Ada Riba di Sekitar Kita

Bismillah, alhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du..

Pada zaman yang penuh dengan kemajuan seperti yang kita rasakan saat ini, kita telah banyak sekali menikmati kemudahan hidup, dari segala sisi. Sebagai hamba Allah kita patut bersyukur atas segala kenikmatan dan kemudahan hidup yang kita rasakan ini. Hal itu telah menjadi ciri seorang mukmin yang baik, semakin diberikan banyak nikmat oleh Allah maka semakin dia bertambah keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah.

“Ingatlah kepada-Ku maka Aku akan mengingat kalian, bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kalian ingkar kepada-Ku (QS. Al Baqarah : 152)

Namun tidak banyak manusia yang lemah imannya, ketika dia mendapati kesulitan hidup maka banyak cara yang ia tempuh. Bahkan kebanyakan manusia di zaman ini tidak peduli lagi dari manakah cara dia mendapatkan harta untuk kemudahan hidupnya. Entah dari cara yang halal atau dari cara haram. Rasulullah pernah bersabda:

“Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman, di mana seseorang tidak lagi peduli dengan cara untuk mendapatkan harta, apakah melalui cara yang halal ataukah dengan cara yang haram”. (HR Bukhari 2083).

Diantara keharaman yang banyak tersebar di tengah masyarakat saat ini adalah riba. Mereka sudah sangat terbiasa dengan hal-hal yang berbau ribawi. Bahkan sistem riba merupakan sesuatu yang sudah dilegalkan oleh pemerintah. Tentu saja ini merupakan musibah yang sangat besar bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, menjadi sangat penting bagi kita untuk mengetahui macam-macam bentuk riba dan dampaknya sehingga kita bisa menyelamatkan diri dan keluarga kita dari jeratan riba.

Definisi Riba dan Dalil KeharamannyaRiba secara bahasa bermakna tambahan. Menurut istilah syariat, riba adalah tambahan yang diperoleh dari hasil transaksi utang-piutang maupun jual-beli yang terjadi pada benda-benda khusus yg didefinisikan oleh syariat.

Allah berfirman yang artinya :

“Allah telah menghalalkan jual-beli dan telah mengharamkan riba” (QS. Al Baqarah: 275)

Dari Abu Hurairah, rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jauhilah 7 perkara yang membinasakan! Para sahabat bertanya, apa itu wahai rasulullah? Berliau menjawab : menyekutukan Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, memkan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh wanita yang beriman dan menjaga diri dengan tuduhan zina karena kelalaian mereka.” (HR. Bukhari 2766)

Demikianlah riba, Allah dan rasul-Nya dengan sangat jelas dan keras dalam menjelaskan keharamannya. Maka dari itu, penting bagi kita untuk mengetahui secara detail sebagai berikut.

 

MACAM-MACAM RIBA

Secara umum, riba terjadi dalam 2 jenis transakasi yaitu utang-piutang dan jual-beli. Berikut penjelasan singkatnya.

 

  1. Riba dalam Utang-Piutang.

Ada sebuah kaidah fikih yang disepakati oleh para ulama,

“Setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat maka itu adalah riba.”Kaidah ini semakna dengan sabda rasulullah:
“Tidak boleh ada piutang yang bersamaan dengan jual-beli,…” (HR.Ahmad dan lainnya, dishahihkan oleh Al Albani)

Rasulullah melarang transkasi utang-piutang terjadi bersamaan dengan jual-beli karena dari 2 transaksi yang digabung tersebut akan menghasilkan manfaat bagi pihak yg meminjamkan. Maka ini hal yang terlarang. Jual-beli ini merupakan salah satu contoh menggabungkan utang-piutang dengan jasa.

Contoh yang banyak terjadi di sekitar kita misalnya adalah si A meminjam uang ke si B dengan menggadaikan mobilnya. Maka yang sering terjadi di masyarakat adalah si B memanfaatkan mobil tersebut. Padahal ini adalah riba, karena si B mendapatkan manfaat dari piutangnya pada si A. Seandainya si A tidak pinjam uang, maka tentulah si B tidak bisa memanfaatkan mobil si A.

Contoh riil yang sangat marak saat ini misalnya adalah gopai. Gopai merupakan semisal rekening bank yang ada pada perusahan trasportasi. Hal itu karena saldo gopai bisa ditarik kapanpun oleh si pemilik akun. Maka ini adalah transaksi utang-piutang. Pemilik akun sebagai pihak yg mengutangi, perusahaan tersebut yang diutangi. Keuntungan yg diperoleh dari gopai adalah pemilik akun bisa mendapatkan diskon biaya perjalalan yang mana hal ini tidak didapatkan ketika pemilik akun membayar biaya perjalanan dengan tunai (tidak pakai saldo gopai). Maka sesuai dengan kaidah di atas, ini merupakan manfaat yg dihasilkan dari utang-piutang, yaitu riba.

 

  1. Riba dalam Jual-Beli

Dari Ubadah bin shamit radhiallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda:
“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam maka jumlah (takaran dan timbangan) harus sama, dan harus kontan. Jika jenisnya berbeda, maka juallah sesuka kalian dengan syarat kontan”. (HR. Muslim 1587)

Dari hadist di atas para ulama mengelompokan 2 jenis komoditas:

  • Emas dan perak, maka rupiah, dollar dan mata uang lainnya disamakan dengan emas dan perak karena memiliki illat yg sama yaitu sebagai mata uang/alat pembayaran.
  • Kelompok makanan yang ditakar dan ditimbang, jadi beras dan semisalnya bisa disamakan dengan gandum, garam dll.

Persyaratan agar tukar-menukar atau jual beli 2 jenis komoditas di atas tidak terjadi riba.

  • Apabila sama barangnya, maka ada 2 syarat yaitu harus takaran atau timbangannya harus sama dan kontan. Contoh tukar emas dengan emas atau beras dengan beras. Contoh riil riba adalah penukaran rupiah dengan rupiah jelang lebaran karena kontan tapi jumlahnya tidak sama.
  • Apabila berbeda bendanya, namun masih 1 jenis. Maka hanya ada 1 syarat yaitu harus kontan. Contohnya tukar emas dengan rupiah, emas dengan perak, rupiah dengan dolar, kurma dengan beras dan lain-lain, maka harus kontan dan boleh jumlah atau timbangannya berbeda.
  • Apabila berbeda bendanya dan berbeda jenis komoditasnya, maka tidak ada syarat apapun. Misal rupiah dengan beras. Maka nilainya tidak harus sama dan boleh salah satunya terutang. atau tidak kontan.

 

DIANTARA ANCAMAN UNTUK PELAKU RIBA

Sangat banyak dalil tentang ancaman untuk para pelaku dan pendukung riba. Berikut ini adalah beberapa ancaman yang ditujukan kepada mereka.

Allah berfirman yang artinya:

“ Jika kalian tidak melakukannya (berhendati dari transaksi riba) maka umumkanlah perang dari Allah dan rasul-Nya. Namun jika kalian bertaubat, maka bagi kalian pokok harta kalian. Dengan demikian kalian ridak berbuat zalim dan juga tidak dizalimi.”

(QS. Al Baqarah: 279)

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai orang-orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa”. (Al-Baqarah 276)

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna memusnahkan riba di atas mengandung dua pengertian, yang pertama adalah dengan menghilangkan hartanya seluruhnya dari tangan pemiliknya atau yang kedua dengan menghilangkan keberkahan hartanya sehingga dia tidak bisa mengambil manfaat dari hartanya tersebut, bahkan dengan sebab harta itu Allah mengadzabnya du dunia dan di akhirat. ( Tafsir Al Quran Al Adzim 1/713)

Diriwayatkan pula dari Jabir radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, orang yang memberi riba (nasabah), juru tulisnya, dan kedua saksinya, beliau bersabada : mereka itu sama”. (HR. Muslim 1598)

Hadist di atas menjadi sanggahan untuk sebagian orang yang mengatakan bahwa korban riba itu tdk mendapatkan dosa. Padahal secara tegas Rasulullah mengatakan bahwa mereka berempat statusnya sama. Oleh karena itu, salah satu cara menghindari laknat adalah menghindari transaksi riba walaupun hanya sebagai korban riba.

Rasulullah juga bersabda:

“Apabila zina dan riba telah mendominasi suatu negeri, maka sungguh mereka telah mengahalalkan diri-diri mereka untuk tertimpa azab dari Allah (HR. Al Hakim 2261 dishahihkan Albani)

Rasulullah juga bersabda:

“Tadi malam aku bermimpi melihat dua orang lelaki mendatangiku, lalu keduanya mengajakku pergi ke tempat (neraka). Kemudian kami pergi hingga tiba di sungai darah. Di tengah sungai tersebut ada seorang lelaki dan di tepi sungai ada seorang yang membawa batu di tangannya. Orang yang di tengah sungai tersebut hendak beranjak menuju tepian sungai, maka ketika dia hendak keluar, lelaki yang di tepi sungai melemparinya dengan batu di bagian mulutnya, maka dia kembali kembali ke posisinya semula di tengah sungai. Aku berkata ada apa dengannya? Dia berkata : orang yang kalu lihat di dalam sungai adalah orang pemakan riba.” (HR. Bukhari 2085)

 

Penutup

Demikianlah sedikit pembahan mengenai riba. Selain karena merupakan salah satu dosa yang sangat besar, riba juga sudah menjadi rutinitas sebagian besar orang-orang di zaman ini dengan segala bentuk variasinya. Entah karena memang ketidaktahuan mereka, atau juga karena kelemahan mereka sehingga mengikuti hawa nafsu. Oleh karena itu kita harus senantiasa memohon pertolongan dan hidayah kepada Allah agar kita bisa senantiasa menjalankan yang perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

 

Wallahu ‘alam bish shawab.

 

 

Penulis : Faisal Akbar (Alumni Mah’ad Ilmi Yogya-karta)

Muroja’ah : Ustadz Ammi Nur Baits, ST., BA.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *