ANTARA CADAR DAN CELANA CINGKRANG

At-Tauhid Edisi 16/12

– Penutup wajah bagi wanita merupakan ajaran yang dipraktikkan oleh para muslimah di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Memelihara jenggot merupakan hal yang dilaksanakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semasa hidup beliau.
Praktik Nabi  shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya adalah tidak mengurai pakaian beliau melebihi mata kaki. Sikap seorang muslim hendaknya berusaha melaksanakan syariat Islam dan bukan mengolok-oloknya.

”Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (Q.S. At-Taubah : 65-66)

Di antara kisah orang yang meremehkan ajaran Nabi adalah kisah seseorang yang ditegur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantaran makan menggunakan tangan kirinya. Ia tidak mau menaati Nabi karena rasa sombong. Akhirnya, ia tidak dapat lagi mengangkat tangan kanannya ke mulut.

Isu terkait cadar dan celana cingkrang akhir-akhir ini kembali ramai dibicarakan. Sayangnya, mengalir pula opini yang mendiskreditkan dan mengidentikkan cadar dan celana cingkrang dengan terorisme. Mari simak tulisan Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal berikut, yang kami ambil dari laman pribadi beliau.

Mengenai Penutup Wajah (Cadar)

Perlu diketahui bahwasanya menutup wajah itu memiliki dasar dari ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlepas apakah menutup wajah merupakan suatu yang wajib ataukah mustahab (dianjurkan). Kita dapat melihat dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para wanita, “Wanita yang berihram itu tidak boleh mengenakan niqab maupun kaus tangan.” (H.R. Bukhari, An-Nasa’i, Al-Baihaqi, Ahmad dari Ibnu Umar secara marfu’ –yaitu sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-). Niqab adalah kain penutup wajah mulai dari hidung atau dari bawah lekuk mata ke bawah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika menafsirkan surat An-Nur ayat 59 berkata, ”Ini menunjukkan bahwa cadar dan kaus tangan biasa dipakai oleh wanita-wanita yang tidak sedang berihram. Hal itu menunjukkan bahwa mereka itu menutup wajah dan kedua tangan mereka.”

Sebagai bukti lainnya juga, dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ummahatul Mukminin (Ibunda orang mukmin, yaitu istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) biasa menutup wajah-wajah mereka. Di antaranya adalah riwayat dari Abdullah bin ‘Umar, beliau berkata, ”Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlihatkan Shafiyah kepada para shahabiyah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Aisyah mengenakan cadar di kerumunan para wanita. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui kalau itu adalah Aisyah dari cadarnya.” (H.R. Ibnu Sa’ad).

Jadi, lihatlah bahwa para istri Nabi dan juga para sahabat sudah terbiasa menggunakan penutup wajah. Mungkin kaum muslimin saat ini saja yang merasa asing dan aneh dengan penampilan semacam itu.

Mengenai Jenggot

Dari Anas bin Malik –pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam– mengatakan, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah laki-laki yang berperawakan terlalu tinggi dan tidak juga pendek. Kulitnya tidaklah putih sekali dan tidak juga coklat. Rambutnya tidak keriting dan tidak lurus. Allah mengutus beliau sebagai Rasul di saat beliau berumur 40 tahun, lalu tinggal di Mekah selama 10 tahun. Kemudian tinggal di Madinah selama 10 tahun pula, lalu wafat di penghujung tahun enam puluhan. Di kepala serta jenggotnya hanya terdapat 20 helai rambut yang sudah putih.” (Lihat Mukhtashar Syama’il Muhammadiyyah, Muhammad Nashirudin Al Albani, hal. 13, Al Maktabah Al-Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini sahih).

Lihatlah saudaraku, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat di atas dengan sangat jelas terlihat memiliki jenggot. Lalu pantaskah beliau dikatakan sebagai biang kerok berbagai bom terror?!

Mengenai Celana Di Atas Mata Kaki

Celana di atas mata kaki juga termasuk ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini dikhususkan bagi laki-laki, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup telapak kakinya.

Dari Al Asy’ats bin Sulaim, ia berkata, “Saya pernah mendengar bibi saya menceritakan dari pamannya yang berkata, “Ketika saya sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki di belakangku berkata, ‘Angkat kainmu, karena itu akan lebih bersih’. Ternyata orang yang berbicara itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku berkata, ‘Sesungguhnya yang kukenakan ini tak lebih hanyalah burdah yang bergaris-garis hitam dan putih’. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apakah engkau tidak menjadikan aku sebagai  teladan?’ Aku melihat kain sarung beliau, ternyata ujung bawahnya di pertengahan kedua betisnya”.” (Lihat Mukhtashar Syama’il Muhammadiyyah, hal. 69, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini sahih).

Dari penjelasan yang dipaparkan di atas, kami rasa sudah cukup jelas bahwa penampilan berjenggot dengan pakaian di atas mata kaki, bercadar bagi muslimah adalah termasuk ajaran Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Lalu pantaskah orang yang mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan teroris? Atau pantaskah pula dikatakan kepada orang yang memakai cadar dengan panggilan ‘ninja’ atau istri teroris, atau kepada orang yang celananya cingkrang (di atas mata kaki) dengan sebutan ‘celana kebanjiran’, atau orang yang berjenggot disebut ‘kambing’?

Padahal di sana, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpenampilan berjenggot dan celananya di atas mata kaki. Begitu pula istri-istri beliau adalah istri-istri yang menutup wajah mereka dengan cadar.

Perhatikanlah saudaraku, sesungguhnya karena lisan, seseorang bisa terjerumus dalam jurang kebinasaan. Hendaklah seseorang berpikir dulu sebelum berbicara. Siapa tahu karena lisannya, dia akan dilempar ke neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.” (H.R. Muslim no. 7673).

Janganlah Mengolok-olok Orang yang Mengikuti Ajaran Nabi

Tidak diragukan lagi bahwa mengolok-olok Allah, Rasul-Nya, ayat-ayat-Nya, dan syariat-Nya termasuk dalam kekafiran sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), Katakanlah, ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (Q.S. At-Taubah : 65-66).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah, seorang ulama besar dan faqih di Saudi Arabia pernah ditanya, “Apakah termasuk dalam dua ayat yang disebutkan sebelumnya (yaitu surat At-Taubah ayat 65-66, pen) bagi orang-orang yang mengejek dan mengolok-olok orang yang memelihara jenggot dan yang komitmen dengan agama ini?”

Beliau rahimahullah menjawab, “Mereka yang mengejek orang yang komitmen dengan agama Allah dan yang menunaikan perintah-Nya, jika mereka mengejek ajaran agama yang mereka laksanakan, maka ini termasuk mengolok-olok mereka dan mengolok-olok syariat (ajaran) Islam. Dan mengolok-olok syariat ini termasuk kekafiran.”

Kisah-Kisah Orang yang Meremehkan Ajaran Nabi

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (Q.S. An Nur : 63).

Dari Ikrimah bin ‘Ammar, (beliau berkata) Iyas bin Salamah bin Al Akwa’ telah berkata bahwa ayahnya mengatakan kepadanya, (yaitu) ada seorang laki-laki makan dengan tangan kirinya di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Makanlah dengan tangan kananmu.” Lalu dia mengatakan, “Aku tidak mampu”. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ”Engkau memang tidak akan mampu”. Tidak ada yang menghalanginya untuk menaati Nabi kecuali rasa sombong. Akhirnya, dia tidak bisa lagi mengangkat tangan kanannya ke mulut. (H.R. Muslim no. 5387).

Perlu kami tegaskan sekali lagi, tulisan ini bukanlah dimaksudkan untuk mendukung aksi-aksi teror dan pengeboman. Bahkan perlu diketahui bahwa kami termasuk yang menentang aksi-aksi semacam itu sebagaimana yang pernah kami ungkapkan dalam beberapa tulisan kami yang lalu.

Juga bagi kaum muslimin yang memang belum bisa menunaikan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara sempurna seperti berpenampilan berjenggot dan celana di atas mata kaki, kami nasehatkan agar jangan sampai mencela orang-orang yang ingin mengikuti ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalau memang belum sanggup atau merasa berat, cukuplah lisan-lisan kita diam dan tidak turut mencela. Karena penampilan seperti ini jelas-jelas adalah ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak pantas dicemooh dan dicela.

Dicuplik dari tulisan Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc. dengan penyesuaian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *