Merdeka!!

Kemerdekaan negeri kita dari penjajahan dan keamanan masyarakatnya untuk bisa beraktivitas melaksanakan segala keperluan yang dia butuhkan adalah suatu nikmat yang sangat besar. Namun, mungkin kita baru merasakan berharganya nikmat tersebut ketika nikmat itu tercabut –na’udzubillah- sebagaimana nikmat-nikmat lainnya. Karenanya, kewajiban kita adalah mensyukuri nikmat tersebut, sebagaimana Allah mengatakan (yang artinya), “Jika kalian bersyukur, pasti Aku tambahkan nikmat-Ku” (QS. Ibrahim : 7).

Lantas, bagaimana mensyukuri nikmat kemerdekaan dan keamanan ini? Ada 3 hal yang kita lakukan untuk mensyukurinya : (1) mensyukuri dengan hati, (2) mensyukuri dengan lisan, (3) mensyukuri dengan raga. Mari kita bahas satu persatu.

Mensyukuri Dengan Hati

Bersyukur dengan hati adalah dengan mengakui secara tulus bahwa nikmat kemerdekaan dan kemanan ini adalah datang dari Allah semata. Simple memang, namun ini bentuk syukur yang sangat penting karena hati adalah penggerak. Ketika hati benar-benar bersyukur dengan mengakui bahwa kenikmatan adalah dari Allah, maka akan mudah bagi lisan dan anggota badan untuk menunaikan kewajiban bersyukurnya. Sebaliknya, kalau hati mengingkari, akan berat bagi lisan dan anggota badan untuk bersyukur. Kalaupun bersyukur, hanya alakadarnya saja, bahkan bisa terjerumus ke dalam kemunafikan. Bahkan hati inilah yang menjadi pembeda orang yang benar-benar bersyukur dan orang yang benar-benar ingkar.

Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi (yang artinya), “Pada pagi hari, hamba-Ku ada yang beriman dan ada yang kufur pada-Ku. Mereka yang mengatakan, “Kita diberi hujan karena rahmat Allah dan karuniaNya” maka dia beriman pada-Ku dan kufur pada bintang-bintang. Adapun mereka yang mengatakan, “Kita diberi hujan karena sebab bintang ini dan itu, maka dia telah kufur kepadaKu dan beriman pada bintang-bintang”” (HR. Bukhari dan Muslim).

Mensyukuri Dengan Lisan

Bersyukur dengan lisan adalah dengan kita menyebut-nyebut nikmat tersebut dalam rangka mensyukuri Allah yang telah memberikannya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan terhadap nikmat Tuhan-mu maka  hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)” (QS. Adh Dhuha : 11).

Alhamdulillah, para pendahulu kita pun telah menyadari hal ini sehingga di dalam teks pembukaan UUD 1945 pun tercantum dengan jelas bahwa kemerdekaan kita adalah “atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”. Sebuah pengakuan yang tegas, yang semoga keluar dari hati yang tulus.

Jangan lupa pula, di antara bentuk rasa syukur kita adalah dengan mendo’akan mereka para pahlawan muslim yang telah berjuang untuk kemerdekaan bangsa kita. Rasulullah mengatakan, “Siapa yang telah berbuat baik kepada kalian, maka balaslah kebaikannya. Jika kalian tak mampu membalasnya, maka do’akanlah dia sehingga doa tersebut mencukupi” (HR. Abu Dawud). Do’akan agar Allah memberikan kemudahan dan melapangkan kuburnya, mengampuni kesalahan mereka, dan menerima amalan-amalan mereka.

Mensyukuri Dengan Raga

Mensyukuri dengan raga ini adalah pengejawantahan terbesar serta bukti dari rasa syukur kita terhadap nikmat kemerdekaan dan keamanan ini. Mensyukuri dengan raga adalah mengisi kemerderkaan kita dengan segala yang Allah perintahkan dan menjauhi segala yang Allah larang. Di antaranya adalah dengan menegakkan Islam pada diri-diri pribadi kita dan masyarakat kita. Kalau kita mau menengok kondisi negara-negara lain di luar sana, betapa banyak di antara mereka yang sulit mengumandangkan azan, sulit mencari makanan halal, kaum muslimahnya sulit untuk berpakaian syar’i, sulit untuk menegakkan shalat berjama’ah, bahkan untuk shalat sendiri pun sulit. Adapun kita, masya Allah-Tabaarakallah, amat mudah melakukan berbagai macam ibadah-ibadah baik yang bersifat pribadi maupun berjama’ah.

Selain menjalankan ibadah yang sesuai dengan tuntunan Islam, rasa syukur ini pula perlu kita wujudkan dengan dakwah. Mengajak masyarakat kita dari mulai yang paling dekat untuk sama-sama taat, untuk sama-sama beramal kebaikan, untuk sama-sama menegakkan Islam serta menjauhi segala bentuk kesyirikan dan kekufuran, segala bentuk dosa dan maksiat. Allah berfirman (yang artinya), “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata : ”Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”  (QS. Fushshilat : 33).

Sebab, kebaikan berupa aqidah yang benar dan amalan yang shalih, tidak cukup dikerjakan sendiri saja, namun harus disebarkan sehingga seluruh penduduk negeri ini bisa sama-sama mengerjakannya dan barulah Allah bukakan pintu berkah-Nya dari langit dan bumi. “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al A’raf : 96).

Efek Kalau Tak Bersyukur

Apa yang terjadi seandainya nikmat kemerdekaan ini tidak disyukuri? Bencana, musibah yang akan terjadi. Lihatlah bagaimana Allah berikan kekuasaan kepada Fir’aun, namun bukannya bersykur, Fir’aun malah sombong sampai-sampai mengatakan, “ Akulah tuhanmu yang paling tinggi” (QS. An Nazi’at : 24). Akhirnya Allah pun mengazab Fir’aun. “Maka Kami siksa Fir’aun dan tentaranya lalu Kami tenggelamkan mereka ke dalam laut” (QS. Adz Dzariyat : 40).

Lihat pula kawan sependeritaan Fir’aun, Qorun, nama yang diabadikan dalam Al Qur’an dengan harta dan kekayaan yang melimpah, “dan Kami telah menganugerahkan kepada Qarun perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat” (QS. Al Qashash : 76). Bukannya bersyukur dan mengeluarkan hak harta tersebut untuk membantu orang lain, Qarun malah sombong dan berbangga-bangga seraya mengatakan, “Qarun berkata : “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. (QS. Al Qashash : 78). Walhasil, Allah pun menenggelamkan Qarun bersama harta kekayaan yang disombongkannya ke dalam perut bumi, “Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya dari azab Allah” (QS. Al Qashash : 81)

Foya-Foya Bukan Wujud Rasa Syukur

Ketika mengingat kemerdekaan, seringnya kita melakukan berbagai macam hal yang apabila kita renungkan, tak ada hikmah yang kita dapatkan, justru pemborosan dan buang-buang uang yang seharusnya tidak dilakukan, apalagi di zaman susah seperti ini. Ada lilin, dijejer banyak kemudian dinyalakan apinya kemudian ditiup lagi, dan hanya dipakai setaun sekali. Krupuk digantungkan, dimakan sedikit-sedikit sambil berdiri, dan tidak habis. Belum lagi pesta pora semalam suntuk dengan menggelar musik yang tidak jarang berujung pada bentrok antara pemuda. Maka ini semua bukanlah wujud rasa syukur, bahkan bisa menjadikan kita temannya syaitan, “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan, dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhan-nya” (QS. Al Isra : 27).

Andai saja uang tersebut digunakan untuk membantu janda-janda dan veteran-veteran pejuang Islam yang tidak jarang nasibnya sangat memprihatinkan, membantu fakir miskin yang masih sangat banyak bertebaran di sekitar kita, memberikan beasiswa kepada cucu-cucu para pejuang agar bisa mendapatkan fasilitas belajar yang layak, tentunya jauh lebih baik.

Kita memohon kepada Allah agar memberi kita petunjuk untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya dengan hati kita, lisan kita, dan anggota tubuh kita. Kita pun memohon agar Dia senantiasa memberikan nikmat-Nya pada kita dan jangan menjadikan musibah yang turun sebagai azab bagi kita. Amiin yaa mujiibas saailiin.

Penulis : Ustadz Amrullah Akadhinta, S.T.

(Pimpinan Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari ; Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

2 comments

  1. wah ini nasehat yang bernas dalam merayakan hut kemerdekaan kita. Tapi sayang makin jauh rasanya generasi sekarang yang pedulu. acara mubadzir bahkan yang banyak diunggulkan, seolah kurang afdlol jika merayakannya tanpa hura2. Semoga kita semakin menjadi sadar akan kesalahan yg kita lakukan selama ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *