Memadamkan Api Kedengkian

Sadar ataupun tidak, dalam berputarnya roda kehidupan setiap insan bisa jadi hasad (dengki) adalah penyakit hati yang sering datang menjangkiti. Penyakit ini telah berumur sekian lamanya semenjak Iblis membangkang kepada Allah ta’ala sehingga laknat Allah jatuh atasnya sampai hari kiamat. Salah satunya, disebabkan kedengkiannya kepada Nabi Adam ‘alaihissalam. Dengan memohon taufik dari Allah ta’ala semata, semoga pembahasan ini bermanfaat bagi kita seluruhnya.

 

MAKNA DIBALIK HASAD

 Para pembaca rahimakumullah, hasad adalah mengharapkan hilangnya nikmat yang Allah ta’ala berikan kepada orang lain. Bahkan, semata-mata membenci nikmat yang Allah ta’ala anugerahkan kepada orang lain, itu juga dinamakan hasad. (Kitabul Ilmi¸Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin). Hasad merupakan akhlak yang tercela. Seseorang yang memiliki sifat hasad jiwanya tidak akan bisa lapang selama nikmat tersebut belum hilang dari saudaranya. Apabila saudaranya mendapat nikmat dari Allah, baik nikmat dalam perkara dunia ataupun akhirat, dadanya merasa sempit karena ada yang menyamai atau lebih tinggi darinya dalam perkara nikmat tersebut.

Banyak akibat buruk yang dapat ditimbulkan oleh sifat hasad, di antaranya adalah merendahkan dan menolak kebenaran. Hasad-lah yang menjadikan Yahudi mengingkari kerasulan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kerena takut tergesernya kedudukan mereka, sebagaimana firman Allah (yang artinya),“Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.” (Al Baqarah : 190). Hasad-lah yang menjadikan orang-orang kafir Quraisy menentang dakwah Rasulullah karena mereka tidak ridha ada orang seperti mereka yang memperoleh derajat kerasulan, sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Tidaklah engkau (Muhammad) adalah manusia biasa seperti kami” (Yasin : 15). Hasad-lah maksiat pertama di langit yang dilakukan Iblis kepada Allah ta’ala sehingga dia diusir dari rahmat Allah. Hasad pula yang menjadi maksiat pertama manusia di bumi kala seorang anak Nabi Adam membunuh saudaranya karena dengki kurbannya tidak diterima (disarikan dari Al Luma’ ‘ala Kitabi Ishlahil Mujtama’, Asy Syaikh Yahya bin Ali al Hajuri dan Mukhtashar Minhajul Qashidin, Al Imam Ibnu Qudamah)

 

BAHAYA HASAD

Telah disebutkan sebelumnya mengenai bahaya dan akibat hasad secara sekilas. Di samping itu semua, masih banyak bahaya yang ditimbulkan oleh hasad, di antaranya:

  1. Dengan hasad, seseorang berarti membenci apa yang telah ditakdirkan oleh Allah ta’ala secara kauni bagi saudaranya.
  2. Sesungguhnya hasad dapat memusnahkan banyak kebaikan sebagaimana api memakan kayu karena orang yang hasad akan berusaha menjauhkan orang lain dari saudaranya dengan menyebutkan perkara-perkara yang dibenci saudaranya. Demikian pula dia merendahkan kedudukan saudaranya dan ini merupakan dosa besar yang dapat menghilangkan kebaikan.
  3. Orang yang hasad dadanya akan terasa sempit, sesak, dan seolah-olah api membakar dadanya. Setiap kali Allah ta’ala memberikan nikmat kepada saudaranya hatinya marah dan sempit, sehingga orang yang seperti ini kapan dia akan mendapatkan ketenangan hati?
  4. Hasad merupakan perangai orang Yahudi. Oleh karena itu, seorang yang hasad berarti dia telah menyerupai perangai Yahudi, sebagaimana disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Barangsiapa bertasyabbuh (menyerupai) seuatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka” (HR Ahmad, Abu Dawud dengan sanad hasan)
  5. Orang yang hasad sekalipun dia memperkuat kedengkiannya, dia tetap tidak akan mampu menghilangkan nikmat Allah ta’ala kepada saudaranya –kecuali atas kehendak Allah-.
  6. Sifat hasad akan mengurangi tingkat kesempurnaan iman seorang hamba, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sempurna iman seorang dari kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang ia cintai untuk dirinya.” (HR Bukhari). Orang yang hasad tentu imannya tidak sempurna karena dia mencintai nikmat tertentu ada pada dirinya sementara dia membenci nikmat tersebut ada pada saudaranya.
  7. Hasad menyebabkan seseorang berpaling dari meminta keutamaan dari Allah ta’ala. Dia selalu menginginkan nikmat yang ada pada saudaranya tanpa meminta karunia Allah ta’ala yang lainnya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Janganlah kamu iri hati atas apa yang Allah karuniakan kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain (karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, begitu pula bagi wanita. Dan mintalah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya” (An Nisa’ : 32)
  8. Dengan hasad, seorang berarti mengabaikan nikmat-nikmat yang Allah ta’ala berikan kepada dirinya sehingga dia memandang rendah nikmat-nikmat Allah tersebut dan tidak mensyukurinya, sehingga dia bisa menjadi orang yang kufur nikmat.
  9. Hasad adalah akhlak yang tercela. Karena dengan hasad seseorang akan senantiasa menjauhkan masyarakat dari orang yang dia dengki.
  10. Apabila seorang dengki kepada orang lain, maka orang yang ia dengki akan mengambil kebaikan-kebaikannya pada hari kiamat. Apabila kebaikan-kebaikannya habis, maka kejelekan-kejelekan orang yang ia dengki akan ditimpakan kepadanya. (disarikan dari Kitabul Ilmi dengan beberapa perubahan)

 

Demikianlah hasad. Apabila sifat ini tumbuh subur dalam hati seorang hamba seperti benalu bagi yang membiarkannya tumbuh. Dia akan senantiasa menambah rasa sakit dalam jiwa seorang hamba serta berusaha mengusik ketenangan ruh yang akan melahirkan adu domba dan permusuhan. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan kita dengan sabdanya “Janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara.(HR Muslim).

 

MEMENDAM BENIH KEDENGKIAN

Sungguh penyakit hasad adalah penyakit yang dapat menyerang siapa pun, kecuali yang dirahmati Allah ta’ala semata. Terkadang, di suatu saat benih-benih ini muncul dalam jiwa ibarat percikan api yang jika tidak segera dipadamkan akan menjadi api yang besar yang menghanguskan siapa saja. Oleh karena itu, seorang yang menginginkan kebaikan untuk dirinya hendaknya dia berusaha memadamkan hasad tersebut apabila mulai menjangkitinya.

Di antara hal-hal yang dapat mengobati penyakit ini adalah hendaknya seseorang menyadari bahwa takdir yang telah Allah ta’ala tetapkan pasti akan terjadi, sementara berangan-angan untuk mengubah sesuatu yang telah ditakdirkan tidaklah mungkin untuk dilakukan. Hendaknya dia juga menyadari bahwa pembagian Allah ta’ala adalah pembagian yang paling adil, Allah-lah yang Mahamemiliki, Dia memberi dan menahan pemberian kepada siapa yang dia kehendaki. Sehingga, hasad seakan-akan adalah penentangan terhadap kehendak Allah yang Mahamemberi.

 

Para ahli hikmah berkata,

Ketahuilah, katakan kepada orang yang hasad kepadaku

Apakah engkau tahu kepada siapa saat ini engkau beradab buruk?

Engkau telah beradab buruk kepada Allah atas perbuatan-Nya

Karena engkau tidak ridha aku mendapat pemberian-Nya

Kemudian, seorang yang hasad tidak akan mampu untuk mengurangi rizki yang Allah ta’ala berikan kepada saudaranya, dan tidak akan mampu mengambil sedikitpun nikmat yang ada di tangan saudaranya (lihat Ath Thibbur Ruhani¸Al Imam Ibnul Jauzi).

Jika kita memperhatikan kehidupan generasi utama salafush shalih, niscaya akan kita dapati mereka adalah manusia-manusia yang senantiasa menjaga diri dari perbuatan hasad. Al Imam Hasan Al Bashri rahimahullah ditanya “Wahai Abu Sa’id, apakah seorang mukmin itu memiliki sifat hasad?” Beliau menjawab “Tidakkah engkau lupa akan hasadnya putra-putra Nabi Ya’qub kepada nabi Yusuf ‘alaihimussalam? Akan tetapi, hendaknya kau sembunyikan hasadmu dalam hatimu karena ia tidak akan membahayakanmu selama kau tidak menampakkannya melalui lisan dan tanganmu”. Al Imam Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata “Tidaklah aku hasad kepada seorangpun dalam perkara dunia, karena sesungguhnya apabila dia termasuk ahli surga maka bagimana aku bisa hasad kepadanya dalam perkara dunia sementara ia sedang berjalan menuju surga? Dan apabila dia termasuk ahli neraka maka bagimana aku bisa hasad kepadanya dalam perkara dunia sementara ia sedang berjalan menuju neraka?” (dinukil dari Raudhatul ‘Uqala’ wa Nuzhatul Fudhala’, Al Imam Ibnu Hibban Al Busti).

 

‘HASAD’ YANG DIKECUALIKAN

 Para pembaca rahimakumullah, hendaknya mengetahui bahwa tidak setiap ‘hasad’ adalah tercela. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan arahan dalam sabdanya bahwa ada ‘hasad’ yang dipuji. Beliau bersabda “Tidak ada hasad kecuali pada dua perkara, (yaitu) seorang yang diberi Allah pemahaman Al Qur’an lalu dia mengamalkannya siang dan malam, dan seorang yang Allah beri harta lalu dia menginfakkannya siang dan malam” (HR Muslim). Hasad jenis ini adalah hasad yang terpuji yang membuat setiap hamba berlomba-lomba untuk mengerjakan kebaikan. Hasad ini diistilahkan oleh para ulama’ dengan ghibthah, yaitu seseorang menginginkan untuk mendapatkan sesuatu yang diperoleh orang lain, tanpa menginginkan hilangnya nikmat tersebut dari saudaranya (lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqalani).

Di zaman Rasulullah pun, terdapat banyak riwayat yang menunjukkan bahwa para sahabat saling berlomba untuk mengerjakan kebaikan dan amal shalih. Maka hendaknya yang seperti inilah yang semestinya selalu ditumbuhkan dalam diri setiap hamba. Setiap hamba hendaknya menyadari apa yang Allah ta’ala tetapkan atasnnya maka tidak akan mungkin luput darinya, sementara apa yang Allah ta’ala tetapkan luput darinya niscaya tidak akan mungkin ia dapatkan, sehingga jika setiap hamba menyadari yang demikian, niscaya dengan taufik Allah ta’ala ia akan terhindar dari penyakit hasad. “Sungguh beruntung orang orang yang menyucikan hatinya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya”(Asy Syams: 9).

Washallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa’ala alihi washahbihi ajma’in. Wallahu a’lam bish shawab. [Arif Rohman Habib]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *