Menghidupkan Malam Ramadhan dengan Shalat Tarawih

At Tauhid edisi V/34

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Shalat ini dinamakan tarawih yang artinya “istirahat” karena orang yang melakukan shalat tarawih beristirahat setelah melaksanakan shalat empat raka’at. Shalat tarawih termasuk qiyamul lail atau shalat malam. Akan tetapi, shalat tarawih dikhususkan di bulan Ramadhan. Jadi, shalat tarawih adalah shalat malam yang dilakukan di bulan Ramadhan.

Para ulama sepakat bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunnah (dianjurkan). Bahkan menurut ulama Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyyah, hukum shalat tarawih adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan). Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Shalat tarawih merupakan salah satu syi’ar Islam. Shalat tarawih ini disyari’atkan dilakukan secara berjama’ah sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi dan para sahabat setelahnya.

Keutamaan Shalat Tarawih

Pertama, akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).

Kedua, shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh. Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda, “Siapa yang shalat (malam) bersama imam hingga ia selesai, maka ditulis untuknya pahala melaksanakan shalat satu malam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Tarawih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 8 raka’at lalu beliau berwitir. Pada malam berikutnya, kami pun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan keluar. Kami terus menantikan beliau di situ hingga datang waktu fajar. Kemudian kami menemui beliau dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menunggumu tadi malam, dengan harapan engkau akan shalat bersama kami.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya aku khawatir kalau akhirnya shalat tersebut menjadi wajib bagimu.” (HR. Ath Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa derajat hadits ini hasan. Lihat Shalat At Tarawih, hal. 21)

Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata, “Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764). Sebagian ulama mengatakan bahwa shalat malam yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 11 raka’at. Adapun dua raka’at lainnya adalah dua raka’at ringan yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembuka melaksanakan shalat malam, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (4/123).

Ibnu Hajar Al Haitsamiy mengatakan, “Tidak ada satu hadits shahih pun yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat tarawih 20 raka’at. Adapun hadits yang mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat (tarawih) 20 raka’at”, ini adalah hadits yang sangat-sangat lemah.” (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Quwaitiyyah, 2/9635). Oleh karena itu, jumlah raka’at shalat tarawih yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 raka’at. Inilah yang dipilih oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits yang telah lewat.

Bolehkah Menambah Raka’at Shalat Tarawih Lebih dari 11 Raka’at?

Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak.” (At Tamhid, 21/70)

Yang membenarkan pendapat di atas adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Shalat malam adalah dua raka’at dua raka’at. Jika engkau khawatir masuk waktu shubuh, lakukanlah shalat witir satu raka’at.” (HR. Bukhari dan Muslim). Begitu pula anjuran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memperbanyak sujud dalam sabda beliau, “Bantulah aku (untuk mewujudkan cita-citamu) dengan memperbanyak sujud (shalat).” (HR. Muslim no. 489)

Berbagai Pendapat Mengenai Jumlah Raka’at Shalat Tarawih

Shalat tarawih 11 atau 13 raka’at yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah pembatasan. Sehingga para ulama dalam pembatasan jumlah raka’at shalat tarawih ada beberapa pendapat. Ada sebagian ulama yang membatasinya dengan 11 raka’at. Mayoritas ulama mengatakan shalat tarawih adalah 20 raka’at (belum termasuk witir).

Al Kasaani mengatakan, “ ’Umar mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan qiyam Ramadhan lalu diimami oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu Ta’ala ‘anhu. Lalu shalat tersebut dilaksanakan 20 raka’at. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini menjadi ijma’ atau kesepakatan para sahabat.” (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9636)

Ulama lainnya mengatakan lagi bahwa shalat tarawih adalah 39 raka’at dan sudah termasuk witir. Juga ada yang mengatakan mengatakan bahwa shalat tarawih adalah 40 raka’at dan belum termasuk witir. Bahkan Imam Ahmad bin Hambal melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan tanpa batasan bilangan.

Kesimpulan dari pendapat-pendapat yang ada adalah sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Semua jumlah raka’at di atas boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jama’ah. Kalau jama’ah kemungkinan senang dengan raka’at-raka’at yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10 raka’at ditambah dengan witir 3 raka’at, sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik.

Namun apabila para jama’ah tidak mampu melaksanakan raka’at-raka’at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka’at itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak ulama. Shalat malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara jumlah raka’at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun seseorang melaksanakan shalat malam dengan 40 raka’at atau lebih, itu juga diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh sedikitpun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya.

Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka’at, maka sungguh dia telah keliru.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)

Yang Paling Bagus adalah Yang Panjang Bacaannya

Setelah penjelasan di atas, tidak ada masalah untuk mengerjakan shalat 11 atau 23 raka’at. Namun yang terbaik adalah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berdiri yang agak lama. Dan boleh juga melakukan shalat tarawih dengan 23 raka’at dengan berdiri yang lebih ringan sebagaimana banyak dipilih oleh mayoritas ulama.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik shalat adalah yang lama berdirinya.” (HR. Muslim no. 756). Dari Abu Hurairah, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang shalat mukhtashiron.” (HR. Bukhari dan Muslim). Sebagian ulama menafsirkan ikhtishor (mukhtashiron) dalam hadits ini adalah shalat yang ringkas (terburu-buru), tidak ada thuma’ninah ketika membaca surat, ruku’ dan sujud. (Lihat Syarh Bulughul Marom, Syaikh ‘Athiyah Muhammad Salim, 49/3)

Oleh karena itu, tidak tepat jika shalat 23 raka’at dilakukan dengan kebut-kebutan, bacaan Al Fatihah pun kadang dibaca dengan satu nafas. Bahkan kadang pula shalat 23 raka’at yang dilakukan lebih cepat selesai dari yang 11 raka’at. Ini sungguh suatu kekeliruan. Seharusnya shalat tarawih dilakukan dengan penuh khusyu’ dan thuma’ninah, bukan dengan kebut-kebutan. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.

Istirahat Tiap Selesai Empat Raka’at

Para ulama sepakat tentang disyariatkannya istirahat setiap melaksanakan shalat tarawih empat raka’at. Inilah yang sudah turun temurun dilakukan oleh para salaf. Namun tidak mengapa kalau tidak istirahat ketika itu. Dan juga tidak disyariatkan untuk membaca do’a tertentu ketika melakukan istirahat. Inilah pendapat yang benar dalam madzhab Hambali. (Lihat Al Inshof, 3/117). Dasar dari hal ini adalah perkataan ‘Aisyah yang menjelaskan tata cara shalat malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat 4 raka’at, maka janganlah tanyakan mengenai bagus dan panjang raka’atnya. Kemudian beliau melaksanakan shalat 4 raka’at lagi, maka janganlah tanyakan mengenai bagus dan panjang raka’atnya.” (HR. Bukhari no. 3569 dan Muslim no. 738)

Salam Setiap Dua Raka’at

Para pakar fiqih berpendapat bahwa shalat tarawih dilakukan dengan salam setiap dua raka’at. Karena tarawih termasuk shalat malam. Sedangkan shalat malam dilakukan dengan dua raka’at salam dan dua raka’at salam. Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Shalat malam adalah dua raka’at dua raka’at”. (HR. Bukhari dan Muslim). Ulama-ulama Malikiyah mengatakan, “Dianjurkan bagi yang melaksanakan shalat tarawih untuk melakukan salam setiap dua raka’at dan dimakruhkan mengakhirkan salam hingga empat raka’at. … Yang lebih utama adalah salam setelah dua raka’at.” (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9640)

Kesalahan-Kesalahan dalam Shalat Tarawih

  1. Menyeru Jama’ah dengan “Ash Sholaatul Jaami’ah”. Ulama-ulama hanabilah berpendapat bahwa tidak ada ucapan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan “Ash Sholaatul Jaami’ah”. Menurut mereka, ini termasuk perkara yang diada-adakan (baca: bid’ah). (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9634)
  2. Dzikir Jama’ah dengan dikomandoi. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah tatkala menjelaskan mengenai dzikir setelah shalat mengatakan, “Tidak diperbolehkan para jama’ah membaca dizkir secara berjama’ah. Akan tetapi yang tepat adalah setiap orang membaca dzikir sendiri-sendiri tanpa dikomandai oleh yang lain. Karena dzikir secara berjama’ah (bersama-sama) adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam yang suci ini.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 11/189).
  3. Bubar sebelum imam selesai shalat malam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang shalat (malam) bersama imam hingga ia selesai, maka ditulis untuknya pahala melaksanakan shalat satu malam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, Shahih). Jika seseorang bubar terlebih dahulu sebelum imam selesai, maka dia akan kehilangan pahala yang disebutkan dalam hadits ini. Jika imam melaksanakan shalat tarawih ditambah shalat witir, makmum pun seharusnya ikut menyelesaikan bersama imam. Itulah yang lebih tepat.

Demikian beberapa pembahasan mengenai shalat tarawih. Semoga kita dapat menghidupkan bulan Ramadhan dengan amalan yang satu ini. Semoga Allah menambahkan pada kita ilmu yang bermanfaat dan memberi taufik untuk beramal sholeh dengan selalu mengharap wajah-Nya dan mengikuti tuntunan Nabi-Nya. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. [Muhammad Abduh Tuasikal]

20 comments

  1. kalau sudah shalat tarawih tidak usah shalat tahajud lagi yah? atau beda antara tarawih dan tahajud? karena ada yg melaksanakan tahajud lagi padahal sudah melaksanakan tarawih.

    kemudian bolehkan tarawih dilaksanakan setelah tidur? (untuk wanita)misalnya kita mengerjakan jam 1 atau jam 2 sambil menunggu sahur ?

    jazakumullah khairan atas jawabannya

  2. saya sangat berterima kasih dgn adanya artikel sunnah ini sangat bembantu kami mempelajari ISLAM yg benar .

  3. jazakumullah khairan untuk ilmu di artikel ini :)
    saya mau tanya, sebenarnya apakah jika kita sudah melaksanakan shalat tarawih kita masih harus melaksanakan tahajud? syukron..

  4. Assalamu’alaikum, mau bertanya tentang yang melakukan tarawih empat-empat raka’at itu boleh tidak?

    karena klo di buku Mulakhkhash Al-Fiqhi karya Syaikh Al-Fauzan katanya itu tidak benar (seperti berdiri lagi pada raka’at kedua shalat shubuh) mohon penjelasannya…

    Syukran Jazaakumullah khaira…

  5. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..
    alhamdulillah,terjawab sudah semua keragu-raguan dlm hati.
    tp ana ingin menanyakan.mengenai kesalahan2 dlm shalat tarawih.jika kita mengikuti shalat tarawih berjamaah,kesalahan2 tersebut sering terjadi.krena bid’ah itu sudah meluas.bgmana seharusnya kita menyikapi hal itu?perlukah menghindarinya?padahal disisi lain kita di anjurkan untuk berjamaah.
    syukran.
    wassalamualaikum

  6. Msalah tarawih silahkan masing2 mengerjakan sesuai kemantapan hati.Namun klo mslah bid’ah jgn gegabah deh nenuduh kesana kemari.Emang ant aj yg faham bid’ah.Kaji lg dong.Biar g smpit pmahamanya soal bid’ah.

  7. Jazakumullahu khoiron katsiro atas artkel’y yg sngt bagus ini, semakin menambah pengetahuan ana tetang ibadah tarawih serta hal2 yg di contohkan oleh rosulullah s.a.w ,semoga dgn ini senantiasa dpt menambah keimanan dan ketaqwaan kpd allah azzawajalla.

  8. Artikelnya bagus, ane suka, sekalian aja deh minta ìzin copy, bt mbak nunik, ane lom paham, pd bagian mana dlm artikel yg trmasuk mbid’ahkn scara serampangan? Mengenai perkataan (ibdh mnurt keyakinan masing2 ?) Kyknya bth baca ulang syarat diterimanya ibadah, biar bs mengikuti pengkajian diforum ini.

  9. Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh,

    @ Mbak nunik
    Untuk menyikapi kesalahan seputar tarawih tadi, jika kita memang mampu mengubahnya, kita bisa memberi nasehat kepada imam atau takmir masjid mengenai hal ini. Namun jika kita tidak mampu, maka kita tetap mengikuti jama’ah tanpa mengikuti ritual keliru yang sering dilakukan.

  10. Untuk yang menanyakan bolehkah shalat tahajud lagi setelah shalat witir, sudah kami jawab pada link berikut ini:
    http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/2683-setelah-shalat-witir-bolehkah-shalat-sunnah-lagi.html

    Kemudian sebagai tambahan pembahasan di atas, silakan melihat pada link berikut:

    http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/2686-shalat-tarawih-bagi-wanita-lebih-baik-di-masjid-ataukah-di-rumah.html

    dan

    http://rumaysho.com/hukum-islam/shalat/2684-imam-terlalu-cepat-dalam-shalat-tarawih-.html

    Semoga bermanfaat.

  11. @ yang menanyakan shalat tarawih empat raka’at empat raka’at, dasar mereka adalah hadits berikut ini.

    يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ
    “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat 4 raka’at, maka janganlah tanyakan mengenai bagus dan panjang raka’atnya. Kemudian beliau melaksanakan shalat 4 raka’at lagi, maka janganlah tanyakan mengenai bagus dan panjang raka’atnya.” (HR. Bukhari no. 3569 dan Muslim no. 738)

    An Nawawi pun menjelaskan bahwa tekstual hadits di atas menunjukkan bolehnya shalat malam empat raka’at dan empat raka’at.

    Namun yang lebih tepat adalah dua raka’at dua raka’at. Sebagaimana terdapat dalam hadits,

    صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى
    “Shalat malam adalah dua raka’at dua raka’at. (HR. Bukhari dan Muslim)

    Adapun empat raka’at yang dimaksudkan dalam hadits Aisyah sebelumnya adalah istirahat pada raka’at keemapat namun shalatnya tetap dilakukan dua raka’at dua raka’at.

    Demikian. Semoga bermanfaat.

  12. saya mau bertanya, baru-baru ini saya diskusi dengan teman soal ini dan katanya sebagai berikut: (saya copas aja)
    ***
    Sedikit koreksi,
    Setahu saya shalat tarawih yang shahih dari Nabi itu 11 raka’at.
    Dan yang 23 raka’at itu riwayatnya dha’if sekali.
    Kalau pun shahih, petunjuk dari Nabi lebih pantas diikuti.

    Dan pengalaman saya pertama kali shalat tarawih 23 raka’at di Bogor,
    shalatnya itu cepet banget, tidak ada ketenangan (thuma’ninah: rukun shalat).
    Jadi heran, sah nggak shalatnya?

    Silahkan baca buku Shalat Tarawih oleh Syaikh al-Albani.
    ***
    mana yang benar? terus terang saya jadi bingung, terutama kalau disekitar kita masjidnya 23 semua, kalau ada yang 11 sih gak masalah karena saya akan ikut yang 11 itu..

  13. Tentang Tarawih

    “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pada suatu malam shalat di masjid lalu para sahabat mengikuti shalat Beliau, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) Beliau shalat maka manusia semakin banyak (yang mengikuti shalat Nabi n), kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tidak keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya Beliau bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan pada kalian,’ dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih)

    “Artinya : Dari Jabir bin Abdullah radyillahu ‘anhum, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan (sebanyak) delapan raka’at dan witir (satu raka’at). Maka pada hari berikutnya kami berkumpul di masjid dan mengharap beliau keluar (untuk shalat), tetapi tidak keluar hingga masuk waktu pagi, kemudian kami masuk kepadanya, lalu kami berkata : Ya Rasulullah ! Tadi malam kami telah berkumpul di masjid dan kami harapkan engkau mau shalat bersama kami, maka sabdanya “Sesungguhnya aku khawatir (shalat itu) akan diwajibkan atas kamu sekalian”.(Hadits Riwayat Thabrani dan Ibnu Nashr)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *