Adab Bertamu dan Memuliakan Tamu

Pembaca muslim yang dimuliakan oleh Allah ta’ala, seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir akan mengimani wajibnya memuliakan tamu sehingga ia akan menempatkannya sesuai dengan kedudukannya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari). Berikut ini adalah adab-adab yang berkaitan dengan tamu dan bertamu. Kami membagi pembahasan ini dalam dua bagian, yaitu adab bagi tuan rumah dan adab bagi tamu.

Syirik yang Sering Diucapkan

Kaum muslimin yang semoga selalu mendapatkan taufiq Allah Ta’ala. Kita semua telah mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb (Tuhan) alam semesta, Yang menciptakan kita dan orang-orang sebelum kita, Yang menjadikan bumi sebagai hamparan untuk kita mencari nafkah, dan Yang menurunkan hujan untuk menyuburkan tanaman sebagai rizki bagi kita. Setelah kita mengetahui demikian, hendaklah kita hanya beribadah kepada Allah semata dan tidak menjadikan bagi-Nya tandingan/sekutu dalam beribadah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Al Baqarah [2]: 22)

Memiliki Sifat Tawadhu’

Tawadhu’ adalah sifat yang amat mulia, tetapi sedikit orang yang memilikinya. Ketika orang sudah memiliki gelar yang mentereng, berilmu tinggi, memiliki harta yang mulia, sedikit yang memiliki sifat kerendahan hati, alias tawadhu’. Padahal kita seharusnya seperti ilmu padi, yaitu “kian berisi, kian merunduk”.

Tawadhu’ adalah ridho jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya. Tawadhu’ merupakan sikap pertengahan antara sombong dan melecehkan diri. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya. Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak (Lihat Adz Dzari’ah ila Makarim Asy Syari’ah, Ar Roghib Al Ash-fahani, 299).

Kelabu di Hari Valentine

Hari kasih sayang. Begitulah nama yang disematkan setiap tanggal 14 Februari ini. Pada hari yang lebih populer dengan nama hari Valentine ini, banyak kawula muda mengekspresikan rasa cinta mereka kepada kekasihnya (baca: pacarnya) dengan beragam cara..

Terdapat banyak versi yang menyebutkan asal-usul hari Valentine. Dari sekian banyak sumber yang beredar, hari Valentine pertama kali dijadikan hari perayaan gereja oleh Paus Gelesius I yang saat itu menjadi penguasa Romawi pada tahun 496 M. Upacara ini dinamakan Saint Valentine’s Day untuk mengenang St. Valentine yang mati pada tanggal 14 Februari. St. Valentine konon adalah seorang pendeta di masa Kaisar Claudius II. Pada masa pemerintahannya, Kaisar Claudius II melarang para tentara bujangan untuk menikah disebabkan tentara yang sudah menikah akan menjadi lembek dan lemah untuk berperang. Namun, St. Valentine melanggarnya dan diam-diam ia menikahkan banyak tentara muda sehingga ia pun ditangkap dan dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (Dari berbagai sumber).

Mengimani Para Utusan Allah

Terdapat banyak dalil yang menunjukkan wajibnya beriman kepada para rasul, di antaranya adalah firman Allah (yang artinya): “Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kiamat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi” (QS.Al Baqarah: 177). Dan juga firman Allah (yang artinya): “Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan Rasul-rasul-Nya (mereka mengatakan): ’Kita tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang  lain) dan rasul-rasul-Nya’, dan mereka mengatakan “Kami dengar dan kami taat…” (QS. Al Baqarah: 285)

Pada ayat-ayat di atas Allah Ta’ala menggabungkan antara keimanan kepada para rasul dengan keimanan terhadap diri-Nya, malaikat-malaikat-Nya, dan kitab-kitab-Nya. Allah menghukumi kafir orang yang membedakan antara keimanan kepada Allah dan para rasul, mereka iman terhadap sebagian tetapi kafir tehadap sebagian yang lain (Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqaad hal. 146)

Mengenal Syirik Ashgar

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan, “Dan tidak ada perbuatan yang lebih jelek dan lebih jahat daripada seorang yang menyamakan Allah, Raja yang menjaga seluruh makhlukNya dengan makhluk yang berasal dari tanah. Menyamakan Allah yang mengatur segala urusan dengan makhluk yang tidak mengatur urusan sama sekali. Menyamakan Allah yang Maha sempurna dan Maha kaya dengan makhluk yang penuh kekurangan dan miskin dari segala sisi. Menyamakan Allah yang memberikan semua nikmat, baik berupa agama dan dunia, dengan makhluk yang tidak bisa memberikan nikmat walaupun sebesar dzarrah. Maka kedzaliman mana lagi yang lebih besar daripada perbuatan syirik?” (Taisir Karimirrahman, tafsir surat Luqman ayat 13)

Tentang Syirik Akbar

Syirik adalah lawan dari tauhid. Jika yang dimaksud dengan tauhid adalah mengesakan dan mengkhususkan Allah dalam  perbuatanNya (rububiyah), dalam hal ibadah (uluhiyah), dan dalam hal nama dan sifatNya (asma’ wa sifat), maka syirik adalah kebalikannya, yaitu menyekutukan Allah dalam hal yang sebenarnya menjadi kekhususan bagi Allah, baik dalam perbuatanNya (rububiyah), dalam hal ibadah (uluhiyah), atau dalam hal nama dan sifatNya (asma’ wa sifat).

Shalat Jama’ah

Disebutkan dalam sebuah riwayat, Ibnu Mas’ud pernah mengatakan: “Barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Allah kelak di akhirat sebagai seorang muslim maka hendaklah dia menjaga sholat-sholat wajib itu dengan menghadirinya ketika adzan dikumandangkan……. Sungguh, aku teringat, dahulu jika ada orang yang sengaja meninggalkan sholat jama’ah, dia pasti orang munafiq yang diketahui dengan jelas kemunafikannya. Dulu pernah ada seorang sahabat yang dibawa ke masjid dengan dipapah oleh dua orang, kemudian ditempatkan di shaf.” (HR. Muslim)

MasyaaAllah, sehebat itukah status shalat berjama’ah di mata para sahabat. Unsur benefit (kemanfaatan) pada shalat jama’ah telah memotivasi mereka untuk hadir, walaupun harus dipapah menuju masjid. Sementara kebiasaan shalat jama’ah yang telah menyatu dengan kehidupan beragama, menyebabkan orang yang tidak menghadirinya layak untuk dicap sebagai seorang munafik.

Di sini, kita tidak sedang membahas keutamaan shalat berjama’ah. Karena saya sangat yakin, setiap muslim sadar, shalat berjama’ah memiliki keutamaan yang lebih besar dari pada shalat sendiri. Yang lebih penting adalah bagaimana anda memiliki motivasi untuk shalat berjama’ah, sehingga anda bisa meneladani semangat sahabat dalam menghadiri shalat jama’ah.

Kunci Surga

Tidak ada kalimat yang lebih agung, lebih menggetarkan hati, dan lebih berpengaruh bagi jiwa daripada kalimat tauhid. Kalimat itulah yang menjadi kunci surga, pondasi agama, pembatas antara kebahagiaan dan kesengsaraan serta kemuliaan dan kehinaan. Laa ilaaha illallah adalah rukun Islam yang pertama, cabang iman yang tertinggi, kewajiban pertama dan terakhir manusia. Kenalilah maknanya, amalkanlah konsekuensinya, dan berpegang teguhlah di atasnya hingga mati, itulah jalan menuju kebahagiaan abadi.

Lalai dari Belajar Islam

Tuntunan zaman dan semakin canggihnya teknologi menuntut generasi muda untuk bisa melek akan hal itu. Sehingga orang tua pun berlomba-lomba bagaimana bisa menjadikan anaknya pintar komputer dan lancar bercuap-cuap ngomong English. Namun sayangnya karena porsi yang berlebih terhadap ilmu dunia sampai-sampai karena mesti anak belajar di tempat les sore hari, kegiatan belajar Al Qur’an pun dilalaikan. Lihatlah tidak sedikit dari generasi muda saat ini yang tidak bisa baca Qur’an, bahkan ada yang sampai buku Iqro’ pun tidak tahu.