Antara Cinta Nabi dan Maulid Nabi

At Tauhid edisi V/10

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Engkau Harus Mencintai Nabimu dan Semua Cinta Butuh Bukti

Saudaraku yang semoga selalu mendapatkan taufik Allah Ta’ala. Itulah yang harus dimiliki setiap muslim yaitu hendaklah Nabinya lebih dia cintai dari makhluk lainnya. Anas bin Malik mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidak akan beriman sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya bahkan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Cinta bukanlah hanya klaim semata. Semua cinta harus dengan bukti. Di antara bentuk cinta pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ittiba’ (mengikuti), taat dan berpegang teguh pada petunjuknya. Karena ingatlah, ketaatan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah buah dari kecintaan.

Penyair Arab mengatakan: Sekiranya cintamu itu benar niscaya engkau akan mentaatinya. Karena orang yang mencintai tentu akan mentaati orang yang dicintainya.

Kebalikan dari Cinta

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa di antara bukti cinta adalah mentaati dan ittiba’ pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berarti kebalikan dari hal ini adalah enggan mentaatinya dan melakukan suatu ibadah yang tidak ada ajarannya.

Dari sini berarti setiap orang yang melakukan suatu ajaran yang tidak ada tuntunan dari Nabinya, maka ungkapan cinta Nabi pada dirinya patut dipertanyakan. Karena ingatlah di samping niat baik, seseorang harus mendasari setiap ibadah yang dia lakukan dengan selalu mengikuti tuntunan Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

Lalu apakah betul cinta Nabi harus dibuktikan dengan mengenang hari kelahiran beliau dalam acara maulid Nabi?

Sejarah Maulid Nabi

Jika kita menelusuri dalam kitab tarikh (sejarah), perayaan Maulid Nabi tidak kita temukan pada masa sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan juga empat imam madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad), padahal mereka adalah orang-orang yang sangat cinta dan mengagungkan Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Perlu diketahui pula bahwa -menurut pakar sejarah yang terpercaya-, yang pertama kali mempelopori acara Maulid Nabi adalah Dinasti ‘Ubaidiyyun atau disebut juga Fatimiyyun (silsilah keturunannya disandarkan pada Fatimah).

Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya Ahsanul Kalam (hal. 44) mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum– dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H. (Dinukil dari Al Maulid, hal. 20)

Fatimiyyun yang Sebenarnya

Kebanyakan orang belum mengetahui siapakah Fatimiyyun atau ‘Ubaidiyyun. Seolah-olah Fatimiyyun ini adalah orang-orang sholeh dan punya i’tiqod baik untuk mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tetapi senyatanya tidak demikian.

Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni Ad Dimasqiy mengatakan, “Perlu diketahui, para ulama telah sepakat bahwa Daulah Bani Umayyah, Bani Al ‘Abbas (‘Abbasiyah) lebih dekat pada ajaran Allah dan Rasul-Nya, lebih berilmu, lebih unggul dalam keimanan daripada Daulah Fatimiyyun. Dua daulah tadi lebih sedikit berbuat bid’ah dan maksiat daripada Daulah Fatimiyyun … Bani Fatimiyyun adalah di antara manusia yang paling fasik (banyak bermaksiat) dan paling kufur.” (Majmu’ Fatawa, 35/127)

Seorang pakar sejarah yang bernama Al Maqrizy juga menjelaskan bahwa begitu banyak perayaan yang dilakukan oleh Fatimiyyun dalam setahun. Beliau menyebutkan kurang lebih ada 25 perayaan. Bahkan lebih parah lagi mereka juga mengadakan perayaan hari raya orang Majusi dan Nashrani yaitu hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), dan hari Al Khomisul ‘Adas (perayaan tiga hari selelum Paskah). Ini pertanda bahwa mereka jauh dari Islam. Bahkan perayaan-perayaan maulid yang diadakan oleh Fatimiyyun tadi hanyalah untuk menarik banyak masa supaya mengikuti madzhab mereka. Jika kita menilik aqidah mereka, maka akan nampak bahwa mereka memiliki aqidah yang rusak dan mereka adalah pelopor dakwah Batiniyyah yang sesat. Al Qodhi Abu Bakr Al Baqillaniy dalam kitabnya ‘yang menyingkap rahasia dan mengoyak tirai Bani ‘Ubaidiyyun’, beliau menyebutkan bahwa Bani Fatimiyyun adalah keturunan Majusi. Cara beragama mereka lebih parah dari Yahudi dan Nashrani. Bahkan yang paling ekstrim di antara mereka mengklaim ‘Ali sebagai ilah (Tuhan yang disembah) atau ada sebagian mereka yang mengklaim ‘Ali memiliki kenabian. Sungguh Bani Fatimiyyun ini lebih kufur dari Yahudi dan Nashrani. (Lihat Al Bida’ Al Hawliyah, 142-158)

Inilah sejarah yang kelam dari Maulid Nabi. Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa merayakan Maulid Nabi berarti telah mengikuti Daulah Fatimiyyun yang pertama kali memunculkan perayaan maulid. Dan ini berarti telah ikut-ikutan dalam tradisi orang yang jauh dari Islam, senang berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya, telah menyerupai di antara orang yang paling fasiq dan paling kufur. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Sanad jayid/bagus)

Sikap Ahlus Sunnah dalam Menyikapi Perayaan Maulid Nabi

[Pertama] Muhammad bin ‘Abdus Salam Khodr Asy Syuqairiy mengatakan, “Bulan Rabi’ul Awwal ini tidaklah dikhusukan dengan shalat, dzikir, ‘ibadah, nafkah atau sedekah tertentu. Bulan ini bukanlah bulan yang di dalamnya terdapat hari besar Islam seperti berkumpul-kumpul dan adanya ‘ied sebagaimana digariskan oleh syari’at. … Bulan ini memang adalah hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sekaligus pula bulan ini adalah waktu wafatnya beliau. Bagaimana seseorang bersenang-senang dengan hari kelahiran beliau sekaligus juga kematiannya [?] Jika hari kelahiran beliau dijadikan perayaan, maka itu termasuk perayaan yang bid’ah yang mungkar. Tidak ada dalam syari’at maupun dalam akal yang membenarkan hal ini.

Jika dalam maulid terdapat kebaikan,lalu mengapa perayaan ini dilalaikan oleh Abu Bakar, ‘Umar, Utsman, ‘Ali, dan sahabat lainnya, juga tabi’in dan yang mengikuti mereka [?] Tidak disangsikan lagi, perayaan yang diada-adakan ini adalah kelakuan orang-orang sufi, orang yang serakah pada makanan, orang yang gemar menyiakan waktu dengan permainan sia-sia dan pengagung bid’ah. … Lantas faedah apa yang bisa diperoleh, pahala apa yang bisa diraih dari penghamburan harta yang memberatkan [?]” (As Sunan wal Mubtada’at Al Muta’alliqoh Bil Adzkari wash Sholawat, 138-139)

[Kedua] Seorang ulama Malikiyah, Syaikh Tajuddin ‘Umar bin ‘Ali –yang lebih terkenal dengan Al Fakihaniy- mengatakan bahwa maulid adalah bid’ah madzmumah (bid’ah yang tercela).

Beliau rahimahullah mengatakan, “Aku tidak mengetahui bahwa maulid memiliki dasar dari Al Kitab dan As Sunnah sama sekali. Tidak ada juga dari satu pun ulama yang dijadikan qudwah (teladan) dalam agama menunjukkan bahwa maulid berasal dari pendapat para ulama terdahulu. Bahkan maulid adalah suatu bid’ah yang diada-adakan, yang sangat digemari oleh orang yang senang menghabiskan waktu dengan sia-sia, sangat pula disenangi oleh orang serakah pada makanan. Kalau mau dikatakan maulid masuk di mana dari lima hukum taklifi (yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram), maka yang tepat perayaan maulid bukanlah suatu yang wajib secara ijma’ (kesepakatan para ulama) atau pula bukan sesuatu yang dianjurkan (sunnah). Karena yang namanya sesuatu yang dianjurkan (sunnah) tidak dicela orang yang meninggalkannya. Sedangkan maulid tidaklah dirayakan oleh sahabat, tabi’in dan ulama sepanjang pengetahuan kami. Inilah jawabanku terhadap hal ini. Dan tidak bisa dikatakan merayakan maulid itu mubah karena yang namanya bid’ah dalam agama –berdasarkan kesepakatan para ulama kaum muslimin- tidak bisa disebut mubah. Jadi, maulid hanya bisa kita katakan terlarang atau haram.” (Al Hawiy Lilfatawa Lis Suyuthi, 1/183)

Pembelaan Sebagian Orang dalam Masalah Maulid

[Pertama] Maulid adalah Bentuk Rasa Syukur, Pengagungan dan Nantinya akan lebih mengenal sosok Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Cukup kami jawab, kalau memang maulid adalah bentuk syukur, mengapa sejak generasi sahabat hingga imam mazhab yang empat tidak ada yang melakukan perayaan ini [?] Apakah keimanan mereka lebih rendah dibanding orang-orang sekarang yang merayakannya [?]

Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan: “Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.”

Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, pada tafsir surat Al Ahqof ayat 11)

Juga kami katakan, “Mengapa ucapan syukur, penghormatan dan mengenal sosok Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya sekali dalam setahun, hanya pada 12 Rabi’ul Awwal? Mengagungkan, mencintai, mengenal sosok beliau dan bersyukur bukan hanya sekali setahun, namun setiap saat dengan mentaati dan selalu ittiba’ pada beliau.”

[Kedua] Maulid Nabi adalah Bid’ah Hasanah (Bid’ah yang baik)

Ingatlah saudaraku, bid’ah dalam hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dikenal sama sekali adanya bid’ah hasanah. Bahkan yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diyakini oleh sahabat, setiap bid’ah adalah sesat.

Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim no. 867)

Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Setiap bid’ah adalah sesat, walaupun manusia menganggapnya baik.” (Lihat Al Ibanah Al Kubro li Ibni Baththoh, 1/219, Asy Syamilah)

Dari hadits dan perkataan sahabat di atas, kita akan melihat bahwa mereka mengatakan semua bid’ah itu sesat, tanpa ada pengecualian.

Bagaimana jika ada yang mengatakan bahwa ‘Umar bin Al Khaththab pernah menyatakan bahwa shalat tarawih yang dia hidupkan adalah “sebaik-baik bid’ah”? Dari perkataan beliau ini menurut mereka, ada bid’ah hasanah (yang baik).

Sanggahan: Ingatlah para sahabat tidak mungkin melakukan bid’ah. Yang dimaksud dengan bid’ah dalam perkataan ‘Umar adalah bid’ah secara bahasa Arab yang berarti sesuatu yang baru.

Jika ada yang masih ngotot bahwa tidak semua bid’ah sesat, ada di sana bid’ah yang baik (hasanah), maka cukup kami katakan: Kalau ‘Umar menghidupkan shalat tarawih dan beliau katakan sebagai bid’ah, hal ini ada dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melaksanakan shalat tarawih di awal-awal Ramadhan. Namun karena takut amalan tersebut dianggap wajib, maka beliau tidak menunaikannya lagi. Jadi, intinya ‘Umar memiliki dasar dari perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Sekarang, apa maulid Nabi memiliki dasar dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana shalat tarawih yang dihidupkan oleh ‘Umar [?] Jawabannya tidak sama sekali. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah merayakan hari kelahirannya, begitu pula para sahabat, tabi’in, dan para imam madzhab tidak ada yang merayakannya. Sehingga maulid tidak bisa kita sebut bid’ah hasanah. Yang lebih tepat maulid adalah bid’ah madzmumah (tercela) sebagaimana yang dikatakan oleh Asy Syuqairiy dan Al Fakihaniy yang telah kami sebutkan di atas.

[Ketiga] Nabi memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa

Sebagian beralasan dengan puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Senin, karena pada hari tersebut adalah hari kelahirannya. Ini berarti hari kelahiran boleh dirayakan.

Sanggahan: Bagaimana mungkin dalil di atas menjadi dalil untuk merayakan hari kelahiran beliau [?] Ini sungguh tidak tepat dalam berdalil. Lihatlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melaksanakan puasa pada tanggal kelahirannya yaitu tanggal 12 Rabiul Awwal, dan itu kalau benar pada tanggal tersebut beliau lahir. Karena dalam masalah tanggal kelahiran beliau masih terdapat perselisihan. Yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan adalah puasa pada hari Senin bukan pada 12 Rabiul Awwal [!] Seharusnya kalau mau mengenang hari kelahiran Nabi dengan dalil di atas, maka perayaan Maulid harus setiap pekan bukan setiap tahun.

Penutup

Akhirnya, sulit dibenarkan jika perayaan Maulid Nabi dengan segala modelnya diklaim sebagai bentuk kebaikan dalam rangka mentaati dan mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Justru kebenaran ada pada pihak yang tidak merayakan Maulid, demi ketaatan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjaga kebersihan ajaran Islam. Bukankah masih banyak sunnah-sunnah Rasul yang masih

terbengkalai dan belum kita sentuh? Sungguh ironis, sekian banyak sunnah dilupakan, bahkan dilecehkan, sementara bid’ah maulid dibela mati-matian. Semoga kita terhindar dari pengaruh tipu daya para penyeru bid’ah dan kesesatan, yang lebih cenderung berbuat bid’ah bahkan terkadang tidak memahami sunnah Nabinya. Semoga maksud kami dalam tulisan ini sama dengan perkataan Nabi Syu’aib, “Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud [11] : 88)

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam. [Muhammad Abduh Tuasikal. Baca Tulisan selengkapnya di www.muslim.or.id]

20 comments

  1. Masya Allah Tulisan yang bagus, semoga Allah menjaga saya dan anda ustadz Jazaakallahu khairan. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada saudara2 kita yg masih melaksanakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Yaa Allah lindungilah aku dan keluargaku serta saudara2ku kaum muslimin dari perbuatan bid’ah dan mengikuti hawa nafsu, berikanlah kami taufik dan tolonglah kami untuk istiqomah berada di atas Jalan-Mu.

  2. tulisan nya bagus bgt! saya yg tadinya buka situs ini cuma gara2 nyari tugas, sekarang jd tertarik utk membuka dan membaca yg lain.. tulisan d sini memberitahukan kpd saya ajaran yg benar.. semoga Allah memberi pahala kpd yg mengurus tulisan-tulisan ini. Amin

  3. Assalamu’alaikum

    untuk saya, Soba dan lainnya

    Wahai Saudaraku yang menginginkan kebenaran…janganlah hawa nafsu ini membuat hati kita sulit untuk menerima kebenaran..

    Wahai Saudaraku kami tidaklah bermaksud menghujat bahkan mengecam dll, namun kami hanya ingin memberikan nasihat..apakah ini salah saudaraku?

    Wahai Saudaraku, silahkan anda dapat renungkan dan jelas melihat manakah perbuatan yang ditimbang dengan Syari’at Allah dan Rasul-NYa ataukah timbangan Hawa nafsu manusia??Wallahul Musta’an.

    Semoga Allah memberikan kepada kita semua taufiik untuk berada di Atas jalan-Nya yang Lurus.

    Wassalamu’alaikum

  4. Assalamu’allaikum
    Saudaraku muslim, kita semua ingin selamat utk itu sampaikan kebenaran dan kita tentu yakin kebenaran itu hanya Al-Qur’an dan Sunah. Mengingatkan saudaranya karena mengharapkan ridho Alloh semata itu yang diharapkan. Jika ada perselisihan diantara kita saudara muslim, mari kita kembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah,
    wasalamu’allaikum

  5. Maaf karena banyak terjadi debat kusir di pembahasan ini, cuma mau mengedepankan hawa nafsu bukan dalil, maka sengaja kami delete komentar2 yang ada

  6. Kita Lihat sJa Nanti Siapa yang BenaR Dan salah di yaumul kiamah nanti

    wassallam,,,

  7. Kalau Nabi SAW tidak mencontohkan, untuk apa kita repot2 mengada2kan??? Peringatan Maulid sesungguhnya menyerupai peringatan org2 Nasrani (Hari lahirnya Yesus atau Natal 25 Desember, dan Wafatnya Yesus)

    Wahai saudara2 muslimku, hindarilah menyerupai org2 Nasrani. Kembalilah pada Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, wujud cinta Nabi bukan dengan memperingati hari kelahirannya (yg mana para ulama pun masih berselisih mengenai tgl kelahiran beliau), tp bersholawatlah kepada beliau dengan sholawat yg shahih di setiap kita mendengar nama beliau disebut. Dan amalkanlah sunnah2 Nabi Muhammad SAW, itulah wujud cinta Nabi yg sebenarnya.

  8. Jika Maulid Nabi Muhammad dikatakan sebagai bid’ah, lalu bagaimana kondisi di zaman ini dimana banyak hal yang tidak pernah ada di zaman nabi dan sahabat, contoh : Televisi, Kendaraan Roda 4, Kendaraan Roda 2, Komputer yang Anda gunakan untuk membuat web ini… jika setiap orang pernah dan sering bersentuhan dengan contoh yang saya sebutkan diatas, bukankah berarti mereka telah melakukan bid’ah yang nyata, karena yang demikian tidak pernah ada dan diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat… Silahkan jadi bahan perenungan dan penggalian ilmu untuk dipahami…

  9. assalamu’alaikum…
    mw bertanya..jika dalam maulid yg saya dihadiri dengan niat dengar ceramahnya saja…boleh kan diikuti?
    apa jatohnya bid’ah juga?
    dari dulu ini yg menjadi pertanyaan di benak saya…
    mohon jawabannya..

  10. terima kasih atas infonya semoga Allah selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua terutama umat Islam di nusantara. saya ijin meng copy artikel artikel di web ini sebelumnya terimakasih hanya Allah lah yang akan membalas kebaikan anda yang telah berbagi artikel dakwah ini agar saudara-saudara kita lebih paham tentang agama Islam

  11. Assalamu’alaikum..
    Maaf sblum’a.
    Saya mau tanya:
    Apakah sesuatu yg baru yg belum pernah Nabi SAW lakukan itu semua dinamakan bid’ah?dan bid’ah itu selalu sesat,terlarang,haram?
    Berarti zaman skrang banyak sekali,bahkan mungkin semu manusia telah brbuat bid’ah,dan mendukung bid’ah?contoh’a Setau saya pd Zaman nabi masjid2 belum ada yg diKeramik,diMarmer tetapi hanyalah berAlasan tanah.tpi sekarang coba liyat hampir stiap masjid sudah beralaskan kramik,marmer.itu kn berarti sesuatu yang baru?sdangkn ssuatu yg bru itu bid’ah?dan bid’ah itu sesat?itu hanya salah 1 contoh saja,dan masih banyak cntoh2 lain.seperti ini aja qt sudah bid’ah.,karena pada zaman nabi belum ada internet.jadi menurut saya kalo ada sesuatu yang baru itu tak selalu bid’ah dan bid’ah itu selalu sesat.,jika ssuatu yg bru itu baik.mohon penjelasan dan mohon direnungkan.terimakasih.
    Wassalam…

  12. jazakumullah khoiran.
    mohon d izinkan untuk mengcopi artikel ini.
    syukron.

  13. Assalamu’alaikum..ana sefaham dengan artikel diatas

    jika memang mencintai Rasulullah SAW hendaknya umat muslim mencintai sunahnya, meninggalkan apa yg dilarang Allah dan Rasul-Nya, bukan membuat acara sendiri yg tidak dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *