Shalat Jama’ah

Disebutkan dalam sebuah riwayat, Ibnu Mas’ud pernah mengatakan: “Barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Allah kelak di akhirat sebagai seorang muslim maka hendaklah dia menjaga sholat-sholat wajib itu dengan menghadirinya ketika adzan dikumandangkan……. Sungguh, aku teringat, dahulu jika ada orang yang sengaja meninggalkan sholat jama’ah, dia pasti orang munafiq yang diketahui dengan jelas kemunafikannya. Dulu pernah ada seorang sahabat yang dibawa ke masjid dengan dipapah oleh dua orang, kemudian ditempatkan di shaf.” (HR. Muslim)

MasyaaAllah, sehebat itukah status shalat berjama’ah di mata para sahabat. Unsur benefit (kemanfaatan) pada shalat jama’ah telah memotivasi mereka untuk hadir, walaupun harus dipapah menuju masjid. Sementara kebiasaan shalat jama’ah yang telah menyatu dengan kehidupan beragama, menyebabkan orang yang tidak menghadirinya layak untuk dicap sebagai seorang munafik.

Di sini, kita tidak sedang membahas keutamaan shalat berjama’ah. Karena saya sangat yakin, setiap muslim sadar, shalat berjama’ah memiliki keutamaan yang lebih besar dari pada shalat sendiri. Yang lebih penting adalah bagaimana anda memiliki motivasi untuk shalat berjama’ah, sehingga anda bisa meneladani semangat sahabat dalam menghadiri shalat jama’ah.

Beberapa Kesalahan dalam Sholat

Segala puji bagi Allah ta’ala , semoga shalawat dan salam terlimpahkan pada tauladan kita Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga beliau, sahabat beliau, dan orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau dengan baik. Amma ba’du.

Shalat merupakan ibadah yang agung. Di antara bukti keagungannya adalah Allah sendiri yang langsung menyampaikan kewajiban shalat kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam peristiwa isra’ mi’raj. Shalat merupakan penyejuk hati Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau senantiasa berpesan pada umatnya untuk menjaga shalat. Karena agungnya ibadah  ini, maka hendaknya seorang muslim perhatian terhadapnya dan waspada terhadap praktek-praktek yang keliru dalam  shalat, karena praktek yang keliru dalam shalat bisa merusak kesempurnaan shalat atau bahkan membatalkannya. Dalam pembahasan kali ini kami sampaikan beberapa kekeliruan yang sering dilakukan ketika shalat dalam rangka saling menasihati dalam kebenaran.

Hukum Qurban

Menyembelih qurban adalah suatu ibadah yang mulia dan bentuk pendekatan diri pada Allah, bahkan seringkali ibadah qurban digandengkan dengan ibadah shalat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),  “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2). Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),  “Katakanlah: sesungguhnya shalatku, nusuk-ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al An’am: 162). Di antara tafsiran an nusuk adalah sembelihan, sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair, Mujahid dan Ibnu Qutaibah. Az Zajaj mengatakan bahwa bahwa makna an nusuk adalah segala sesuatu yang mendekatkan diri pada Allah ‘azza wa jalla, namun umumnya digunakan untuk sembelihan. (Lihat Zaadul Masiir, 2/446)

Tuntunan Shalat Tarawih

Ketahuilah bahwa seorang mukmin di bulan Ramadhan memiliki dua jihadun nafs (jihad pada jiwa) yaitu jihad di siang hari dengan puasa dan jihad di malam hari dengan shalat malam. Barangsiapa yang menggabungkan dua ibadah ini, maka ia akan mendapati pahala yang tak terhingga…

Shalat tarawih adalah shalat yang hukumnya sunnah berdasarkan kesepakatan para ulama. Shalat tarawih merupakan shalat malam, atau di luar Ramadhan disebut dengan shalat tahajud. Shalat malam merupakan ibadah yang utama di bulan Ramadhan untuk mendekatkan diri pada Allah Ta’ala. Ibnu Rajab rahimahullah dalam Lathoif Al Ma’arif berkata, “Ketahuilah bahwa seorang mukmin di bulan Ramadhan memiliki dua jihadun nafs (jihad pada jiwa) yaitu jihad di siang hari dengan puasa dan jihad di malam hari dengan shalat malam. Barangsiapa yang menggabungkan dua ibadah ini, maka ia akan mendapati pahala yang tak terhingga.”

Jangan Sia-Siakan Puasamu

Segala puji bagi Allah yang atas nikmat dan karunia-Nya sebentar lagi kita akan berjumpa dengan bulan yang penuh dengan berkah dan kemuliaan, yaitu bulan Ramadhan -insya Allah.

Sebagai seorang muslim, tentunya kita harus antusias dalam mengisi waktu kita di bulan Ramadhan dengan amal-amal shalih yang dicintai Allah ta’ala. Namun, seorang muslim tidaklah akan dapat mengerjakan ibadah-ibadah yang benar serta sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya di bulan Ramadhan melainkan dia telah memiliki ilmu tentang ibadah-ibadah tersebut. Apa yang akan kami paparkan berikut ini merupakan kelanjutan dari pembahasan hukum seputar puasa pekan lalu.

Syarat, Rukun, dan Pembatal Puasa

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah ta’ala, bulan yang mulia dan agung beberapa hari lagi mendatangi kita. Di dalam bulan Ramadhan itu pula, kita sebagai seorang muslim diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk menunaikan puasa.

Sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al Baqarah: 183). Maka wajib bagi seorang muslim mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan ibadah puasa, seperti syarat wajib puasa, syarat syahnya puasa, rukun puasa, pembatal-pembatal puasa, dan lainnya. Dan pada edisi ini, kami akan membahas mengenai syarat, rukun, dan pembatal Puasa.

Pengobatan dengan Ruqyah

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah Ta’ala, kalau kita melihat apa yang terjadi pada dewasa ini, maka kita jumpai bahwa pengobatan dengan metode ruqyah menjadi semakin marak, bahkan di sejumlah kota telah muncul “klinik ruqyah”. Akan tetapi, maraknya praktik ruqyah tersebut menuntut kaum muslimin untuk lebih bersikap jeli dan teliti karena tidak semua praktik ruqyah yang dilakukan ternyata sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah, meskipun yang melakukan ruqyah tersebut bergelar ustadz, kyai, atau yang lainnya. Bagaimana mungkin kita mengharapkan kesembuhan dari Allah Ta’ala, namun di sisi lain kita justru melanggar syariat dan ketentuan Allah Ta’ala? Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini kita akan membahas sedikit tentang metode pengobatan ruqyah ditinjau dari Al Qur’an dan As-Sunnah.

Adab-adab Berdo’a

Tidak sepantasnya bagi seorang hamba jika ia berdoa kepada selain Allah Ta’ala. Karena hanya Allah lah yang mampu memenuhi kebutuhan hamba-Nya, hanya Allah lah yang menghilangkan kesulitan hamba-Nya…

Doa adalah sebuah ibadah yang agung. Dimana seorang hamba merasa butuh akan Rabbnya. Di dalam doa terpanjatkan permintaan dan permohonan. Di dalam doa pula seorang hamba mengadu kepada Allah dan sebagai ucapan syukur kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al-Mukmin: 60).

Tidak sepantasnya bagi seorang hamba jika ia berdoa kepada selain Allah Ta’ala. Karena hanya Allah lah yang mampu memenuhi kebutuhan hamba-Nya, hanya Allah lah yang menghilangkan kesulitan hamba-Nya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan.” (QS. An-Naml: 62)

Ilmu Dulu, Baru Amal

Ada seseorang yang bercerita, dalam sebuah perjalanan manasik haji, para jamaah haji secara bertubi-tubi mengajukan banyak pertanyaan kepada pembimbing haji. Hampir semua permasalahan yang mereka jumpai dalam pelaksanaan ibadah haji, selalu dikonsultasikan kepada pembimbing. Kita yakin, suasana semacam ini hampir dialami oleh semua jamaah haji. Mengapa bisa terjadi demikian? Jawabannya hanya ada dua kemungkinan; pertama, mereka khawatir jangan-jangan ibadah haji yang mereka lakukan batal dan tidak diterima oleh Allah. Atau kedua, mereka takut dan khawatir jangan sampai melakukan tindakan pelanggaran yang menyebabkan mereka harus membayar denda.

Hukum Qurban Secara Kolektif

Alhamdulillah, beberapa minggu lagi kita akan memasuki bulan Dzulhijah, terkhusus kita akan merayakan Idul Adha. Saat hari raya tersebut sampai hari-hari tasyriq, kita akan bertemu dengan rutinitas tahunan, yaitu penyembelihan qurban. Dalam edisi Buletin At Tauhid kali ini dan berikutnya, kita akan membahas secara lebih khusus mengenai masalah qurban. Tema yang akan diangkat adalah mengenai ketentuan seputar hewan qurban yang akan disembelih dan boleh atau tidaknya kolektif ketika itu. Dari bahasan ini pula kita akan mengetahui kekeliruan dalam penyembelihan qurban secara urunan yang biasa terjadi di tengah-tengah masyarakat. Moga-moga yang sederhana ini manfaat.

Hewan yang digunakan untuk sembelihan qurban adalah unta, sapi dan kambing. Bahkan para ulama berijma’ (bersepakat) tidak sah apabila seseorang melakukan sembelihan dengan selain binatang ternak tadi.

Panduan Zakat Fithri

Zakat secara bahasa berarti an namaa’ (tumbuh), az ziyadah (bertambah), ash sholah (perbaikan), menjernihkan sesuatu dan sesuatu yang dikeluarkan dari pemilik untuk menyucikan dirinya. Fithri sendiri berasal dari kata ifthor, artinya berbuka (tidak berpuasa). Zakat disandarkan pada kata fithri karena fithri (tidak berpuasa lagi) adalah sebab dikeluarkannya zakat tersebut. Ada pula ulama yang menyebut zakat ini dengan sebutan “fithroh”, yang berarti fitrah/ naluri. An Nawawi mengatakan bahwa untuk harta yang dikeluarkan sebagai zakat fithri disebut dengan “fithroh”. Istilah ini digunakan oleh para pakar fikih. Sedangkan menurut istilah, zakat fithri berarti zakat yang diwajibkan karena berkaitan dengan waktu ifthor (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan.

Lailatul Qadar

Lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan: 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1)

Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya (yang artinya), “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5). Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga. Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya waktu fajar.

Panduan Shalat Tarawih

Shalat tarawih termasuk qiyamul lail atau shalat malam. Akan tetapi shalat tarawih ini dikhususkan di bulan Ramadhan. Jadi, shalat tarawih ini adalah shalat malam yang dilakukan di bulan Ramadhan. Para ulama sepakat bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunnah (dianjurkan). Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Shalat tarawih merupakan salah satu syi’ar Islam. Shalat tarawih lebih afhdol dilaksanakan secara berjama’ah sebagaimana dilakukan oleh ‘Umar bin Al Khottob dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat tarawih secara berjama’ah karena merupakan syi’ar Islam yang begitu nampak sehingga serupa dengan shalat ‘ied.

Amalan Keliru Di Bulan Ramadhan

Para pembaca At Tauhid yang semoga selalu mendapatkan limpahan barokah dari Allah. Tidak terasa tinggal menghitung hari lagi kita akan menginjak bulan Ramadhan. Melanjutkan edisi ramadhan sebelumnya, saat ini At Tauhid akan mengangkat tema amalan keliru di bulan Ramadhan. Selain itu, kami akan menyebutkan beberapa hadits lemah dan palsu yang sering tersebar di tengah-tengah kaum muslimin berkaitan dengan bulan Ramadhan. Pembahasan ini sengaja kami angkat agar dapat meluruskan berbagai kekeliruan yang selama ini terjadi. Karena sungguh amalan tanpa petunjuk dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, itu hanya sia-sia belaka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada tuntunan dari kami, maka amalannya tertolak.” (HR. Muslim)

Seputar Hukum Puasa Ramadhan

Telah kita ketahui bersama bahwa puasa Ramadhan adalah bagian dari rukun Islam, sehingga bangunan Islam pun bisa tegak dengan adanya salah satu rukun ini. Bukti wajibnya puasa disebutkan dalam firman Allah (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183). Puasa ramadhan ini diwajibkan bagi setiap muslim, berakal, sudah baligh, dalam keadaan sehat dan dalam keadaan mukim. Pada edisi kali ini, buletin At Tauhid akan mengangkat beberapa hal yang berkaitan dengan hukum puasa Ramadhan. Semoga bermanfaat.