Mengimani Para Utusan Allah

At Tauhid edisi VIII/6

Oleh: Adika Mianoki

Dalil-Dalil Kewajiban Beriman Kepada Para Rasul

Terdapat banyak dalil yang menunjukkan wajibnya beriman kepada para rasul, di antaranya adalah firman Allah (yang artinya): “Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kiamat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi” (QS.Al Baqarah: 177). Dan juga firman Allah (yang artinya): “Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan Rasul-rasul-Nya (mereka mengatakan): ’Kita tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang  lain) dan rasul-rasul-Nya’, dan mereka mengatakan “Kami dengar dan kami taat…” (QS. Al Baqarah: 285)

Pada ayat-ayat di atas Allah Ta’ala menggabungkan antara keimanan kepada para rasul dengan keimanan terhadap diri-Nya, malaikat-malaikat-Nya, dan kitab-kitab-Nya. Allah menghukumi kafir orang yang membedakan antara keimanan kepada Allah dan para rasul, mereka iman terhadap sebagian tetapi kafir tehadap sebagian yang lain (Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqaad hal. 146)

Pokok-Pokok Keimanan Terhadap Para Rasul

Keimanan yang benar terhadap para rasul Allah mengandung empat unsur pokok. Pertama: Beriman bahwasanya risalah yang mereka bawa benar-benar berasal dari wahyu Allah Ta’ala. Kedua: Beriman terhadap nama-nama mereka yang kita ketahui. Ketiga: Membenarkan seluruh berita yang shahih dari mereka. Keempat:  Beramal dengan syariat rasul yang diutus kepada kita, yaitu penutup para Nabi, Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam (Syarhu Ushuulil Iman hal. 34-35). Barangsiapa yang tidak memenuhi empat unsur di atas maka keimanannya terhadap para rasul tidak sah dan batal imannya.

Para Nabi dan Rasul Mengajarkan Agama yang Satu

Seluruh nabi mengajarkan agama yang satu, walaupun mereka memiliki syariat-syariat yang berbeda. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya…. ” (QS. Asy Syuuraa:13). Allah juga berfirman yang artinya: “Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku” (QS. Al Mu’minun: 51-52).

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): ”Sesungguhnya seluruh para nabi agama kami satu, dan para nabi adalah saudara sebapak beda ibu” (Muttafqun ‘alaih). Agama seluruh para Nabi adalah satu, yaitu agama Islam. Allah tidak akan menerima agama selain Islam. Yang dimaksud dengan islam adalah berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada Allah dengan mentaatinya, dan menjauhkan diri dari perbuatan syirik dan orang-orang musyrik (Al Irsyaad hal. 159-160).

Mendustakan Satu = Mendustakan Semuanya

Kewajiban seorang mukmin adalah beriman bahwa risalah para rasul adalah benar-benar dari Allah. Barangsiapa mendustakan risalah mereka, sekalipun hanya salah seorang di antara mereka, berarti ia telah mendustakan seluruh para rasul. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Kaum Nabi Nuh telah mendustakan para Rasul” (QS. Asy Syu’araa: 105).

Dalam ayat in Allah menilai tindakan kaum Nuh sebagai pendustaan kepada para rasul yang diutus oleh Allah, padahal ketika diutusnya Nuh belum ada seorang rasulpun selain Nabi Nuh ‘alaihis salaam. Berdasarkan hal ini maka orang-orang Nasrani yang mendustakan Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak mau mengikuti beliau berarti mereka telah mendustakan Nabi Isa ‘alaihis salaam dan tidak mengikuti ajarannya (Syarhu Ushuulil Iman hal 34-35).

Mengimani Nama Para Rasul

Termasuk pokok keimanan adalah kita beriman bahwa para rasul Allah memiliki nama. Sebagiannya diberitakan kepada kita dan sebagiannya tdak diberitakan kepada kita. Yang diberikan kepada kita  seperti Muhanmad, Ibrahim, Musa, ‘Isa, dan Nuh ‘alahimus shalatu wa salaam. Kelima nama tersebut adalah para Rasul ‘Ulul Azmi. Allah Ta’ala telah menyebut mereka pada dua (tempat) surat di dalam Al Quran yakni surat Al Ahzaab dan As Syuraa. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa bin Maryam…” (QS. Al Ahzab: 7). Juga firman-Nya (yang artinya): “Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya” (QS. Asy Syuraa: 13).

Adapun terhadap para Rasul yang tidak kita ketahui nama-namanya, kita beriman secara global. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu” (QS. Al Mukmin: 78). (Syarhu Ushuulil Iman hal 35)

Para Rasul Pemberi Kabar Gembira Sekaligus Pemberi Peringatan

Allah mengutus para Rasul untuk menyampaikan kabar gembira sekaligus memberikan peringatan. Ini merupakan salah satu dari hikmah diutusnya para rasul kepada manusia. Maksud menyampaikan kabar gembira adalah menyebutkan pahala bagi orang yang taat, sekaligus memberikan peringatan kemudian mengancam orang yang durhaka dan orang kafir dengan kemurkaan dan siksa Allah.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada lagi alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu” (QS. An Nisaa’: 165).

Ayat ini merupakan dalil bahwa tugas para rasul ialah memberikan kabar gembira bagi siapa saja yang mentaati Allah dan mengikuti keridhaan-Nya dengan melakukan kebaikan. Dan bagi siapa yang menentang perintah-Nya dan mendustakan para rasul-Nya akan diancam dengan hukum dan siksaan. (Hushuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuul 195-196)

Nuh yang Pertama, Muhammad Penutupnya

Termasuk keyakinan ahlussunnah adalah beriman bahwasnya rasul yang petama diutus adalah Nuh ‘alahis salaam dan yang terakhir adalah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dalil yang menunjukkan bahwa Nuh adalah Rasul pertama adalah firman Allah (yang artinya): “Sesungguhnya Kami telah memberkan wahyu kepadamu sebagamana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya…” (QS. An Nisaa’: 163).

Para ulama berdalil dengan ayat ini bahwa Nuh adalah rasul pertama. Sisi pendalilannya adalah dari kalimat “dan nabi-nabi yang kemudiannya”. Jika ada rasul sebelum Nuh tentunya telah disebutkan dalam ayat ini. Adapun dalil dari sunnah adalah sebuah hadits shahih tentang syafaat, ketika manusia mendatangi Nabi Adam untuk meminta syafaat, beliau berkata kepada mereka: ”Pergilah kalian kepada Nuh, karena ia adalah rasul pertama yang diutus ke muka bumi”. Maka mereka pun mendatangi Nuh dan berkata: “Engkau adalah rasul pertama yang diutus ke bumi…” (Muttafaqun ‘alaihi). Hadits ini merupakan dalil yang paling kuat menunjukkan bahwa Nuh adalah rasul pertama. Nabi Adam sendiri menyebutkan bahwa Nuh sebagai rasul pertama di atas muka bumi. (Husuulul Ma’muul 196-197)

Sedangkan rasul yang terakhir adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya) : “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi. Dia adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS.Al Ahzab:40).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku adalah penutup para Nabi, dan beliau berkata: ’Tidak ada Nabi sesudahku’”. Hal ini melazimkan berakhirnya diutusnya para rasul, karena berakhirnya yang lebih umum (yakni diutusnya nabi) melazimkan berakhirnya yang lebih khusus (yakni diutusnya rasul). Makna berakhirnya kenabian dengan kenabian Muhammad yakni tidak adanya pensyariatan baru setelah kenabian dan syariat yang dibawa oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Al Irsyaad hal.173).

Buah Manis Iman yang Benar Terhadap Para Rasul

Keimanan terhadap para rasul memberikan faedah yang berharga, di antaranya: 1) Mengetahui akan rahmat Allah dan perhatian-Nya kepada manusia dengan mengutus kepada mereka para rasul untuk memberi petunjuk kepada mereka kepada jalan Allah dan memberikan penjelasan kepada mereka bagaimana beribadah kepada Allah  karena akal manusia tidak dapat menjangkau hal tersebut. 2) Bersyukur kepada Allah atas nikmat yang sangat agung ini. 3) Mencintai para rasul, mengagungkan mereka, serta memberikan pujian yang layak bagi mereka. Karena mereka adalah utusan Allah Ta’ala dan senantiasa menegakkan ibadah kepada-Nya serta menyampaikan risalah dan memberikan nasehat kepada para hamba. (Syarhu Ushuulil Iman hal.l 36).

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menetapkan hati kita kepada keimanan yang benar. Washallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad. [Adika Mianoki]

2 comments

  1. Terimakasih sudah berbagi,
    Sering kita dengar iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang. Apakah ada dalil yang menyatakan iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *