].

Seorang yang merahasiakan kemaksiatannya lebih diharapkan mendapatkan taufik untuk bisa bertaubat daripada orang yang melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan.

-Ketika terjatuh dalam maksiat, hendaklah merasa takut dari akibat yang akan diperoleh karena sebagian orang yang bermaksiat tidak lagi mengacuhkan akibatnya dan tidak mempedulikan Allah yang telah dimaksiati.

Umar bin al-Khathab radhiallahu ‘anhu mengatakan,

“Wahai pelaku maksiat jangan terpedaya dengan lamanya kelembutan Allah kepadamu. Waspadalah kemurkaan-Nya, karena Dia telah berfirman (yang artinya), ‘Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka’ [az-Zukhruf: 55].” [Muntaqa min Hadits Abi Bakr al-Anbari].

Konon ada seorang pelaku maksiat yang telah melampaui batas. Suatu hari dia melihat selembar potongan mushaf yang tercantum nama Allah tergeletak di jalan. Dia pun mengambil dan menyimpannya. Kemudian dia membeli minyak wangi misk seharga satu dirham yang belum dimiliki oleh seorang pun di saat itu. Lembaran mushaf itu pun dibubuhi dengan minyak wangi tersebut. Dan karena sebab itu Allah memberikan taufik kepadanya untuk bertaubat dan menjadikannya teladan dalam hal ibadah dan zuhud.

-Ketika terjatuh dalam maksiat, hendaknya dia tetap menanamkan rasa jijik dan tetap memandang buruk maksiat tersebut. Karena tentu berbeda antara orang yang bermaksiat sembari meyakini perbuatannya sebagai keburukan dengan orang yang bermaksiat namun menikmati dan menganggapnya baik.

-Tetap menjaga akidah dan tauhid karena sebagian orang digiring oleh kemaksiatan menuju kebid’ahan, kemudian digiring menuju kesyirikan dan kekufuran. Sebagian orang karena kecenderungan untuk bermaksiat dan tidak tahan dengan aturan agama, malah berpindah agama, menjadi ateis dan kufur kepada Allah.

-Jangan mengagumi dan mencintai pelaku maksiat, meski kita sendiri bermaksiat. Dan jangan membenci orang shalih, meski kita sendiri masih lalai melakukan ketaatan. Hendaknya tetap ada kecintaan dan kebencian yang berpijak pada aturan agama, agar seseorang tetap bisa selamat dengan suatu sebab yang bisa menyelamatkan dari siksa di hari kiamat.

Kata al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah,

Aku mencintai orang-orang shalih, meski aku bukan bagian dari mereka

Aku berharap, aku kelak mendapatkan syafaat dengan mencintai mereka

Dan aku membenci orang yang menjadikan maksiat sebagai barang dagangan

Meski dagangan kami sama…

 

Demikian yang dapat dituliskan. Semoga bermanfaat bagi penulis dan kaum muslimin.

Penulis : Ust Nur Ichwan Muslim, ST. (Alumni Ma’had Ilmi Yogyakarta)

Muroja’ah : Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., B.A.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *